"Tiga hari yang lalu Paklek. Kebetulan ada libur sepuluh hari."
"Kamu masih ingat sama Nia kan?"
"Iya Paklek." Aku sambil mencari siapa yang bernama Nia dari dua perempuan muda, selain Bulek yang masih aku ingat senyumnya.
"Loh, Dik Tarman, sudah lama?" Tiba-tiba bapak dan ibu datang.
"Saya ke belakang dulu."
"Eits! Tunggu dulu Roni. Ini Nia mau ngajak ngobrol sama kamu. Kebetulan dia juga tinggal di Jakarta." Kata Paklek Tarman.
"Iya Ron. Kamu ajaklah Nia ngobrol di teras." Timpal bapak.
"Gak apa-apa kan mas Roni, kalau Nia pengin ngobrol sama mas Roni?"
Kalimat Nia ini membuat aku menjadi tahu siapa yang bernama Nia. Berarti yang satunya Mira, adik Nia. Kami pernah bermain bersama waktu kecil, sayang waktu membuat aku menjadi tidak ingat benar. Â Tentu aku tidak keberatan ngobrol dengan seorang gadis yang cantik, yang entah mengapa aku merasa berbeda.
------
Kedatangan Paklek Tarman ternyata bukan kedatangan biasa. Mereka sedang berusaha untuk mendekatkan aku dan Nia. Bapak dan Paklek Tarman sepakat untuk menjodohkan kami. Aku merasa ini sebuah hadiah luar biasa yang tidak pernah aku bayangkan. Aku jadi ingat apa kata kakek bahwa bertemu manusia kabut itu berarti akan mendapatkan sesuatu yang luar biasa.