Mohon tunggu...
Arda Sitepu
Arda Sitepu Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer Email : anggraini.arda@gmail.com. Blog : https://www.ardasitepu.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hindari SMS, Wujudkan Generasi BBM & Line di Instagram

10 September 2016   21:36 Diperbarui: 10 September 2016   22:00 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belajar dari iklan di atas bahwa saat terlahir ke dunia, tidak ada satupun di antara kita yang dapat memilih siapa orang tua/keluarganya. Terlahir di suku apa, agama apa, pekerjaan orang tua kita apa bahkan saat kita lahir di Indonesia dengan keragamannya, itu semua hak penuh dari Sang Pencipta.

Semua yang dikaruniakan Sang Pencipta kepada umat manusia adalah baik adanya. Namun, terkadang mulut dan pemikiran manusia merusak hal indah tersebut. Seharusnya, keragaman yang diciptakan menjadi pemersatu yang indah.

Sedari kecil, seorang anak terlahir dengan kesucian dan kepolosan. Berjalannya pertumbuhan dan perkembangan, anak mulai dibentuk oleh lingkungan. Keluarga adalah lingkungan pertama bagi si anak untuk mengetahui banyak hal tentang yang baik dan buruk.

Celakanya, terdapat keluarga yang mencekoki anak dengan kebencian terhadap agama, suku, ras, dan golongan tertentu. Pelajaran kebencian ini mulai terlihat dari cara keluarga menilai suatu agama dari keburukannya dan membanding-bandingkan dengan agama yang dianut. Waktu terus berjalan, alhasil sang anak benar-benar terbentuk karakter untuk tidak menyukai agama, suku, ras dan golongan tertentu. Belum lagi lingkungan luar yang membenarkan hal ini sebagai pupuk yang subur di pikiran sang anak.

Coba kembali ke iklan Djoko, Achong dan Sitorus. Djoko mewakili Suku Jawa, Achong mewakili etnis Tionghoa dan Sitorus mewakili Suku Batak. Potret kehidupan anak-anak yang digambarkan dari latar belakang yang berbeda ini sungguh sangat indah.

Djoko, Achong, dan Sitorus saling memberi dukungan, masa kecil yang penuh kebahagiaan tanpa diracuni dengan pemikiran bahwa perbedaan adalah petaka. Terlihat, orang tua mereka saling mengasihi, para Ibu duduk dan berkumpul bersama tanpa melihat betapa kontrasnya warna kulit dan jenis rambut mereka.

 [WASPADA PROVOKATOR SOSMED]

Di tahun 90-an, iklan layanan masyarakat ini menjadi sangat populer bahkan mengajarkan banyak hal kepada anak-anak bangsa untuk saling bersatu di tengah keragaman. Namun, sekarang mungkin iklan seperti ini tidak lagi menjadi konsumsi yang menarik perhatian masyarakat Indonesia. 

Di era digital dan online saat ini, rata-rata jari manusia di Indonesia sibuk meng-up date status, download, membaca berita sampai kepada hal-hal yang dianggap tabu untuk diperbincangkan. Maka tak heran, nenek, kakek sampai anak bayi yang baru lahir pun sudah punya akun facebook sendiri.

Pentingnya di mana, ketika anak bayi yang alphabet saja belum dikenalkan oleh orang tuanya, tapi sudah memiliki akun facebook sendiri. Ekstrimnya, ketika saya bertanya kenapa seorang kakek ingin membuat akun facebook di warnet sebelah, maka alasannya adalah biar ketemu teman lama di sosial media. Hmmmmm…

Seperti itulah, bagian kecil efek dari hadirnya sosial media di Indonesia. Jumlah pengguna internet di Indonesia sekitar 88,1 Juta dari sekitar 252 Juta Penduduk Indonesia. Mungkin tahun depan terus meningkat terlebih hadirnya 4G di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun