Tak ada alasan pasti dibalik keputusannya yang memutuskan hubungan secara sepihak. Tampaknya Ris kecewa, ia tak diberikan alasan jelas oleh lelaki itu. Rasa bosan datang begitu cepat dalam hati lelaki itu, alasan apapun akan ia jadikan sebagai dasar bahwa hubungan yang ia jalin memang harus diakhiri.Â
Rasa bosan adalah petaka, tak ada yang bisa menjelaskan mengapa rasa bosan itu tiba begitu cepat. Jika mencari jawaban ke pakar cinta pun, mungkin pakar cinta itu tak akan bergeming apapun, selain menggeleng-gelengkan kepalanya..Â
Kepul asap makin beringas berlari di langit-langit atap warung kopi yang biasa lelaki itu singgahi. Larian kepulan asapnya begitu cepat menghinggapi seluruh sudut ruangan. Desir bising di luar warung menggema di telinganya. Inderanya bekerja cukup keras malam itu.Â
Duduk bersila menghadap keluar, suara bising yang datang dari gesekan roda kereta api ke rel tak sedikitpun menggerakkan tatapan kosongnya malam itu. Sembari hari telunjuk dan tengah di tangan kanannya erat menyekat sebatang rokok.Â
Entah sudah berapa bungkus rokok yang ia habiskan kala itu, rusak paru-paru tak ia pedulikan. Jika orang lain yang melihat ia banyak pikiran, sejatinya tidak. Pikirannya tidak kemana-mana, hanya satu dan terus menggerogoti isi kepala lainnya.Â
Haya satu, cerita masa lalunya. Â Untaian kisah kelabu itu tak begitu nikmat, dan sudah kembali. Sewindu hilag dari peradaban. Lelaki itu kembali ke anomali biasanya dengan kendala batin yang membersamai setiap waktu.
Masa lalu kelamnya kembali, sorot matanya menunjukkan itu. Lelaki itu lagi-lagi jatuh ke lubang yang sama dan berulang kali. Baginya mungkin itu seni untuk menguji ketahanan batin.Â
Semuanya tidak baik-baik saja.Â
Berantakan, berserakan, bahkan hancur.
Lelaki itu penyendiri, bukan tak punya rekan, hanya bosan dengan situasi dan lingkungan yang terus berulang sepanjang hari. Kisah kasih asmaranya yang tak pernah mulus karena perbuatannya sendiri itu menjadikan ia menghindar dari sekitar.Â