Mohon tunggu...
Anggit Pujie Widodo
Anggit Pujie Widodo Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. ( Pramoedya Ananta Toer )

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dia, Cangkir

16 Maret 2023   20:10 Diperbarui: 16 Maret 2023   20:17 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cangkir berisi kopi

Cahaya sudah ada di hadapan lelaki itu. Dirinya terpesona dengan keindahan yang dipancarkan. Setelah beribu titik gelap berjajar di hadapan, kini titik terang perlahan mulai mendekatinya. 

Terkadang dirinya belum percaya, namun, dari sisi hatinya yang paling dalam, ada rasa bahagia yang sulit untuk dijabarkan secara hanya lewat sebuah kata-kata. 

Saat itu..

Dia sedang berada di keramaian, hal biasa yang tidak biasa baginya selama ini. Lelaki itu duduk bersandar tembok menghadap arah jalan raya, suara-suara sumbang dari ban truk yang bersentuhan dengan aspal tidak mengusik telinganya. 

Dia tetap fokus, dan masih terus fokus.. 

Tatapannya tidak kosong, dia tidak sedang berduka karena kehilangan. Tapi dia sedang bahagia, merayakan kebebasannya dari jerat masa lalu. 

Bibirnya tersenyum simpul, alis kanannya lebih tinggi dari alis kirinya. Hal itu saja sudah bisa membuktikan bahwa dia sedang merayakan kebebasannya dengan berbahagia. 

Memang, cara merayakan Lelaki itu tidak sama dengan orang lain yang lebih senang hidup foya-foya menghamburkan rezeki yang diraih sendiri.

Lelaki itu cukup duduk di sebuah warung kopi, menatap jalan raya, sembari menanti kehadiran kopi yang ia pesan. Satu batang rokok ia bakar, aromanya masuk ke rongga hidungnya. Ia nikmati setiap aromanya, meskipun tidak semua orang suka. 

Rasanya tidak pernah dia temukan aroma senyaman itu untuk dinikmati. 

'Kopinya mas," kata pelayan yang mengantarkan pesanan kopi pesanan sambil sedikit tersenyum.

'Ouh iya, taroh situ aja mas, makasih yah," Lelaki itu balik melemparkan senyuman. 

Salam basa basi warung kopi yang biasa terjadi. Bisa menghangatkan hubungan dua orang yang belum saling kenal, hanya dari kopi. 

Kopinya masih panas, Lelaki tidak langsung menyentuh tubuh cangkir, hanya ia pandangi, setiap kepulan asap yang membawa aroma biji kopi yang sudah alur dengan air panas. 

Warna hitam pekat pada kopi itu, mengingatkan pada masa lalunya yang penuh dengan titik gelap. Kopi hitam di dalam cangkir putih. Melukai si cangkir dengan goresan hitam. 

Arah sorot matanya terus menghadap cangkir yang terisi kopi. Tidak ada raut sedih. Wajahnya datar, di pikirannya hanya ada satu yang terus melayang. 

'Aku dulu begini," katanya dalam hati. 

Lelaki itu membayangkan, cangkir putih yang terisi kopi itu, bulan hanya bisa diisi oleh Kopi. Bisa saja susu, atau air putih biasa, tidak ada yang tahu, cangkir itu mau di isi apa. 

Tidak ada juga yang tahu, apa jadinya jika cangkir itu tidak terisi hari ini. Namun, yang diyakini, setiap hari cangkir itu akan selalu bekerja siang dan malam. 

Tanpa henti, tanpa istirahat. Jika dia diperlukan akan selalu hadir. Tapi jika tidak, cangkir itu akan tetap pada posisi awalnya dan tidak akan kemana-mana. Yang pergi, hanya isinya, namun wadahnya tidak akan pernah beralih. 

Otak nya terus bergerak, dari secangkir kopi, dia merasa menemukan kisahnya di masa kelam. Rasa-rasanya, dia adalah cangkir putih yang terisi kopi dan merusak keindahan cangkir itu sendiri. 

Dia adalah cangkir yang rusak karena isi. Dia adalah cangkir yang tak lagi utuh karena isi. 

Cangkir tidak pernah salah, yang dia lakukan hanya menurut saja pada sebuah keadaan, waktu dan tempat dimana dia dibutuhkan. 

Cangkir bukan orang jahat, dia hanya berusaha untuk terus ada, ketika dibutuhkan. 

Kalau saja suatu hari dia tidak ada di tempat, isi bisa memilih wadah lainnya, namun tidak merubah rasanya. Yang berubah hanya wadahnya. 

Cangkir selalu setia, jikalau suatu hari dia menghilang, tidak akan jauh. Mungkin dia sedang berada di balik layar dan membersihkan diri. Ketika sudah siap, dia akan kembali untuk menjalankan tugasnya.

Lelaki itu masih memiliki daya, dia yakin, dia adalah cangkir..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun