Mohon tunggu...
Anggun Shinta Wati
Anggun Shinta Wati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Menurut saya, hidup tanpa sebuah gagasan adalah ilusi. Maka, hiduplah dengan gagasanmu dan kau akan mati ketika berhenti berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyikapi Moderasi Beragama

15 September 2024   21:20 Diperbarui: 15 September 2024   21:34 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, moderasi beragama berperan penting di kehidupan sehari-hari; masyarakat, sekolah, maupun perguruan tinggi. Perguruan tinggi menjadi wadah pengembangan sumber daya manusia dalam hal pemikiran, tindakan, kepribadian, dan pencapaian karya yang berguna untuk masyarakat. Hal tersebut menjadikan mahasiswa berperan penting dalam menjaga persatuan bangsa. 

Sehingga, dibutuhkannya moderasi beragama dalam konteks keindonesiaan. Maka, mahasiswa dianjurkan memahami paham moderasi beragama secara kontekstual bukan secara tekstual, bahwasanya moderasi dalam beragama di Indonesia bukan Indonesia yang dimoderatkan. Namun, cara pemahaman dalam beragama yang harus moderat. Karena Indonesia sebagai negara yang majemuk, multikultural, banyak suku, agama, dan kepercayaan. Sejak manusia dilahirkan, perbedaan itu sudah ada. 

Oleh karena itu, tawassuth atau tawazzun moderat diperlukan untuk memupuk serta mengembangkan sikap toleransi antar umat beragama di dalam kehidupan. Toleransi dalam konteks moderasi beragama tentu bukan sebatas istilah “yang penting aku tidak mengganggumu dan kamu tidak menggangguku.” Namun, lebih dari itu. Toleransi yang telah terpaku dalam diri, sesuai dengan keyakinan agama masing-masing, harus mampu mewujudkan upaya yang kuat untuk bersatu menggapai kedamaian kehidupan bernegara, sehingga tidak mudah di provokasi oleh pihak luar.

Melihat kondisi lapangan, moderasi beragama menghadapi tantangan yang berupa sikap intoleran, yaitu sikap yang tidak menghargai pendapat orang lain dan tidak mengakui keberagaman dalam masyarakat serta mengabaikan nilai-nilai dalam toleransi. Padahal dalam moderasi beragama, menghormati dan menghargai pendapat orang lain dalam rangka menjaga keharmonisan orang Islam dengan agama lain, itu harus dikembangkan. Tujuannya agar menghilangkan doktrin, bahwasanya Islam dicap sebagai agama yang ekstrim, agama yang membolehkan membunuh orang lain dan agama teroris.

Pendeta Novembri mengatakan dalam acara Seminar Dialog Lintas Agama yang diselenggarakan di Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta tahun 2021 lalu, bahwasanya seseorang dilahirkan untuk tidak membenci, orang menjadi pembenci, karena diajarkan. Rasis maupun intoleransi adalah sesuatu yang dipelajari, maka dapat dicegah dengan pendidikan yang baik dan benar, serta menerapkan sikap moderasi beragama. Cara kita menempatkan diri agar memiliki sikap moderasi beragama, yaitu dengan menyadari bahwa manusia berada di tengah, antara Tuhan, kitab suci atau warisan doktrinal, dan ilmu pengetahuan atau dunia.

Radikalisme atau fanatisme yaitu paham yang memahami realitas sosial, ekonomi, budaya, politik, dan aspek kehidupan lainnya secara sempit, yang dibangun dari interpretasi teks-teks suci secara sempit, formalistis, legislatis. Moderasi beragama dapat terhalang dengan adanya sikap yang cenderung menggunakan cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan perbedaan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. 

Pendeta Novembri menyatakan bahwa radikalisme bermakna pemaksaan pihak lain pada penyeragaman yang dianggap paling benar oleh kelompoknya. "Suatu kelompok agama tertentu yang memisahkan diri dari masyarakat untuk membentuk wilayah yang didominasi kelompok agamanya sendiri, kemudian lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya daripada orang lain serta kelompok yang tidak sama." Farid Fajar Shidiq (2022). 

Opini tersebut bisa dijadikan contoh yang mana hal tersebut juga akan menghalangi moderasi beragama yang akan digapai. Radikalisme kanan maupun kiri terjadi karena moderasi beragama tidak mampu menjadi kekuatan yang inspiratif, kreatif, dan imaginatif. Maka, moderasi beragama di era sekarang ini perlu terus dikembangkan sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan antar latar belakang masyarakat tanpa memandang suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya.

Sebagai mahasiswa, khususnya warga NKRI diharapkan untuk dapat mengimplementasikan konsep moderasi beragama dalam konteks multikultural, yaitu dengan cara menyadari bahwasanya kita hidup di Indonesia, yang mana negara Indonesia ini negara majemuk dan multikultural. Untuk memupuk toleransi, kita tidak mungkin jika berdiri sendiri, kita membutuhkan bantuan orang lain, orang yang berbeda keyakinan dengan kita, sehingga ketika tertanam dalam hati kita perasaan bahwa kita membutuhkan orang lain dan orang lain membutuhkan kita maka akan tercipta moderasi beragama yang baik. Kemudian, menerapkan simbol Bhineka Tunggal Ika, kita akan mampu mencapai kemajuan, kejayaan jika seluruh elemen anak bangsa yang beda suku, agama, budaya itu bersatu. Maka, ketika ada persatuan dapat tercipta kemajuan peradaban NKRI.

Dalam realitas kehidupan kampus, mahasiswa tidak dapat menghindari perkara yang simpang siur, sehingga dalam konsep ini, moderasi beragama menjadi jalan tengah yang diperlukan untuk mengatasi sebuah perbedaan dalam keberagaman latar belakang masyarakat seperti Indonesia. Jadi, bagian dasar yang mendasari sesuatu dalam kampus diharapkan dapat menjadi pelopor kerukunan bangsa dengan menanamkan nilai toleransi dalam kehidupan kampus maupun masyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Moderasi beragama mampu memberikan kontribusi positif terhadap mahasiswa khususnya dalam berpikir kritis dan toleransi. Kedua aspek tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Di era sekarang ini telah berkembang pesat. Permasalahan yang dihadapi oleh manusia saat ini cukup kompleks, sehingga satu peristiwa sering kali bersangkutan dengan peristiwa lainnya. 

Untuk menyelesaikannya perlu ditanamkan pendekatan. Seperti peristiwa keagamaan yang berkaitan dengan masalah politik, sosial, budaya, dan ekonomi. Hal tersebut dikarenakan perkembangan yang sangat pesat. Muttaqin mengemukakan, bahwa seorang mahasiswa dituntut untuk berpikir kritis terhadap suatu permasalahan dan menganalisisnya sebagai usaha memecahkan masalah (Muttaqin, 2020).

Mahasiswa sebagai agen perubahan, agen penggerak bangsa yang sanggup mengubah tampilan bangsa menjadi lebih indah. Sejarah telah membuktika,  bahwa mahasiswa berperan penting dalam membangkitkan semangat kemajuan bangsa. Manusia diciptakan juga diberi akal untuk berpikir. Proses berpikir yaitu suatu hal yang wajar dan termasuk dalam fitrah manusia yang hidup. 

Berpikir kritis dalam moderasi beragama menjadi suatu proses yang dilakukan secara sengaja dan sadar, sehingga dapat digunakan untuk menafsirkan dan mengevaluasi informasi sekaligus pengalaman. Paul menyatakan, bahwa berpikir kritis yaitu suatu kemampuan untuk mengevaluasi secara kritis suatu kepercayaan atau keyakinan, asumsi apa yang mendasarinya dan atas dasar pandangan hidup mana asumsi tersebut terletak (Paul, 1990). 

Pengertian berpikir kritis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan, bahwa berpikir kritis merupakan tajamnya pikiran seseorang dalam melakukan analisis. Bersifat tidak mudah percaya dan selalu berusaha untuk menemukan kesalahan, kekurangan, dan kekeliruan. Sebagai mahasiswa yang memiliki sikap moderat, dianjurkan untuk menanamkan sikap berpikir kritis dalam menangani dan menjawab tantangan zaman yang timbul di era sekarang ini.

Mahasiswa di era ini dianjurkan untuk dapat menyikapi moderasi beragama, mengingat banyaknya ideologi di Indonesia, karena negara Indonesia merupakan rumah besar bagi para penganut agama, dan di Indonesia ada berbagai macam agama. 

Dengan adanya hal tersebut rentan terjadinya gesekan dan perpecahan di antara pemeluk agama satu dengan pemeluk agama lainnya. Sikap moderat akan berperan penting, karena dengan sikap moderat akan mampu memaklumi bahwasanya perbedaan merupakan suatu keniscayaan. Untuk itu mahasiswa yang menanamkan sikap berpikir kritis akan dapat menghadapi permasalahan dengan baik, dan akan berpikir secara jelas juga tepat. 

Selain itu, dapat menggunakan pemikiran barunya untuk menyelesaikan masalah secara efektif. Hal tersebut selaras dengan yang dikemukakan oleh Ennis, bahwa berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi (Ennis, 2008: 4).

Kemampuan berpikir kritis menjadi suatu hal yang penting bagi mahasiswa khususnya warga NKRI. Mahasiswa harus memiliki sikap kritis dalam berpikir, kritis dalam berpengetahuan, dan kritis dalam bertindak. Hal tersebut harus disadari dan dimiliki oleh setiap mahasiswa dalam melakukan aktivitas serta berguna sebagai motivasi untuk terus memberikan kontribusi terbaik bagi kejayaan bangsa dan negara. 

Pentingnya penanaman kemampuan berpikir kritis seharusnya dilakukan sejak pendidikan di tahap awal bahkan dalam pendidikan tingkat tinggi pun masih diperlukan. Dengan adanya hal tersebut, maka perlu adanya pembelajaran yang lebih banyak yang melibatkan proses pembelajaran berpikir. Keterampilan berpikir kritis tidak begitu saja tertanam dalam diri mahasiswa, untuk itu perlu pelatihan secara mendalam.

Indonesia sebagai negara yang majemuk, multikultural, banyak suku, agama, dan kepercayaan. Hal tersebut dapat menyebabkan gesekan paham antara sesama manusia. Oleh karena itu, perlu ditanamkan kesadaran diri yang tinggi terhadap toleransi dan pentingnya wawasan moderasi dalam beragama. Toleransi dalam Islam tidak hanya terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta, binatang, dan lingkungan hidup. 

Toleransi dapat diartikan adanya batasan yang boleh dan tidak boleh dilanggar. Hal ini yang menjadi esensi dari toleransi yang mana setiap pihak mampu mengendalikan diri serta dapat saling menghargai kemampuan masing-masing. Quraish Shihab memaparkan, bahwa toleransi adalah batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih bisa diterima. Toleransi adalah penyimpangan yang awalnya harus dilakukan menjadi tidak dilakukan, singkatnya adalah penyimpangan yang dapat dibenarkan (Shihab, 2019).

Mahasiswa yang bersikap moderat yaitu yang berwawasan luas, sehingga dari wawasan yang dimiliki ia mampu mengaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, mahasiswa juga harus teguh pendirian, agar tidak mudah terprovokasi dengan hal-hal yang belum jelas kebenarannya. Sebagai mahasiswa dianjurkan untuk mampu menjadi penengah jika menghadapi suatu konflik. 

Dalam hal inilah, toleransi moderasi beragama dapat berperan untuk menciptakan keharmonisan dan kedamaian di tengah perbedaan, menghindari perpecahan, mempererat hubungan antara manusia satu dengan lainnya, serta meningkatkan ketakwaan. 

Untuk mahasiswa yang memiliki sikap tawadhu’, rendah hati, dan haus akan ilmu juga termasuk dalam sikap moderasi beragama, jika memang pada suatu saat nanti ilmunya diamalkan. Banyak orang yang berpendidikan, tetapi memiliki sikap yang kaku dan tidak dapat menerima perbedaan sebagai suatu keniscayaan, karena enggan untuk mengamalkan ilmunya.

Moderasi beragama merupakan kunci utama terciptanya toleransi dan kerukunan antar sesama. Toleransi yaitu sikap tidak ikut campur akan sesuatu yang dilakukan orang lain selagi hal itu tidak menyimpang dari aturan yang ada. Sedangkan toleransi beragama yaitu sikap tidak ikut campur akan kehendak setiap manusia dalam memeluk agama, beribadah, dan menciptakan suasana yang damai antar umat beragama. 

Kunci terciptanya kerukunan dan toleransi yaitu moderasi beragama. Berkaitan dengan hal tersebut, moderasi beragama tidak hanya sebagai pemahaman, tetapi berkenaan dengan sikap dan praktik beragama dalam kehidupan bermasyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun