Mohon tunggu...
Anggi Marpaung
Anggi Marpaung Mohon Tunggu... -

Bee seeker, tea addict-coffee lover, (still) a-sexual, moodswinger, dan terus berwacana melakukan DIET! That's me. :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu Kamu

28 Oktober 2011   08:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:23 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Trus kenapa coba?”

“ Yaitu, gue juga awalnya bingung. Gue kenapa sih? Kurang apa? Kok uda ngapa-ngapain tetap ngerasa kosong, Duit cukup, makan enak, temen gue baik-baik. Ntah kurang apalagi. Tapi tetap aja gitu balik ke kamar, guw ngerasa kosong. Ngerasa ada yang kurang. Galau gak jelas.” Ini pertama kalinya aku berbicara seterbuka ini pada Riana.

“ Oh pantes ya isi twit lo galau muluuuu.. fakta toh? Hahahaha..”

“ Ledekin aja gue terus. Gak jadi cerita ni gue! “ kataku sambil rebahan di tempat tidurnya, dan mulai memainkan ponselku.

“ Sensi de lo balik-balik dari Jogja. Bercanda kaliii.. lanjut donk!”

“Setahun gue ke Jogja, buat lari dari masalah dirumah. Setahun gue baru sadar, kalo kabur ke Jogja gak menyelesaikan masalah apapun. Ntah buat apa gue lari jauh-jauh kesana. Masalahnya tetap ada. Masalahnya ya diri gue sendiri. Yang gak tau apa yang gue mau dan bikin ribet dimana-mana. “

“Oh.. kalo soal ribet dan rumit, lo emang juara si. Gue juga dulu sering jadi korban.” Riana masih saja meledekku. Biarlah kali ini dia puas.

“ Akhirnya lo ktemu gak yang bikin lo ngerasa kosong?” Riana melanjutkan. Kali ini dia sampai ke poin penting yang harusnya sudah aku ceritakan dari tadi.

“Ketemu..” Aku terdiam sejenak..Mengingat kembali apa yang aku lalui berbulan-bulan ke belakang.

***

Setahun. Jogja berhati nyaman itu ternyata tak cukup nyaman buatku. Putus cinta, hectic dengan jadwal kuliah yang menggila di akhir semester, dikhianati orang yang aku sebut sahabat, menghadapi senyum-senyum palsu dengan senyum palsu juga. Ddosa? Ah, jangan tanya seberapa banyak dosa yang kulakukan. Mungkin tinggi dosaku sekarang sudah sama tinggi dengan Gunung Himalaya. Aku menikmati tinggal di kota ini ketika aku masih sendiri saja di sini. Tapi tidak ketika semakin banyak orang yang masuk, atau sekedar singgah dan lalu lalang di hidupku. Semua yang berlebihan itu tidak baik. Tidak pernah baik. Bahkan terlalu banyak tertawa pun tidak baik. Aku jadi ingat kata-kata seorang temanku saat aku masih di SMA dulu. Dulu, aku dan Riana selalu jadi biang heboh di kelas. Riana sering membuat lelucon-lelucon yang membuatku tertawa terbahak-bahak setiap hari. Tapi teman yang duduk di belakangku tak pernah ikut tertawa. Dia paling hanya tersenyum, dan geleng-geleng kepala melihat ulahku dan Riana. Suatu hari aku bertanya padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun