Mohon tunggu...
Anggraeni Eka
Anggraeni Eka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya seorang mahasiswa ilmu politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat di Ruang Siber

21 April 2021   16:53 Diperbarui: 21 April 2021   17:13 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia sebagai negara yang demokrasi meberikan warga negaranya Hak untuk berpendapat dan berekspresi hal ini tertera pada pasal 23 ayat (2) Undang -- Undang Republik Indonesia No.39 tahun 1999Tentang Hak Asasi Manusia : "Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak meupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa "

Kebebasan berpendapat bebas di lontarkan oleh tiap -- tiap individu di ruang  publik.  menurut Habermas sendiri konsep ruang publik ini merupakan di mana dialektika antar individu -- individu secara rasional dan bebas terjadi dalam keseharian masyarakat. Dimana dalam hal ini kuasa negara bersifat dominatif tidak dapat mendominasi public sphere, masyarakat selaku civil society lah yang mempunyai peran signifikan. Prinsip Utama Habermas adalah diskusi terbuka melalui adu diskursus secara rasional. (Moch, 2008)

Setiap individu memiliki haknya masing - masing untuk menyampaikan pendapat terlebih di Indonesia sendiri yang menganut sistem Demokrasi, CyberPolitik menjadi salah satu bagian dari perkembangan Politik Kontemporer saat ini bagaimana Ruang Publik di ciptakan di sebuah media baru yang biasa kita kenal sebagai media sosial. Kemudahan berinteraksi di ruang cyber sering kali memunculkan diskusi -- diskusi publik terutama perihal Politik.

Dengan berkembang nya internet atau siber menciptakan ruang baru bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan berekspresi. Konsep ruang Publik bertransformasi kedalam ruang siber. Melalu media sosial di mana individu bisa dengan mudah menyampaikan pendapat .

Pesat nya perkembangan dunia digital membuat perkembangan sosial media semakin di gandrungi oleh masyarakat banyak. Selain bisa mendapat kan informasi -- infomasi baru media sosial sebagai cyberspace juga bisa menjadi wadah atau individu untuk menyampaikan opini -- opini pendapat mereka. Melalui cyberspace kebebasan berekspresi dan berpendapat individu berkembang dan tertuang ke dalam sebuah media baru. Melalui twitter dan facebook misalnya kedua platform ini bisa di gunakan untuk mengemukakan opini dengan mengekspresiakan diri dan berpendapat .

Membuat thread di twitter merupakan salah satu bentuk kebebasan berpendapat individu di dalam ruang siber. Ketika sebuah isu sedang hangat di perbincangkan terutama isu -- isu politik masyarakat semakin vokal menyuarakan suara mereka melalui platform sosial media. selain lebih masif dan cepat penybaran nya. Media sosial sekarang bisa menjadi sarana yang efektif dan secara langsung dalam melakukan kritik. Sering sekali kita lihat berbagai macam gerakan -- gerakan kampanye online di sosial media menggunakan tagar. Hal ini merupakan salah satu bentuk kebebasan berekspresi di ruang siber adapun kebebasan berpendapat sering kali di lontarkan individu -- individu pengguna sosial media dalam mengkritik kinerja negara maupun lembaga -- lembaga negara.

Kritik melalui media sosial ini efek nya bisa secara langsung kita berkomunikasi menyampaikan kritik terhadap lembaga terkait.Fakta bahwa penggunaan sosial media yang masif dan terbuka di ranah publik yang dapat di akses semua orang dan lebih cepat penyebaran nya menyebabkan lembaga -- lembaga negara yang di kritik oleh masyarakat akan lebih responsif.

Namun sering kali di sosial media ini kita lihat Muatan -- muatan kritik berekspresi dan berpendapat berujung pada di layangkan nya pasal UU ITE kepada individu terkait. Salah satu contoh yang saya pernah lihat dalam kasus ini adalah Ketika salah satu akun twitter @aqfiazfan yang mengkritik kinerja Menkes dalam menangani pandemi covid-19 ini. Namun yang menjadi kontroversi adalah respon akun twitter Kementrian kesehatan "Menkes dan @kemenkesRI terbuka dengan kritik dan saran dari siapapun. Namun kami menilai unggahan saudara memuat unsur penghinaan dan pencemaran nama baik Menkes dan Kemenkes sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE,"

Jika dilihat isi dari pasal 27 ayat (3) UU ITE ini adalah : "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. "

Menurut saya menurut saya tweet sebagai respon agak nya kurang tepat pasal nya sebagai lembaga negara wajar saja jika kinerka kemenkes mendapatkan kritis dari masyarakat atas ketidak puasan masyarakat kemudia argumen yang di gunakan yaitu pasal  Pasal 27 ayat (3) UU ITE . menurut saya Penggunaan pasal ini sebagai respon agak nya kurang tepat karna sebagai pasal karet selain itu tweet ini tidak di tujukan kepada individu secara spesifik jabatan mentri kesehatan adalah jabatan yg bisa di ampu oleh siapapun dan sebagai jabatan pejabat publik maupun lembaga pelayanan publik merupakan suatu hal wajar dalam menerima kritik atas ketidak puasan masyarakat terhadap layanan nya. hal ini sah - sah saja sebagai negara demokrasi serta di mana pelayanan dan kinerja mereka sumber dana nya berasal dari pajak yang di bayarkan rakyat.

Berdasar pasal 27 ayat (3) UU ITE dan juga KUHP pasal 310 yang dapat dikategorikan dalam tindak pidana pencemaran nama baik dalam media sosial. Perbuatan tersebut dilakukan dengan kesengajaan, tanpa izin, agar diketahui oleh umum dan juga bertujuan untuk menyerang nama baik seseorang. Dalam hal ini yang di serang dan di kritik adalah kinerja institusi lembaga negara. Menurut saya meskipun kritik yang di ujarkan oleh akun twitter @aqfiazfan berbentuk satire ini adalah sebuah kritik yang di tujukan kepana instrumen negara dalam pelaksanaan tugas nya. Mengutip dari artikel (Pengadilan Negri Karang Anyar II) perihal Pencemaran nama baik melalui sosial media Jika merujuk pada KUHP pasal 310 perbuatan yang dilarang adalah perbuatan yang dilakukan "dengan sengaja" untuk melanggar kehormatan atau menyerang kehormatan atau nama baik orang lain.

Sepanjang 2020, Amnesty International mencatat setidaknya terdapat 119 kasus dugaan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi dengan menggunakan UU ITE, dengan total 141 tersangka, termasuk di antaranya 18 aktivis dan empat jurnalis (Amnesty Internasional, 2021). Amnesty mengingatkan bahwa hak seluruh masyarakat atas kebebasan berekspresi dan berpendapat telah dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Komentar Umum No. 34 atas Pasal 19 ICCPR. Sedangkan dalam hukum nasional, hak tersebut telah dijamin dalam Konstitusi Indonesia, tepatnya pada Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28F UUD 1945, serta Pasal 23 ayat (2) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Sering terjadinya penggunaan UU ITE dalam ranah ruang siber ini akan mengancam kebebasan individu dala berkspresi dan berpendapat. Kedepan nya orang -- orang secara perlahan akan merasa takut untuk menyuarakan pendapat nya dan berekspresi di ruang publik jika dikit -- dikit ancaman UU ITE mengintai. Hal ini akan menimbulkan krisis demokrasi, penggunaan UU ITE akan rentan di salah gunakan dan mengancam kebebasan berpendapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun