Buku lama itu sudah tersimpan rapih. Jejak masa lalu buruk kisah asmaranya sejatinya sudah ia letakkan di rak yang paling tinggi dan jauh.Â
Ia kini harus menulis kembali kisah, kasih, harap dan gelap baru. Dekat dan dekat lah, jika memang bukan untuk lelaki itu, jauhkan sedini mungkin, dan harap gelap selalu menjadi penyejuk kala hati itu memerah.Â
Atma tak bersahaja ..
Rinai air dari atas terjun bebas menghempas tanah. Pijakan anak manusia seketika basah, yang semuanya kering kerontang. Lelaki itu punya jiwa, namun tak sanggup ia gapai. Menghendaki kemauan sendiri saja tak bisa, lebih-lebih kehendak manusia lain.Â
Bersama dalam sunyi adalah caranya mencocokkan perasaan. Sendiri sudah terlalu biasa, karena telah jadi kebiasaan. Dibawah langit gelap pukul 12.00 WIB, dalam hatinya bersanding kegelisahan. Hidup dalam gemerlap dunia, namun sepi jiwanya.Â
Sinar matahari perlahan tertutup awan gelap. Siang itu ia sendiri, menyusuri setapak demi setapak jalan raya bersama sepeda motor kesayangannya. Tak ada tujuan, hanya untuk menyenangkan jiwa. Ari di atas semakin kencang menyusur ke tanah.Â
Tubuh lelaki itu ikut basah perlahan, serupa dengan kisahnya yang robek pelan-pelan. Setengah tubuhnya mulai basah, berteduh lah sebisanya. Tak perlu nyaman, asal dapat membuatnya tenang sebentar. Sebentar, hanya sebentar.Â
Semakin deras rinai, semakin kencang isi kepalanya berpikir ..Â
Lelaki itu memarkirkan sepeda motor kesayangannya, lalu ia duduk bersila tanpa memperdulikan tempat yang ia duduki kotor atau bersih. Hal kecil yang tak pernah ia pedulikan, sama seperti apa yang ia lakukan sesaat setelah membukakan pintu untuk kenyamanan.Â
Selorohnya dalam hati menyebut ia kejam, tampak ia sadar. Ia bukan buta asmara, tapi membutakannya. Ia yang kejam, menyebut dirinya memang tak pandai untuk mengukir kata indah.Â
Yang ada hanya sikap dingin tak berperasaan, lukisan dirinya yang coba ia terapkan kepada manusia lain. Tapi gagal.Â
Jika Ibnu Arabi pernah menjawab sebuah pertanyaan 'Siapakah pencuri terkejam?' tanya seseorang. 'Yang terkejam itu mata wanita, jika ia melihat kepadamu dengan tatapan matanya, kamu akan kehilangan segalanya' jawab Ibnu Arabi.Â
Jawaban Ibnu Arabi itu tak ada pada diri lelaki itu. Bukan wanita itu yang kejam, tapi hasrat lelaki itu yang kejam, sangat kejam, bahkan terlalu kejam. Menyalahkan wanita hanya salah satu faktor tidak konsistennya cara lelaki itu bersikap.Â
Ia bukanlah kstaria yang mau untuk mengalah, tak ada jiwa patriotik, lelaki itu cenderung menyalahkan alih-alih memaafkan. Sudah berapa kali hal itu terjadi, berapa kali pula lelaki itu melakukan hal serupa? Nyatanya? Tetap tak ada perbedaan.Â
Satu tempat ..
Lelaki itu tak suka berpindah-pindah. Hanya isu tentang diri yang kerap kali berpindah. Ia nyaman di satu tempat, bertahan berjam-jam meski kata orang lain tempat itu membosankan.Â
Tidak peduli seberapa besar kesakitan yang telah manusia lain memendam rasa sakit kepada lelaki itu.
Mereka akan mudah menemukannya di tempat yang sama. Lelaki itu akan tetap duduk disana, dan biarkan dia mempertanggungjawabkan semua sikapnya sendirian.Â
Achilles ..
'Aku akan mengenalimu dalam kegelapan yang sesungguhnya, seandainya kau bisu dan aku tuli. Aku akan mengenalimu di kehidupan yang lain sepenuhnya, dalam tubuh yang berbeda, waktu yang berbeda. Dan aku akan mencintaimu dalam semua ini, hingga bintang terakhir di langit terbakar hingga dilupakan'.Â
Jawab Achilles saat ia mendapatkan lontaran kata 'Aku Mencintaimu'.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI