Gerakan #stayathome adalah langkah awal mengurangi persebaran virus Covid-19. Mau tidak mau masyarakat harus betah di rumah. Berkebun dan merawat tanaman menjadi salah satu alternatif dalam mengisi waktu sejak pandemi Covid-19 melanda tanah air dan dunia. Berupaya menjadikan rumah dan sekitarnya menjadi tempat yang asyik. Tanaman hias bisa jadi pilihan tepat untuk berkebun.
Tanaman hias kini menjadi komoditas stress release atau tanaman pengalih dari stres. Bercengkerama dengan tanaman hias juga menjadi trend diberbagai penjuru tanah air dan dunia. Dari sanalah permintaan tanaman hias meningkat dan menjadi salah satu sektor penyangga ekonomi dalam dua tahun terakhir.
Data Divisi lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) nilai ekspor tanaman hias Indonesia Januari- September 2021 tercatat naik 69,73% secara year on year atau berada di nilai USD 10,77 juta. Dengan tanaman hias dari jenis produk bunga yang mendominasi yaitu 26,92% (Jawa Pos.com, 30/12/2021). Salah satu tanaman hias yang banyak penggemarnya adalah anggrek.
Anggrek digemari masyakarkat karena memiliki keindahan dan keunikan dari bentuk bunga yang dihasilkan. Mulai dari varian warna, ukuran, bentuk, corak, tanduk, lidah dan bibir. Akan menjadi nilai tambah jika anggrek memiliki aroma. Keunikan lain biasanya terletak pada kelangkaan spesies tanaman anggrek. Semakin langka, juga semakin susah perawatannya akan semakin banyak dicari (Direktorat Buah dan Florikultura Kementan RI, 2020).
Tanaman anggrek memiliki nilai penjualan tertinggi selama tahun 2020. Data Statistik Perusahaan Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar 2020 tercatat tanaman anggrek berhasil terjual 1,02 juta pohon. Atau jika dinominalkan sebesar 62,95 milliar Rupiah. Dari data tersebut, Provinsi Jawa Timur menempati urutan produksi terbesar nasional yaitu 36,38% dari produksi nasional di tahun 2020.
Anggrek masih menjadi primadona dalam sub sektor florikultura dan inilah potensi yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Dimana  beberapa ahli botani memperkirakan terdapat 25.000 spesies anggrek di dunia. Dari jumlah tersebut, seperlima ada di Indonesia. (Andiani, 2018). Bahkan di Papua saja terdapat 3.000 spesies yang tersebar di seluruh wilayahnya (Handoyo, 2021).
Alasan lain adalah anggrek termasuk tanaman yang mudah dibudidayakan. Dimana tanaman ini sebagian besar epifit (menumpang tanpa menggangu tanaman inang). Anggrek sangat cocok dibudidayakan untuk kalangan yang tidak suka berkotor-kotoran dengan tanah.Â
Cukup menggunakan arang, cacahan pakis, daun kaliandra, hidroton ataupun media tanam lain seperti pecahan genteng dan arang. Anggrek mampu hidup dengan media tersebut. Biasanya jenis anggrek dendrobium, phalaenopsis, cattleya, grammatophyllum, bulbophyllum dan sebagain vanda cocok untuk menggunakan media ini.
Dari sinilah pentingnya budidaya anggrek yang lebih modern dan komprehensif. Luasan hutan kita semakin berkurang karena kebutuhan lahan baru. Padahal hutan ini yang menjadi awal habitat anggrek. Maka pengembangan anggrek memang harus menggunakan teknologi terkini yang tepat guna agar kelestarian plasma nutfah  anggrek tetap terjaga.
Kultur jaringan tanaman salah satu alternatifnya. Â Dimana anggrek yang memiliki keunggulan genetik diperbanyak secara masal menggunakan salah satu bagian dari jaringan anggrek. Cara ini digunakan agar keberadaan anggrek tetap lestari meskipun tidak berada di habitat aslinya.