Kesedihan hanya angin lalu, baginya kau  sudah tidak lagi berharga
Seperti dulu saat aku membangga-banggakanmu
***
Pelajaran besar dalam hidupku
Bila sudah berdarah-darah, tidak usah manja untuk meminta pertolongan
Kebaikan yang diberi, dituntut untuk dibalas
Bangkitlah sendiri walaupun sudah pincang
***
Puisi ini menggambarkan seseorang perempuan yang bisa menyeimbangkan antara perasaan dan logikanya. Benar ia merasakan bahwa cinta itu buta tapi karena ia selalu berpegang teguh pada ilmu dan nilai-nilai yang selalu ia tanamkan sebagai prinsip hidupnya maka ketika ada permasalahan dalam hubungannya dan itu membuat harga dirinya sebagai perempuan seperti pengemis maka tinggal menunggu waktu dia akan meninggalkan pasangannya.
Sebagai perempuan kita selalu dituntut untuk patuh dan tunduk kepada pasangan kita yang memang benar dia yang memimpin dan menghandle jalannya hubungan namun apakah ketika perempuan memiliki pendapat dan opininya sendiri tentang laki-lakinya yang salah dalam memperlakukannya itu dianggap bentuk perlawanan dan dilabeli pembangkang terhadap pasangan sendiri?
Maka, sangat bisa dibenarkan bila seorang perempuan yang memiliki kecantikan dan kecerdasan itu akan sangat sulit menemukan pasangan yang benar-benar tepat kalau laki-lakinya tidak bisa paham bagaimana perempuan tersebut. Ia sama dengan perempuan lain di luar sana yang akan selalu memberikan rasa sayang dan cinta terhadap pasangannya dengan sebesar-besarnya yang ia miliki namun ketika pasangannya tidak menghargainya maka di situlah tidak akan ditemukan perempuan tersebut seperti pengemis cinta dari seorang laki-laki.