Mohon tunggu...
Anggun Dwi Pramesti
Anggun Dwi Pramesti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkawinan yang Bahagia dalam Perspektif Hukum Perdata Islam di Indonesia

21 Maret 2023   23:27 Diperbarui: 21 Maret 2023   23:39 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ulangan Tengah Semester
HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA

Nama: Anggun Dwi Pramesti
NIM: 212121106
Kelas: HKI 4C

1. PENGERTIAN HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA!

Hukum Perdata Islam di Indonesia adalah sebagian dari hukum islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum positif dalam tata hukum Indonesia yang isinya sebagaian dari lingkup muamalah, bagian hukum islam ini menjadi hukum positif berdasarkan karena ditunjuk oleh peraturan perundang undangan sebagian hukum islam yang berlaku secara hukum positif di dalam tata hukum Indonesia yang berisi sebagian ruang lingkup muamalah karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan. Ruang lingkup muamalah sendiri dalam fiqh yaitu ketentuan atau hukum islam yang mengatur hubungan perorangan dengan perorangan. 

Sehingga, di dalam hukum perdata islam mengambil nilai-nilai dalam hukum perkawinan, perceraian, waris, wasiat, hibah, wakaf. Akan tetapi, secara khusus hukum perdata islam juga hukum yang mengatur tentang hal yang berkaitan dengan hukum bisnis islam, seperti jual-beli, utang-piutang, sewa-menyewa, upah-mengupah, syirkah/serikat, mudharabah, muzara`ah, mukhabarah, dan lainnya. 

Hukum perdata Islam di Indonesia sangat penting bagi umat Muslim yang ingin mengatur kehidupan pribadi dan keluarga mereka sesuai dengan ajaran Islam. Pengadilan agama dan berbagai lembaga terkait di Indonesia bertugas untuk memastikan bahwa hukum perdata Islam di Indonesia diterapkan dengan adil dan sesuai dengan ajaran agama Islam. Di Indonesia, hukum perdata Islam diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan beberapa undang-undang terkait lainnya, seperti Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama.

Hukum perdata Islam sangat penting bagi umat Muslim, karena membantu mereka mengatur kehidupan pribadi atau keluarga sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, pengadilan agama dan lembaga terkait di Indonesia bertugas untuk memastikan bahwa hukum perdata Islam diterapkan dengan adil dan sesuai dengan ajaran agama Islam.

2. PRINSIP PERKAWINAN DALAM UU NO 1 TAHUN 1974 DAN KHI?

*Prinsip Perkawinan UU No.1 tahun 1974:
(1). Prinsip kebebasan memilih pasangan atau jodoh yang tepat
Kebebasan perempuan dalam memilih pasangan sesuai dengan yang diharapkannya, tidak dimaknai tanpa harus seizin dan ridho wali. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perkawinan akan lebih
sempurna jika kebebasan tersebut dalam waktu yang bersamaan juga diharapkan "memuaskan" (diridhoi dan direstui) oleh orang tua (wali) sebagai pihak yang mengakadkan dirinya dengan calon suami.
(2). Prinsip mengawali dengan khitbah (Peminangan)
Pengertian peminangan sendiri juga tidak
diberikan spesifik didalam ketentuan peminangan, hanya saja peminangan
dilakukan bagi mereka yang hendak mencari pasangan kawin. Pengertiannya
sendiri dapat disimpulkan sebagai upaya yang dilakukan oleh seorang laki-laki
atau perempuan kearah terjadinya hubungan perjodohan dengan cara yang baik.
(3). Prinsip menghindari larangan dalam perkawinan
Menghindari sesuatu yang dilarang didalam perkawinan adalah prinsipyang mutlak. Adapun larangan yang timbul didalam perkawinan adalah tidaksemua pria dapat mengawini seluruh wanita yang disukainya, ada sebab tertentu dimana perkawinan itu dilarang.
(4). Monogami dan Poligami
Monogami artinya seorang kawin dengan satu istri, sedangkan poligami
artinya seorang laki-aki mempunyai lebih dari satu istri. Dan sebaliknya
seorang wanita yang mempunyai lebih dari seorang suami disebut "poliandri",
Islam membolehkan kawin poligami, tetapi membatasi jumlahnya tidak lebih
dari empat dan dengan syarat harus berlaku adil.
(5). Suami sebagai penanggung jawab umum dalam rumah tangga
Dalam hukum Islam, tidak selamanya wanita dan pria mempunyai hak
dan kewajiban yang sama, adakalanya wanita lebih besar hak dan
kewajibannya dari pria dan adakalanya pria lebih besar hak dan kewajibannya
dari wanita. Apabila seorang wanita dan pria melakukan perkawinan maka
masing-masing tetap membawa hak dan kewajibannya sebagai mukallaf,
tetapi dalam perkawinan itu masing-masing merelakan sebagian haknya dan
menanggung kewajiban baru, disamping mendapatkan hak-hak baru dari
masing-masing pihak.

*Prinsip Perkawinan menurut KHI:
(1). Adanya persetujuan atau suka rela dari kedua mempelai
(2). Larangan kawin karena pertalian nasab, pertalian kerabat semenda, pertalian
persesusuan
(3). Terpenuhinya rukun dan syarat perkawinan
(4). Tujuan perkawinan mewujudkan kehidupan rumh tangga sakinah mawaddah wa
rahmah
(5). Hak dan kewajiban suami istri seimbang.

3. PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN DAN DAMPAK YANG TERJADI BILA TIDAK DICATATKAN MENURUT ASPEK SOSIOLOGIS, RELIGIUS, DAN YURIDIS!

Pencatatan pernikahan merupakan hal yang sangat penting karena memberikan kepastian hukum bagi pasangan yang menikah. Dengan adanya pencatatan pernikahan, maka pasangan yang menikah akan mendapatkan hak-hak dan kewajiban yang diakui oleh negara, seperti hak waris, hak asuransi, hak kepemilikan aset bersama, serta kewajiban membayar pajak.

Selain itu, pencatatan pernikahan juga sangat penting dalam mengatasi masalah administrasi kependudukan. Dalam pencatatan kependudukan, pasangan yang menikah akan tercatat sebagai suami-istri dan dapat mendaftarkan diri sebagai kepala keluarga. Hal ini akan memudahkan dalam pengurusan dokumen dan pelayanan publik lainnya.

Namun, dampak yang terjadi bila pernikahan tidak dicatatkan secara luas sangat berpotensi merugikan pasangan yang menikah. Tanpa adanya pencatatan, maka hak-hak dan kewajiban pasangan tidak diakui oleh negara dan berpotensi tidak diakui oleh masyarakat. Selain itu, pasangan juga tidak dapat menikmati manfaat asuransi, hak waris, dan hak-hak lainnya.

Dampak yang terjadi:

* Secara sosiologis, pencatatan pernikahan mencerminkan adanya kesepakatan sosial dalam sebuah masyarakat. Pencatatan pernikahan juga menunjukkan bahwa pasangan tersebut tidak hanya menunjukkan cinta dan kasih sayang satu sama lain, tetapi juga menunjukkan tanggung jawab terhadap keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini, pencatatan pernikahan menjadi salah satu bentuk penerapan nilai-nilai sosial dalam sebuah masyarakat.

* Dari segi religius, pencatatan pernikahan adalah sebuah ritual yang dipercayai akan menjamin keberkahan dan keberlangsungan hubungan tersebut di hadapan Tuhan. Pencatatan pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang dijalani oleh pasangan yang mengikuti ajaran agama masing-masing.

* Sedangkan dari segi yuridis, pencatatan pernikahan mempunyai makna yang sangat penting karena terkait dengan keabsahan status hukum dari pasangan tersebut. Dalam hal ini, pencatatan pernikahan diperlukan untuk menjamin hak dan kewajiban pasangan serta perlindungan hukum terhadap hubungan tersebut.

4. PENDAPAT ULAMA DAN KHI TENTANG PERKAWINAN WANITA HAMIL!

* Menurut KHI
Pasal 53 KHI tidak memberikan sanksi atau hukuman bagi pezina, tetapi menawarkan penyelesaian perkawinan yang dikandung zina dengan segera. Sedangkan hukuman zina telah dijelaskan dalam fiqh, antara lain:
jika pezina menikah (zina muhsan), hukumannya adalah cambuk seratus dan kemudian rajam. Bagi pezina yang belum menikah (Zina Ghairu Muhsan) hukumannya adalah cambuk 100 kali dan kemudian diasingkan ke tempat lain selama satu tahun.
Namun ketentuan Pasal53 KHI tersebut secara logis dapat dibenarkan dan dapat dijadikan landasan hukum. diterapkan dalam tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. kemampuan Perkawinan dengan wanita hamil menurut ketentuan Pasal 53 KHI secara tegas dibatasi untuk pernikahan dengan laki-laki yang menghamilinya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam An-Nur ayat 3 yang artinya: "Laki-laki yang berzina tidak menikah kecuali wanita yang berzina atau wanita yang musyrik. berzina adalah pezina atau laki-laki musyrik dan itu diharamkan bagi manusia.

*Menurut Para Ulama
a. Imam Hanafi dan Imam Syafii
Seorang wanita yang hamil karena perzinahan dapat menikahi wanita tersebut atau pria lain. Menurut pendapat Imam Hanafi sebagai berikut: "Wanita yang hamil karena zina tidak iddah, bahkan dia boleh menikah dengannya, tetapi dia tidak boleh bersetubuh sebelum dia melahirkan."
Seperti yang dikatakan Imam Syafi'i:
"Seks akibat zina tidak sah, wanita yang hamil akibat zina boleh menikah bahkan berhubungan seks dalam keadaan hamil".
Oleh karena itu, perempuan zina tidak tunduk pada ketentuan Undang-Undang Perkawinan. Karena iddah memutuskan bahwa dalam pernikahan yang sah hanya sperma dalam rahim wanita yang dihargai. Air mani dari seks di luar nikah tidak didefinisikan secara hukum.
Mereka menyimpulkan dengan Al-Quran dalam Surah An-Nur, ayat 3: "Seorang laki-laki yang berzina hanya menikah dengan seorang pezina atau musyrik; dan seorang wanita yang berzina hanya menikah dengan seorang pezina atau musyrik".
Menurut Imam Hanafi, sementara wanita hamil boleh menikah dengan pria, dia tidak boleh melakukan hubungan seksual sampai bayinya lahir di dalam kandungan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya:
Jangan berhubungan seks dengan wanita hamil sampai Anda melahirkan.
Menurut Imam Syafi' perkawinan wanita hamil dapat terjadi, dia juga dapat melakukan hubungan seksual dengannya, hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya "Karena dia adalah pengantinnya karena kamu memintanya halal. status. untuk mendapatkannya ketika anak itu adalah hambamu "...
Menurut pengamatan Imam Syafii, jika seorang wanita hamil melalui hubungan seks di luar nikah, jika ia menikah dengan laki-laki, maka kehamilan tersebut tidak akan mempengaruhi pernikahannya.
Jika memperhatikan pendapat Imam Hanafi, meskipun wanita hamil boleh menikah dengan laki-laki, namun ia dilarang melakukan hubungan seksual. Melarang wanita hamil melakukan hubungan seksual dengan pria beristri berarti kehamilannya mengganggu kelangsungan kehidupan rumah tangganya, sebagaimana layaknya pria beristri.

b. Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal
Seorang wanita yang hamil karena perzinahan laki-laki lain tidak dapat dinikahi sampai dia melahirkan seorang anak.
Menurut Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal, keadaan yang sama berlaku bagi mereka yang menikah dalam bentuk zina atau pernikahan yang diragukan, dalam hal ini mereka harus bersuci bersamaan dengan iddah. Untuk mendukung pendapat mereka, mereka mengutip alasan dari kata-kata Nabi. muhammad SAW artinya :
"Tidak halal laki-laki yang beriman kepada Tuhan dan akhirat memercikkan air (spermanya) pada orang lain, yaitu tawanan yang hamil di penangkaran, tidak halal laki-laki yang beriman kepada Tuhan dan akhirat mengumpulkan perempuan. tawanan perang sampai dia merayakan Istibra' - adalah (iddah) periode. Mereka juga membenarkan sabda Nabi Muhammad SAW lainnya:
"Jangan bersetubuh dengan wanita hamil sampai dia melahirkan, dan dengan wanita yang tidak hamil sampai dia datang bulan."
Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal menarik kesimpulan dari keduanya. Hadits mengatakan bahwa wanita hamil tidak boleh menikah karena dia membutuhkan iddah. Mereka berlaku secara universal, termasuk wanita hamil dari perkawinan yang sah serta wanita hamil akibat perzinahan.
Penetapan pelarangan nikah bagi wanita hamil didasarkan pada pendapat mereka, dengan kata lain wanita yang hamil karena zina tetap memiliki iddah, sehingga wanita hamil tidak dapat menikah sebelum melahirkan anak. Isi. Oleh karena itu, wanita hamil tidak diperbolehkan untuk menikah.
Padahal, menurut Imam Ahmad bin Hambal, seorang wanita yang hamil karena zina harus bertaubat sebelum dia dapat menikah dengan pria yang menikahinya. Pendapat kedua imam tersebut dapat dipahami untuk menghindari kerancuan anak, yaitu anak yang memiliki anak dan anak yang dinikahi ibunya.

Oleh karena itu, Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal pada umumnya menerapkan iddah bagi wanita hamil, baik kehamilan itu hasil perkawinan yang sah atau kehamilan hasil hubungan seksual di luar nikah. Dengan demikian, pernikahan wanita hamil dilarang.

5. YANG DILAKUKAN UNTUK MENGHINDARI PERCERAIAN!

(1). Dalam Perkawinan harus Mempunyai tujuan dan prinsip yang jelas: setiap pasangan harus menentukan tujuan dan prinsip yang jelas dalam keluarga. Tujuan yang jelas dapat membantu pasangan untuk fokus pada hal-hal yang penting dan meminimalkan konflik yang tidak perlu. Prinsip yang jelas juga dapat membantu pasangan dalam membuat keputusan yang tepat.

(2). Membuat perencanaan keuangan yang matang, setiap pasangan perlu membuat perencanaan keuangan yang matang. Ini meliputi mengatur anggaran, menabung untuk keperluan mendatang, dan menghindari hutang yang tidak perlu.

(3). Menjaga komunikasi yang baik, Komunikasi yang baik antara pasangan sangat penting dalam keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam. Antar pasangan perlu belajar untuk mendengarkan dan memahami satu sama lain, serta menyelesaikan masalah dengan cara yang baik dan islami.

(4). Memperhatikan hak dan kewajiban dalam keluarga, jadi setiap pasangan perlu memperhatikan hak dan kewajiban masing-masing dalam keluarga. Ini meliputi hak dan kewajiban sebagai suami atau istri, hak dan kewajiban sebagai orang tua, dan hak dan kewajiban sebagai anggota keluarga yang lain.

(5). Menghindari hal-hal yang bertentangan dengan hukum agama Islam, setiap pasangan perlu menghindari hal-hal yang bertentangan dengan hukum agama Islam dalam berkeluarga. Ini meliputi menghindari hubungan di luar pernikahan, menghindari alkohol dan narkoba, dan menghindari perilaku yang merusak hubungan dengan Allah SWT.

6. JUDUL BUKU, NAMA PENGARANG, DAN KESIMPULAN DAN INSPIRASI DARI BOOK REVIEW!

Judul: Hukum Pernikahan Melalui
Media Elektronik (Studi Fiqh
Kontemporer melalui
Pendekatan Istilah)

Penulis:  Dr. Edi Suwanto, Lc. M.Pd

Kesimpulan Buku:
* Proses pernikahan jarak jauh melalui media elektronik adalah pernikahan dengan
menggunakan telepon rumah, telepon genggam maupun teleconference, dengan adanya saksi dan para pihak yang terlibat. Disyaratkan, lokasi pernikahan adalah dikantor pemerintahan yang berwenang atau dihadiri oleh petugas pemerintah yang memiliki wewenang untuk mencatat pernikahan. Setelah proses ijab-kabul selesai, dilakukan pencatatan oleh petugas yang berwenang dan menyerahkan mahar, baik secara tunai atau ditunda.

* Media elektonik yang dapat digunakan untuk menyelenggarakan pernikahan jarak jauh dapat melalui media yang hanya menghasilkan suara saja seperti telepon rumah dan telepon genggam, atau menghasilkan suara dan gambar sekaligus, seperti video phone.

* Hukum akad nikah melalui media elektronik adalah sah jika ditinjau dengan pendekatan
istilah. Karena pada dasarnya agama islam selalu mengaitkan syariat dengan maqasid alsyariah yaitu terwujudnya maslahat untuk masyarakat. Pernikahan jarak jauh melalui
media elektronik, paling kurang telah memenuhi kebutuhan sekunder yaitu terwujudnya
kemudahan dan keringanan yang dirasakan oleh masyarakat.

Inspirasi: Hal yang dapat saya pelajari setelah membaca buku ini adalah saya jadi mengetahui bagaimana hukum menikah melalui media elektronik dan bagaimana mekanisme pernikahan jarak jauh di lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun