Mohon tunggu...
anggraeni priyanka
anggraeni priyanka Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa HI 2018

Just do whatever you want

Selanjutnya

Tutup

Politik

Feminisme Arab Spring: Peranan dan Upaya di dalam Arab Spring

23 Juni 2021   16:28 Diperbarui: 23 Juni 2021   16:48 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama dekade terakhir, gerakan sosial yang dipelopori oleh wanita yang disebut sebagai gerakan wanita/feminist telah berhasil memobilisasi seluruh wanita untuk turun ke jalan dan berjuang menemukan martabat, kebebasan, keadilan, kesetaraan hak/gender dan demokrasi. 

Gerakan sosial ini telah menarik perhatian dan meninggalkan kesan bagi masyarakat global, termasuk apa yang terjadi pada Arab Spring dimana para aktivis feminist memanfaatkan momen Arab Spring untuk memperjuangkan hak-hak wanita karena termasuk sebagai salah satu dari isu hak asasi manusia yang lebih luas, kemudian ini yang akan menjadi tanda sejarah baru bagi gerakan feminisme di wilayah ini. 

Diawali dengan peristiwa Arab Spring yang menentang ide-ide lama/rezim menindas/ditaktor dan menentut perubahan diseluruh lapisan masyarakat yang telah mengisyaratkan akan ada perubahan besar yang terjadi di negara-negara Arab yang berawal dari Tunisia. 

Pada bulan Desember 2010, Mohamed Bouazizil seorang pedagang kaki lima membakar dirinya sebagai bentuk protes atas ketidakadilan pemerintahan Tunisia terhadap rakyat Tunisia (FIDH, 2013).

Aksi bakar diri tersebut telah menarik perhatian dunia dan menjadi pemicu awal dari Arab Spring. Revolusi ini telah membawa perubahan politik di Tunisia, Mesir, Libya dan Yaman, kemudian disusul di Suriah, Bahrain dan Sudan yang sedang berlangsung (Khamis, 2017), mengacu pada pengertian gerakan sosial menurut Batliwala (2012) yaitu kumpulan konstituen yang terorganisir yang mengejar agenda politik bersama untuk perubahan melalui aksi kolektif (Maravankin, 2017). 

Tidak hanya itu Arab Spring juga berhasil membawa perubahan pada stereotip tentang perempuan Arab sebelumnya yang digambarkan sebagai kaum tertindas, pasif, dan terasing serta menjadi korban dari budaya konservatif yang didominasi oleh nilai-nilai tradisional Maka dari itu Arab Spring sering kali disebut sebagai awal dari era baru emansipasi wanita di dunia Arab. Dalam artikel ini penulis akan mengangkat topik melihat peranan wanita di dalam Arab Spring dan upayanya untuk memperluas jaringan protes.

Revolusi Arab Spring telah melibatkan partisipasi perempuan dari berbagai kalangan yang berhasil mengejutkan rezim otoriter yang mana mereka berdiri dibarisan terdepan, menjadi garda terdepa revolusi yang siap untuk berkontribusi dalam segala bentuk pemberontakan (aksi demonstrasi) sebagai respon atas ketidakpuasan terhadap status quo (Haleh Esfandiari & Kendra Heideman, 2015), ini juga mengungkapakan peran penting yang dimainkan oleh perempuan didalam Arab Spring. 

Tawakkul Karman adalah seorang jurnalis politik berasal dari Yaman yang dianugerahi Nobel Peace Prize tahun 2011 dan sekarang dikenal sebagai ibu dari revolusi serta simbol bagi seluruh wanita yang turun ke jalan untuk mencari martabat, kebebasan, keadilan, kesetaraan hak dan demokrasi  (Khamis, 2017). 

Karman memainkan peran penting dalam mengorganisir protes dan demonstrasi mahasiswa yang menentang pemerintahan Ali Abdullah Saleh hingga memicu Revolusi Yaman 2011 (UN Cronicle, 2012) dan berhasil membuat Saleh mengundurkan diri dari jabatan presiden. Revolusi Mesir diawali dengan postingan video oleh Aktivis muda bernama Asmaa Mahfouz, didalam video tersebut berisi tentang seruan untuk mendesak warga Mesir memprotes pemerintahan Hosni Mubarak untuk kebebasan, martabat dan hak asasi manusia (European Parliament, 2020). 

Pada 25 Januari 2011, Postingan videonya menjadi viral dan mendapatkan perhatian dari masyarakat luas sehingga memicu Revolusi Mesir tahun 2011. Di Mesir juga ada Nawara Negm yaitu seorang aktivis politik dan blogger yang memainkan peran utama dalam revolusi Mesir baik secara online maupun offline. 

Selama Revolusi 25 Januari, Nawara Negm secara aktif hadir di Tahrir Town Square dan menjadi juru bicara revolusi dihadapan media terutama Al-Jazeera yang dapat menjangkau masyarakat global. 

Negm yang sekaligus seorang aktivis hak asasi manusia mengeluarkan pendapatnya mengenai partisipasi wanita di dalam Arab Spring yang sedang memperjuangkan status dan haknya sebagai manusia dan warga negara, menurutnya hak-hak perempuan harus dikontekstualisasikan kedalam kerangka hak asasi manusia yang lebih luas (Khamis, 2017) karena bagaimanapun juga perempuan/wanita adalah manusia maka isu-isu perempuan tentu saja menjadi bagian dari isu-isu hak asasi manusia. 

Israa Abdel Fattah yaitu aktivis dunia maya, ia mengambil bagian dengan mendirikan gerakan pemuda 6 April yang dikenal sebagai "Facebook Girl" yang berhasil mengumpulkan 10.000 masa untuk hadir ke Tahrir Square (Robbins, 2011). 

Di Tunisia, Saida Sadouni berperan memimpin protes Qasaba yang memaksa Perdana Menteri Mohammed Ghannouci untuk turun dari jabatannya (Malik, 2011) karena usulan dari Ghannouci dianggap telah mengancam emansipasi wanita dan mengembalikan relasi gender ke patriarki (Voorhoeve, 2015), Saida dibantu dengan Raja bin Slama seorang aktivis feminis terkemuka yang menyerukan untuk menjadikan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai dasar hukum di Tunisa dan dibantu oleh Lina Ben Mhenni seorang blogger yang laporannya mengenai pemberontakan di Tunisia telah membantu mendorong Revolusi Tunisia mendapatkan perhatian internasional (The Irish Times, 2020).

Dalam aksi revolusi dunia Arab, wanita-wanita arab telah mempertegas tekadnya untuk mendapatkan status/martabat, hak, keadilan, kebebasan dan kesataraan gender antara pria dan perempuan yang mana hal tersebut terdengar sangat tidak mungkin terjadi di dunia Arab karena budayanya yang konservatif, namun hal tersebut tidak membuat para aktivis menyerah untuk terus menyerukan hak-hak perempuan, perwakilan politik dan partisipasi setara diseluruh lapisan masyarakat meskipun dalam prosesnya harus menghadapi berbagai tantangan. 

Kehadiran aktivis wanita ditengah-tengah Revolusi Arab Spring membantu wanita untuk memasuki atau terlibat kedalam aktivitas politik dan menciptakan jaringan antara perempuan untuk meningkatkan kesadaran betapa pentingya perjuangan paralel mengenai hak-hak perempuan dan pentingnya perubahan pada relasi gender (Maravankin, 2017). 

Tantangan yang harus dihadapi, seperti di Mesir tidak sedikit dari demonstran kelompok pria, wanita muda dan mahasiswa yang dihadapkan dengan titik kejenuhan atau frustasi untuk melawan ketidakadilan saat memperjuangkan revolusi karena tidak sedikit bagian dari mereka yang dipenjara, disiksa bahkan dibunuh oleh kelompok militer namun di luar prediksi kelompok elit rezim otoriter mengenai perkembangan tekhnologi di era globalisasi yang dapat menghubungkan seluruh dunia dan menjadi sarana untuk protes. 

Para demonstran yang didominasi oleh kelompok wanita dan pria muda, mereka memanfaatkan tekhnologi dan internet untuk saling terhubung dengan dunia luar. Hal tersebut tentunya sangat mengejutkan para elit rezim dan ketika para elit ingin melakukan pemblokiran namun masyarakat jauh lebih pintar untuk meretas situs. 

Memanfaat Tekhnologi dan Internet telah membantu banyak para demonstran untuk mendapatkan dukungan dan massa lebih banyak bahkan perhatian dari dunia internasional. Internet dan Tekhnologi yang membantu mereka untuk mendapatkan banyak informasi untuk memberdayakan mereka dan terhubung dengan aktivis serta organisasi perempuan lainnya di luar kawasan ini. 

Sebelum adanya gerakan revolusi ini, tingkah laku dan interaksi sosial perempuan ditengah budaya konservatif sangat diatur oleh pihak keluarga dan masyarakat (Stheiwi, 2011) serta tidak adanya kebebasan aspirasi bagi perempuan Arab. 

Namun dengan adanya perkembangan Internet dan Tekhnologi didukung dengan momen yang tepat yaitu Revolusi Arab Spring yang juga menentang rezim lama (korup, otoriter, tidak menghargai hak, esen sehingga memungkinkan kaum perempuan untuk mengubah kontrol sosial didalam budaya konservatif yang sangat merugikan. 

Sosial Media sebagai bentuk manifestasi dari Revolusi Informasi telah memberikan peran penting bagi perempuan-perempuan Arab dalam menyampaikan aspirasinya. Seperti di Tunisia, pada bulan Desember 2010, Lina Ben Mhenni blogger Tunisia yang menggunakan bloggernya untuk memberi tahu dunia tentang pemberontakan di Tunisia. 

Lina terus menulis di blognya apa yang sedang terjadi di Tunisia walaupun sedang di terror dan terancam. Tekad ini sebagai bentuk kelanjutan dari perjuangan Saida Sadouni yang berhasil menggulingkan pemerintahan sementara Mohamed Ghannouchi dan terus menggaungkan narasi yang ingin membangun kembali Tunisia menjadi lebih demokrasi. 

Kemudian ada Revolusi Jasmine di Tunisia yang juga memanfaatkan media untuk memicu protes lebih besar dan Leila Ben Ali berbicara dengan banyak media tentang dukungannya atas kesataraan gender dalam politik serta menegaskan kembali status wanita yang telah hilang selama rezim otoriter (kebijakan yang merugikan kaum wanita Arab). 

Sesungguhnya Tunisia telah menerapkan kesataraan gender sejak kemerdakaannya pada tahun 1956 namun pengkhiatan revolusi sebelumnya terhadap perempuan tidak terhindarkan, hal ini yang mendorong mereka untuk melakukan revolusi "Arab Spring" pada akhir tahun 2010. 

Hal ini telah menjelaskan bahwa peranan dan partisipasi wanita atau aktivitas politik wanita Arab yang produktif baik secara offline maupun online selama Arab Spring berlangsung telah memberikan kontribusi babak baru bagi sejarah Feminisme di Arab dan mereka juga telah menemukan jalan menuju kebebasan melalui Revolusi Arab Spring jadi dapat dikatakan bahwa Feminisme Arab Spring berjalan dengan baik.

Referensi

European Parliament, 2020. Asma Mahfous-2011 "Arab Spring:, Egypt. [Online]
Available at: https://www.europarl.europa.eu/sakharovprize/en/asmaa-mahfouz-2011-arab-spring-egypt/products-details/20200331CAN54200
[Accessed 23 June 2021].

FIDH, 2013. Women and the Arab Spring: Taking their place?. [Online]
Available at: https://www.fidh.org/en/region/north-africa-middle-east/11408-women-and-the-arab- spring-taking-their-place
[Accessed 22 June 2021].

Haleh Esfandiari & Kendra Heideman, 2015. The Role and Status of Women after The Arab Uprising. IEMed. Mediterranean Yearbook: Strategics Sectors , Issue Culture & Society, pp. 1-4.

Khamis, S., 2017. The Feminist Arab?. Feminist Studies, 37(3), pp. 692-695.

Malik, N., 2011. Arab Women Protersters-not free, just figureheads. [Online]
Available at: https://www.theguardian.com/commentisfree/2011/apr/02/arab-women-protesters
[Accessed 23 June 2021].

Maravankin, S., 2017. Arab Feminism in the Arab Spring: Discourses on Solidarity, the Socio-Cultural Revolution, and the Political Revolution in Egypt, Tunisia, and Yemen. Clocks and Clouds, 07(2).

Robbins, S. J., 2011. Esraa Abdel fattah "Facebook Girl": The World-Changer. [Online]
Available at: https://www.glamour.com/story/esraa-abdel-fattah
[Accessed 23 June 2021].

Stheiwi, M., 2011. Arab Women and the Arab Spring: The Revolution within.. [Online]
Available at: https://www.researchgate.net/publication/298684158_Arab_women_and_the_Arab_spring_The_revolution_within
[Accessed 03 April 2021].

The Irish Times, 2020. Lina Ben Mhenni "Tunisian Girl" Blogger and Activist. [Online]
Available at: https://www.irishtimes.com/life-and-style/people/lina-ben-mhenni-tunisian-girl-blogger-and-activist-1.4164680
[Accessed 23 June 2021].

UN Cronicle, 2012. Women and The Arab Spring. [Online]
Available at: https://www.un.org/en/chronicle/article/women-and-arab-spring
[Accessed 23 June 2021].

Voorhoeve, M., 2015. Women's Rights in Tunisia and the Democratic Renegotiation of an Authoritarian Legacy. [Online]
Available at: https://www.researchgate.net/publication/327031134_Women's_Rights_in_Tunisia_and_the_Democratic_Renegotiation_of_an_Authoritarian_Legacy/link/5c2df492299bf12be3ab0633/download
[Accessed 23 June 2021].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun