Mohon tunggu...
Anggraini Fadillah
Anggraini Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - student at riau islamic university | content writer | host podcast

hi, i am anggraini fadillah. thank you for agreeing to read the article here ✨

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Bumbu Instan

29 Mei 2024   15:16 Diperbarui: 29 Mei 2024   17:04 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Masakan yang enak, tercipta dari bumbu yang berkualitas

Bawang merah yang membuat mata pedih

Kunyit yang memberikan bekas kuning di tangan

Begitu juga, lengkuas yang kalau ke gigit selalu disalahkan

***

Kenapa, perlu repot meraciknya, kan sudah ada bumbu instan?

Bumbu instan itu tidak membuat seseorang jatuh cinta kepada masakan

Jadi, bumbu instan tidak memudahkan orang-orang untuk memasak enak?

Bukan hanya cinta tapi juga cita rasa ketika berada pada sebuah proses membuatnya

***

Kita pasti rela menghabiskan waktu untuk sesuatu yang kita cintai

Untuk memasak sesuatu dengan cinta dan memberikan porsi terbaik

Tidak juga salah tercipta bumbu instan yang orang-orang gunakan

Jadi, pilihanku tetap untuk meracik sendiri masakanku

***

Rempah-rempah yang aku gunakan adalah bahan bakar untuk membuat masakan enak

Bila kurasa sudah cukup enak maka akan aku cukupkan racikannya

Tidak ingin berlebihan karena yang mau mencicipi masakanku pasti tetap akan senang dengan rasanya

Bila orang lain ada yang tidak senang dengan rasanya

Aku tidak akan menuntut diriku, menyenangkan lidah orang lain

***

Puisi ini tercipta dari aku yang terinspirasi konten-konten seorang Content Creator Tik Tok yaitu Kak Sara Tobing yang baru-baru kali ini menganalogikan rempah-rempah seperti bawang merah, kunyit, lengkuas dan beberapa rempah-rempah lainnya dengan sebuah makna dan sesuatu yang bisa diambil pelajarannya dari rempah-rempah tersebut, itu keren dan benar-benar menginspirasi aku untuk buat puisi ini.

Hingga, akhirnya aku membuat puisi ini tentang sesuatu yang kita buat menjadi masakan itu perlu namanya proses untuk membuatnya. Memang, sekarang sudah tersedia bumbu instan yang memudahkan kita untuk memasak makanan yang enak. Takarannya sudah diatur dan rempah-rempah yang kita inginkan juga sudah diracik dalam bentuk kemasan dan tentu kita tinggal menuangkannya ke dalam masakan yang kita buat.

Tapi, setiap orang punya pilihan untuk memilih menggunakan bumbu racikan tangan sendiri atau bumbu instan yang sudah ada dan tersedia saat ini. Beberapa orang tentu akan memilih untuk tetap meracik sendiri masakan yang akan dibuatnya. Menggunakan rempah-rempah yang bisa dipilih untuk akhirnya memadupadankan racikan tersebut dalam sebuah masakan untuk mendapatkan makanan yang enak dan beraroma menggiurkan.

Jadi, makna apa yang bisa kita ambil dari puisi ini yaitu bahwa setiap orang punya pilihannya sendiri untuk menghidangkan makanan yang enak. Artinya, seseorang punya pilihan untuk memilih menjadi seperti apapun dia dan bumbu instan adalah bentuk analogi dari privilege seseorang untuk menghidangkan makanan yang enak yang artinya setiap orang berhak menjadikan dirinya seperti apapun yang dia mau.

Bumbu instan itu dimaksudkan sebagai analogi dari privilege seseorang yang memang sudah tersedia akan tetapi bumbu instan akan membuat seseorang bergantung untuk membuat masakan yang enak. Tentu, porsi rasanya akan sama dengan orang-orang yang menggunakan bumbu instan lainnya, rasanya enak tapi tidak ada pembeda antara masakan kamu dan masakan dia karena memang yang digunakan adalah bumbu instan.

Jadi, orang-orang yang memilih meracik sendiri masakannya dengan rempah-rempah yang ada dan tidak menggunakan bumbu instan bukan berarti mereka adalah orang-orang yang berlebihan atau merasa tidak membutuhkan bumbu instan. Akan tetapi, ia percaya bahwa kualitas masakan itu akan menjadi enak, unik dan menggiurkan, ketika kita benar-benar mengolah, meracik dan membuat masakan menjadi enak itu, dengan proses dalam membuatnya.

Rempah-rempah itu analogi dari potensi kita. Jadi, ketika sebenarnya kita sudah memiliki bakat dan minat, tentu tinggal bagaimana kita menjadikan diri kita untuk tercipta menjadi sesuatu yang tidak bisa dipandang sepele, tidak bisa dipandang remeh, karena kita adalah masakan yang enak, unik dan beda dari yang lain, yang pastinya tidak hanya tampilan yang menggiurkan tapi juga rasanya juga tidak kalah menggiurkan dan mengenyangkan perut sehingga ketika orang-orang menikmati masakan kita mereka akan menemukan satu titik pembeda masakan kita dengan masakan orang lain. Nilai itu yang akan resep masakan yang membuat orang lain merasa bisa membedakan karena kita tahu persis, bagaimana susah payahnya meracik masakan itu menjadi enak dan bisa dinikmati setiap orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun