Mohon tunggu...
Anggit Pujie Widodo
Anggit Pujie Widodo Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. ( Pramoedya Ananta Toer )

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Maya

24 Februari 2024   23:41 Diperbarui: 24 Februari 2024   23:42 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak ada alasan pasti dibalik keputusannya yang memutuskan hubungan secara sepihak. Tampaknya Ris kecewa, ia tak diberikan alasan jelas oleh lelaki itu. Rasa bosan datang begitu cepat dalam hati lelaki itu, alasan apapun akan ia jadikan sebagai dasar bahwa hubungan yang ia jalin memang harus diakhiri. 

Rasa bosan adalah petaka, tak ada yang bisa menjelaskan mengapa rasa bosan itu tiba begitu cepat. Jika mencari jawaban ke pakar cinta pun, mungkin pakar cinta itu tak akan bergeming apapun, selain menggeleng-gelengkan kepalanya.. 

Kepul asap makin beringas berlari di langit-langit atap warung kopi yang biasa lelaki itu singgahi. Larian kepulan asapnya begitu cepat menghinggapi seluruh sudut ruangan. Desir bising di luar warung menggema di telinganya. Inderanya bekerja cukup keras malam itu. 

Duduk bersila menghadap keluar, suara bising yang datang dari gesekan roda kereta api ke rel tak sedikitpun menggerakkan tatapan kosongnya malam itu. Sembari hari telunjuk dan tengah di tangan kanannya erat menyekat sebatang rokok. 

Entah sudah berapa bungkus rokok yang ia habiskan kala itu, rusak paru-paru tak ia pedulikan. Jika orang lain yang melihat ia banyak pikiran, sejatinya tidak. Pikirannya tidak kemana-mana, hanya satu dan terus menggerogoti isi kepala lainnya. 

Haya satu, cerita masa lalunya.  Untaian kisah kelabu itu tak begitu nikmat, dan sudah kembali. Sewindu hilag dari peradaban. Lelaki itu kembali ke anomali biasanya dengan kendala batin yang membersamai setiap waktu.

Masa lalu kelamnya kembali, sorot matanya menunjukkan itu. Lelaki itu lagi-lagi jatuh ke lubang yang sama dan berulang kali. Baginya mungkin itu seni untuk menguji ketahanan batin. 

Semuanya tidak baik-baik saja. 

Berantakan, berserakan, bahkan hancur.

Lelaki itu penyendiri, bukan tak punya rekan, hanya bosan dengan situasi dan lingkungan yang terus berulang sepanjang hari. Kisah kasih asmaranya yang tak pernah mulus karena perbuatannya sendiri itu menjadikan ia menghindar dari sekitar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun