Poin penting yang bisa diambil dari kolaborasi antara Abu Yusuf dan sang Khalifah adalah : Pertama, ada upaya yang serius dan sistematis dari negara untuk berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat dan mencegah kezaliman dari yang kuat terhadap yang lemah, hal ini berbeda dengan konsep ekonomi kapitalis yang menjadikan liberalisasi ekonomi sebagai pendorong utama perekonomian.
Kedua, kesamaan visi dan sinergi dari pilar negara yaitu idiologi, politik (khilafah Harun ar-Rasyid), hukum (Abu Yusuf sebagai Hakim) dan ekonomi (kitab al-Kharaj sebagai panduan keuangan negara) telah terbukti menciptakan perekonomian negara yang kuat dan mensejahterakan rakyat.
Idiologi akan melahirkan pemimpin politik, politik akan menghasilkan produk hukum, hukum akan menjamin bahwa perekonomian akan berjalan secara adil dan keadilan ekonomi inilah yang akan mensejahterakan masyarakat. Pada era ini income pendanaan Daulah Abbasiyah mencapai 70.150.000 dinar.
Sebelum keuangan publik dipelajari secara sistematis di Barat, Abu Yusuf telah berbicara tentang kemampuan untuk membayar pajak dan kenyamanan dalam menbayar pajak. Kontribusi yang lain adalah penerapan pajak proposional menggantikan pajak tetap pada tanah, menekankan pentingnya pengawasan pada petugas pengumpul pajak untuk mencegah korupsi dan penindasan dan mengungkapkan pentingnya pembangunan infrastruktur untuk mendukung produktifitas dalam meningkatkan pendapatan negara.
Abu Yusuf dan khilafah Abbasiyah telah meletakkan dasar-dasar kebijakan fiskal yang berbasis kepada keadilan dan maslahah. Penerimaan negara dalam kitab al Kharaj dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori utama, yaitu: (i) Ganimah, (ii) Zakat (untuk muslim), (iii) harta Fay (Pajak & Bea Cukai untuk non muslim). Sumber penerimaan dari tiga kategori utama inilah yang membuat keuangan negara menjadi kuat karena tidak hanya bergantung pada satu sumber saja.
Berdirinya kekhalifahan Abbasiyah (132-656 H / 760 M-1258M) selama 498 tahun dilanjutkan dengan kekhalifahan Turki Usmani (1300-1924M) selama 624 tahun yang dalam kehidupan perekonomiannya Turki Usmani juga banyak melanjutkan kebijakan yang telah diterapkan oleh Dinasti Abbasiyah menunjukkan bahwa sistim kebijakan fiskal Islam memiliki konsep yang kuat.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia mempunyai potensi yang luar biasa besar apabila bisa menerapkan kebijakan fiskal seperti yang telah dituliskan Abu Yusuf dalam Kitab al Kharaj dan pemikir-pemikir ekonomi Islam setelahnya.
Dengan penerapan kebijakan fiskal seperti yang telah ditulis oleh Abu Yusuf kewajiban warga negara muslim untuk membayar pajak akan digantikan dengan zakat, jadi tidak ada double pembayaran seperti sekarang ini dimana umat muslim diwajibkan agama membayar zakat tetapi masih juga ditarik negara untuk membayar pajak. Kebijakan fiskal yang ditulis Abu Yusuf sangat relefan untuk diterapkan di Indonesia karena mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam. Dengan adanya sumber pendapatan dari Zakat dan Pajak maka APBN akan lebih kuat dan lebih terarah pendistribusiannya.
Tapi satu hal yang perlu diperhatikan adalah pesan Abu Yusuf terhadap khalifah untuk menganggap sumber daya sebagai suatu amanah dari Tuhan yang dimintai pertanggungjawabannya. Oleh karena itu, efisiensi dalam menggunakan sumber daya merupakan suatu hal yang penting bagi keberlangsungan pemerintah.
Anggit Pragusto Sumarsono, Praktisi Perbankan Syariah | Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi dan Keuangan Syariah, Sekolah Kajian Stratejik & Global (SKSG), Universitas Indonesia (UI)
Referensi : - Abu Yusuf, Kitab Al Kharaj | Â - Tim Riset dan Studi Islam Mesir. Ensikopedi Sejarah Islah | - Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam | - https://www.kemenkeu.go.id/apbn2019