“Kenapa terdiam?” Tanyaku.
“Kau benar. Tapi aku masih menikmati saat ini. Menikmati makhluk-makhluk indah ini. Sekarang, ini duniaku.”
” Baiklah aku menyerah..” Pelan aku berucap. Aku sudah tahu, pada akhirnya aku harus menyerah dan harus mengerti. Aku menarik nafas, panjang. Mulai menduga malam ini akan berakhir sama.
“Silakan nikmati saat ini. Tapi kau harus tetap ingat. Akan ada saat di mana kau harus pulang dan memilih harus tinggal di mana. Sejak hari ini, aku akan coba mengerti pilihanmu,” kalimat terakhirku, jadi penutup percakapan malam itu.
“Iya, aku tau..”
Kami berdua kemudian diam..
Setelah percakapan itu, aku harus kembali melihatnya dengan pola yang sama. Menjalin cinta terlarang, dan setiap dia patah hati, dia akan datang dengan air mata padaku, meminta solusi dicarikan jalan pulang, tapi tak pernah dia lakukan. Terakhir, dia menyalahkanku yang katanya menjadi pemicu dia masuk ke dunianya sekarang.
Sungguh terlalu.
***
Empat tahun lalu..
Kali ini aku yang mengajaknya bertemu. Dan kali ini aku sampai pada titik muak dengan segala kelakuan, segala wacananya. Di tempat yang sama. Kali ini tak ada basa-basi.