Suatu sore sekitar pukul 18.00 WIB seorang wanita setengah baya yang mengendarai sebuah mobil berteriak dari belakang angkot yang saya tumpangi "Woi, angkot jalan lu, udah tau macet.". Tak lama sang pengemudi angkot pun berteriak "Lu dari atas aja kalau mau cepat." Sejujurnya perkataan yang seperti ini sudah sering terdengar di telinga dan bukanlah hal yang tabu lagi untuk di dengar di Ibukota.
Semenjak menginjakkan kaki di Jakarta sekitar 14 tahun silam, membuat saya terus belajar bagaimana cara meredam emosi di tengah-tengah masyarakat yang stress dampak dari kemacetan. Di tahun pertama saat saya bekerja di tempatkan di daerah Kalibata-Jakarta Selatan. Kemacetan panjang mulai terasa dari Pasar Minggu sampai Pancoran, betapa sadisnya Bus yang ditumpangi berjalan layaknya siput. Terik matahari yang mulai menyinari bumi seolah-olah tidak berkompromi dengan penumpang bus yang mulai mengipas-ngipas sambil mengendurkan kerah baju. Â
Klakson panjang selalu terdengar dari sisi kanan dan kiri bus. Belum lagi kalau lampu merah di persimpangan jalan yang rusak, alhasil banyak mobil menumpuk di persimpangan jalan. Sejujurnya jalan panjang yang penuh kemacetan ini membuat tertekan batin. Lagi-lagi harus pindah kost agar lebih dekat ke tempat kerja kalau bisa terhindar dari kemacetan panjang.
Dua tahun kemudian, saya kembali di terima di sebuah perusahaan yang berada di Kuningan. Hal berat kembali dihadapi setiap hari yaitu dengan lautan mobil, bus, motor di sepanjang jalan. Belum lagi dalam satu bus baik umum maupun transjakarta penuh dengan masyarakat. Mirisnya, untuk mengantri Transjakarta saja pernah mengular sehingga sampai ke jalan raya. Fenomena ini sebenarnya tidak wajar, namun karena sudah berlangsung bertahun-tahun masyarakat Jakarta menganggap ini menjadi hal yang biasa. Padahal dibalik kemacetan tersebut jiwa dari masyarakat pekerja khususnya sudah terganggu baik emosional, psikologis, saling mendahulukan sudah pudar. Seolah-olah masyarakat Jakarta sudah menjadi egois dan mulai setengah 'gila' dengan ganggung-gangguan mental akibat kemacetan.
Suatu kali seorang teman kantor pernah ijin tidak masuk kerja pada hari Senin dikarenakan tidak sanggup menghadapi kemacetan Jakarta. Bayangkan saja, dia bertempat tinggal di Jakarta Utara dan bekerja di Jakarta Selatan, betapa banyaknya kesabaran yang harus dimiliki untuk melalui jalanan yang sangat panjang ketika macet menghampiri.
Menurut www.katadata.co.id bahwa Jakarta merupakan peringkat ketiga kota dengan waktu terlama terjebak macet di jalan di dunia. Di samping itu, Jakarta juga mendapatkan peringkat ketujuh dengan lalu lintas terburuk di dunia. Betapa ironisnya, ketika Ibukota Indonesia memiliki peringkat yang buruk di mata dunia khususnya dalam hal kemacetan dan lalu lintas.
Kemacetan terus hadir di Jakarta, kalau menurut saya poin utama penyebab kemacetan adalah banyaknya mobil yang 'berkeliaran' di Jakarta. Mulai dari mobil tahun 70-an sampai mobil keluaran terbaru. Belum lagi bus dari tahun 'jebot' sampai bus Transjakarta yang super kinclong serta ribuan bahkan jutaan motor yang setiap hari melintas di Jakarta. Jadi, tak aneh selain macet, lahan parkir di Jakarta pun semakin langka. Untuk itu, kalau tidak dari sekarang diberikan solusi maka Jakarta akan terus mengalami kemacetan dan lama-kelamaan seluruh warga Jakarta akan menjadi stress dan 'gila' beneran.
RIDE SHARINGÂ SOLUSI KEMACETAN JAKARTA
Kemacetan yang tak lagi terbendung menyadarkan sebagian kecil masyarakat mengurangi kendaraan pribadi masuk ke Jakarta. Seperti contoh seorang teman yang berada di Depok saat akan melintas ke daerah kuningan maka akan memberi tumpangan kepada pekerja di sepanjang jalur Pasar Minggu -- Kuningan. Alhasil, karyawan lain yang biasanya membawa mobil menjadi berkurang. Hal ini merupakan cara sederhana yang tentunya sangat membantu mengurai kemacetan di Jakarta. Bayangkan ketika banyak orang berpikiran hal tersebut.
Nah, terkadang kegiatan seperti ride sharing dibutuhkan teknologi yang mengakomodir seluruh masyarakat yang mengais rezeki di Jakarta untuk dapat mengakses mobil mana yang dapat ditumpangi secara bersama-sama. Berharapnya di beberapa tahun ke depan Jakarta muncul sebagai kota pintar dengan smart transportation. Di mana hadir transportasi yang lebih murah, efisien dan aman.