Ulangan Tengah Semester
HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA
Nama: Anggun Dwi Pramesti
NIM: 212121106
Kelas: HKI 4C
1. PENGERTIAN HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA!
Hukum Perdata Islam di Indonesia adalah sebagian dari hukum islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum positif dalam tata hukum Indonesia yang isinya sebagaian dari lingkup muamalah, bagian hukum islam ini menjadi hukum positif berdasarkan karena ditunjuk oleh peraturan perundang undangan sebagian hukum islam yang berlaku secara hukum positif di dalam tata hukum Indonesia yang berisi sebagian ruang lingkup muamalah karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan. Ruang lingkup muamalah sendiri dalam fiqh yaitu ketentuan atau hukum islam yang mengatur hubungan perorangan dengan perorangan.Â
Sehingga, di dalam hukum perdata islam mengambil nilai-nilai dalam hukum perkawinan, perceraian, waris, wasiat, hibah, wakaf. Akan tetapi, secara khusus hukum perdata islam juga hukum yang mengatur tentang hal yang berkaitan dengan hukum bisnis islam, seperti jual-beli, utang-piutang, sewa-menyewa, upah-mengupah, syirkah/serikat, mudharabah, muzara`ah, mukhabarah, dan lainnya.Â
Hukum perdata Islam di Indonesia sangat penting bagi umat Muslim yang ingin mengatur kehidupan pribadi dan keluarga mereka sesuai dengan ajaran Islam. Pengadilan agama dan berbagai lembaga terkait di Indonesia bertugas untuk memastikan bahwa hukum perdata Islam di Indonesia diterapkan dengan adil dan sesuai dengan ajaran agama Islam. Di Indonesia, hukum perdata Islam diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan beberapa undang-undang terkait lainnya, seperti Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama.
Hukum perdata Islam sangat penting bagi umat Muslim, karena membantu mereka mengatur kehidupan pribadi atau keluarga sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, pengadilan agama dan lembaga terkait di Indonesia bertugas untuk memastikan bahwa hukum perdata Islam diterapkan dengan adil dan sesuai dengan ajaran agama Islam.
2. PRINSIP PERKAWINAN DALAM UU NO 1 TAHUN 1974 DAN KHI?
*Prinsip Perkawinan UU No.1 tahun 1974:
(1). Prinsip kebebasan memilih pasangan atau jodoh yang tepat
Kebebasan perempuan dalam memilih pasangan sesuai dengan yang diharapkannya, tidak dimaknai tanpa harus seizin dan ridho wali. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perkawinan akan lebih
sempurna jika kebebasan tersebut dalam waktu yang bersamaan juga diharapkan "memuaskan" (diridhoi dan direstui) oleh orang tua (wali) sebagai pihak yang mengakadkan dirinya dengan calon suami.
(2). Prinsip mengawali dengan khitbah (Peminangan)
Pengertian peminangan sendiri juga tidak
diberikan spesifik didalam ketentuan peminangan, hanya saja peminangan
dilakukan bagi mereka yang hendak mencari pasangan kawin. Pengertiannya
sendiri dapat disimpulkan sebagai upaya yang dilakukan oleh seorang laki-laki
atau perempuan kearah terjadinya hubungan perjodohan dengan cara yang baik.
(3). Prinsip menghindari larangan dalam perkawinan
Menghindari sesuatu yang dilarang didalam perkawinan adalah prinsipyang mutlak. Adapun larangan yang timbul didalam perkawinan adalah tidaksemua pria dapat mengawini seluruh wanita yang disukainya, ada sebab tertentu dimana perkawinan itu dilarang.
(4). Monogami dan Poligami
Monogami artinya seorang kawin dengan satu istri, sedangkan poligami
artinya seorang laki-aki mempunyai lebih dari satu istri. Dan sebaliknya
seorang wanita yang mempunyai lebih dari seorang suami disebut "poliandri",
Islam membolehkan kawin poligami, tetapi membatasi jumlahnya tidak lebih
dari empat dan dengan syarat harus berlaku adil.
(5). Suami sebagai penanggung jawab umum dalam rumah tangga
Dalam hukum Islam, tidak selamanya wanita dan pria mempunyai hak
dan kewajiban yang sama, adakalanya wanita lebih besar hak dan
kewajibannya dari pria dan adakalanya pria lebih besar hak dan kewajibannya
dari wanita. Apabila seorang wanita dan pria melakukan perkawinan maka
masing-masing tetap membawa hak dan kewajibannya sebagai mukallaf,
tetapi dalam perkawinan itu masing-masing merelakan sebagian haknya dan
menanggung kewajiban baru, disamping mendapatkan hak-hak baru dari
masing-masing pihak.
*Prinsip Perkawinan menurut KHI:
(1). Adanya persetujuan atau suka rela dari kedua mempelai
(2). Larangan kawin karena pertalian nasab, pertalian kerabat semenda, pertalian
persesusuan
(3). Terpenuhinya rukun dan syarat perkawinan
(4). Tujuan perkawinan mewujudkan kehidupan rumh tangga sakinah mawaddah wa
rahmah
(5). Hak dan kewajiban suami istri seimbang.
3. PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN DAN DAMPAK YANG TERJADI BILA TIDAK DICATATKAN MENURUT ASPEK SOSIOLOGIS, RELIGIUS, DAN YURIDIS!