Mohon tunggu...
Anggita Meylinda (FISIP UMJ)
Anggita Meylinda (FISIP UMJ) Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - UMJ

Nama : Anggita Meylinda, NPM : 22010200004, Prodi : Administrasi Publik, Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menelusuri Jejak Pajak dan Utang Negara di Era Pemerintahan Jokowi

8 Mei 2024   00:47 Diperbarui: 8 Mei 2024   13:06 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.cnbcindonesia.com

Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia telah menghadapi berbagai tantangan ekonomi yang memengaruhi sektor keuangan negara, terutama terkait dengan sistem pajak dan hutang negara. Kebijakan pajak dan penanganan utang menjadi sorotan utama dalam upaya mencapai stabilitas ekonomi dan keuangan yang berkelanjutan. 

Sejak awal kepemimpinan Presiden Jokowi, reformasi pajak menjadi fokus utama dalam upaya meningkatkan penerimaan negara. Langkah-langkah seperti pemberian insentif pajak, reformasi administrasi perpajakan, dan peningkatan kepatuhan pajak telah menjadi bagian dari strategi untuk memperkuat basis pajak dan mengurangi kesenjangan antara potensi penerimaan dan realisasi pajak. 

Namun, di tengah dinamika ekonomi global dan lokal, tantangan dalam efektivitas kebijakan pajak tetap menjadi perhatian, terutama terkait dengan perubahan regulasi, pertumbuhan ekonomi yang belum merata, dan tantangan digitalisasi dalam perekonomian.

Sementara itu, persoalan hutang negara juga menjadi isu yang penting dalam pembahasan keuangan negara di era pemerintahan Jokowi. Peningkatan belanja pemerintah untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan program-program sosial telah menjadi pemicu utama pertumbuhan utang negara. 

Pengelolaan utang yang bijaksana menjadi kunci dalam menjaga stabilitas fiskal dan menghindari risiko keuangan yang berlebihan. Upaya restrukturisasi utang, diversifikasi sumber pendanaan, dan pengembangan instrumen keuangan merupakan bagian dari strategi untuk mengelola utang negara secara berkelanjutan.

Selain itu, dalam konteks global yang semakin kompleks dengan adanya tantangan seperti perang dagang, fluktuasi harga komoditas, dan dampak pandemi COVID-19, Indonesia perlu memperkuat fondasi keuangan negara. Salah satu langkah yang diambil adalah melalui kebijakan pajak yang lebih inklusif, efisien, dan adil. 

Pajak yang inklusif berarti mengenakan pajak kepada seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan kemampuan ekonomi masing-masing, sementara kebijakan pajak yang efisien dan adil berupaya mengurangi potensi kebocoran pajak dan memastikan pemerataan beban pajak. Pengelolaan utang yang transparan dan berkelanjutan juga menjadi fokus penting dalam membangun fondasi keuangan yang kuat. 

Transparansi dalam pengelolaan utang memastikan bahwa informasi terkait utang negara dapat diakses dengan jelas dan mudah dipahami oleh publik, sementara pengelolaan utang yang berkelanjutan berarti mengelola utang dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap keuangan negara jangka panjang. 

Dengan memperhatikan jejak pajak dan hutang negara di era pemerintahan Jokowi, kita dapat memetakan langkah-langkah strategis yang perlu diambil untuk membangun fondasi keuangan yang kuat dan berkelanjutan demi masa depan Indonesia yang lebih baik. Hal ini termasuk dalam upaya menjaga stabilitas fiskal, mengelola utang secara bijaksana, dan meningkatkan efisiensi serta keadilan dalam sistem pajak.

Potret Realisasi dan Capaian Perpajakan Indonesia dalam Pemerintahan Jokowi:

Perpajakan memainkan peran penting sebagai instrumen fiskal yang memiliki dampak strategis yang luas bagi perekonomian suatu negara. Fungsi-fungsi strategis ini meliputi pengoptimalan pendapatan negara, pengendalian dampak negatif eksternalitas, redistribusi pendapatan untuk mencapai tujuan keadilan sosial, serta pendorong daya saing melalui pemberian insentif fiskal yang tepat sasaran untuk mendukung aktivitas ekonomi yang diinginkan. Sehingga, dalam konsepsi idealnya, suatu negara diharapkan memiliki rasio pajak sekitar 15 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) guna mendukung program pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

Meskipun memiliki potensi yang besar, realitas di lapangan menunjukkan bahwa rasio pajak Indonesia masih berada pada level yang relatif rendah. Realisasi data dari periode 2015 hingga 2019 dalam pemerintahan Jokowi yang pertama mengindikasikan adanya penurunan dalam tax ratio Indonesia, mulai dari 10,76 persen pada tahun 2015 hingga mencapai 9,76 persen pada tahun 2019. 

Angka ini bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan rasio pajak negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan rasio pajak terendah di kawasan ASEAN.

Pemerintah Indonesia memiliki target ambisius dalam meningkatkan rasio perpajakan pada tahun 2024, yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024. Target tersebut mencapai rentang antara 10,7 hingga 12,3 persen, yang jauh lebih tinggi dari target yang disebutkan dalam Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2024, yaitu sebesar 10,1 persen. Meskipun masih di bawah target RPJMN, Pemerintah tetap optimis dengan pertumbuhan rasio perpajakan, mengingat peningkatan yang konsisten selama tiga tahun terakhir dan realisasinya yang melebihi target.

Tren pertumbuhan rasio perpajakan Indonesia mengalami evolusi pasca pandemi Covid-19. Pada tahun 2020, rasio perpajakan terendah tercatat sebesar 8,33 persen, akibat dari dampak awal pandemi yang menyebabkan restriksi aktivitas secara luas. Namun, pada tahun 2021, pelonggaran restriksi membawa dampak positif dengan meningkatnya aktivitas masyarakat, memperbaiki rasio perpajakan menjadi 9,12 persen. 

Pada tahun 2022, rasio perpajakan terus naik mencapai 10,39 persen, dipicu oleh kenaikan harga komoditas dan implementasi reformasi perpajakan. Meskipun demikian, di tahun 2023, pemerintah menargetkan penurunan rasio perpajakan, mengantisipasi penurunan harga komoditas dan ketidakpastian kondisi global. 

Peningkatan rasio perpajakan di Indonesia diharapkan akan meningkatkan posisi negara dalam peringkat rasio perpajakan di tingkat regional, khususnya di ASEAN, di mana saat ini Indonesia masih tergolong sebagai salah satu negara dengan rasio perpajakan terendah. 

Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya rasio pajak ini adalah kekurangan dalam kebijakan perpajakan yang tidak mampu mengoptimalkan penerimaan pajak secara maksimal. Selain dari aspek kebijakan, masalah juga terdapat pada sistem administrasi perpajakan yang belum optimal, tingkat kepatuhan individu terhadap kewajiban perpajakan, dan peran serta kelembagaan perpajakan dalam mendukung kinerja sistem perpajakan secara keseluruhan. 

Dampak dari rendahnya rasio pajak ini adalah adanya keterbatasan dalam ruang fiskal yang tersedia untuk membiayai kebutuhan pembangunan negara. Oleh karena itu, tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana menciptakan sistem perpajakan yang efektif dan efisien guna mendukung pembangunan nasional secara optimal dan berkelanjutan.

Dalam rentang waktu tahun 2020 hingga 2024, arah kebijakan terkait pengelolaan sumber daya ekonomi dan peningkatan nilai tambah ekonomi telah dirumuskan dengan berbagai strategi yang ditujukan untuk memperkuat pilar pertumbuhan dan meningkatkan daya saing ekonomi. Salah satu strategi yang dijalankan adalah meningkatkan pendalaman sektor keuangan, yang meliputi langkah-langkah untuk memperkuat infrastruktur keuangan, meningkatkan aksesibilitas layanan keuangan, serta memperbaiki regulasi dan kebijakan terkait sektor ini. Selain itu, strategi lainnya adalah mengoptimalkan pemanfaatan teknologi digital dan industri 4.0 dalam berbagai sektor ekonomi, seperti manufaktur, pertanian, dan layanan, untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing.

Di samping itu, upaya juga dilakukan untuk meningkatkan sistem logistik dan stabilitas harga, dengan fokus pada peningkatan efisiensi distribusi barang dan jasa serta pengendalian inflasi. Penerapan praktik berkelanjutan pada industri pengolahan dan sektor pariwisata juga menjadi fokus strategi, termasuk langkah-langkah untuk mengurangi dampak lingkungan, meningkatkan efisiensi energi, dan mengembangkan produk ramah lingkungan. Selain itu, reformasi fiskal yang mencakup penyederhanaan sistem perpajakan, peningkatan keadilan pajak, dan pengendalian pengeluaran pemerintah juga menjadi bagian penting dari arah kebijakan ekonomi ini. Selain itu, strategi ini juga mencakup peningkatan ketersediaan dan kualitas data dan informasi terkait perkembangan ekonomi, terutama dalam sektor-sektor strategis seperti pangan dan pertanian, kemaritiman, pariwisata, ekonomi kreatif, dan ekonomi digital. Hal ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika ekonomi, mengidentifikasi peluang dan tantangan, serta mendukung pengambilan keputusan yang lebih efektif dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan inklusif.

Strategi penguatan reformasi fiskal yang sedang diperjuangkan mengedepankan upaya optimalisasi kontribusi penerimaan negara, peningkatan kualitas belanja negara, serta pembiayaan utang yang lebih produktif dan efisien. Langkah optimalisasi penerimaan negara difokuskan pada dukungan daya saing dengan penetapan target yang realistis dan berkinerja optimal, sekaligus memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi dan sektor usaha melalui insentif fiskal yang relevan. Dalam hal optimalisasi perpajakan, terdapat agenda pembaruan yang mencakup perombakan sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system) serta penerapan smart customs and excise system. Upaya intensifikasi dan ekstensifikasi baik dari segi obyek maupun subyek pajak menjadi fokus, seiring dengan perluasan barang kena cukai dan langkah penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau, termasuk peningkatan tarif cukai terkait. Tak hanya itu, aspek kelembagaan penerimaan negara juga diberi perhatian serius dalam kerangka penguatan strategi fiskal.

Kementerian Keuangan memiliki tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan rangkaian strategi yang dirancang untuk meraih sasaran yang telah ditetapkan dalam berbagai agenda pembangunan. Salah satu fokus utamanya adalah peningkatan rasio perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang diperjuangkan melalui serangkaian kegiatan prioritas seperti reformasi administrasi. Agenda ini mencakup pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system), yang bertujuan untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan pajak. Dengan strategi ini, diharapkan akan tercipta sistem perpajakan yang lebih modern, responsif, dan mampu memberikan kontribusi maksimal terhadap pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

Tantangan Besar dan Kontroversi: Dinamika Hutang Indonesia di Era Jokowi (2014 -- 2024):

Dalam era pemerintahan Joko Widodo, kondisi hutang Indonesia menjadi perhatian utama terutama karena adanya indikator ekonomi yang rapuh. Terdapat kekhawatiran bahwa krisis politik yang mungkin terjadi akibat kecurangan dalam Pilpres 2024 akan bersinggungan dengan krisis ekonomi yang terjadi pada bulan Mei 2024. Hal ini diperparah dengan adanya potensi people power pada periode April-Juni 2024 yang dipicu oleh gabungan krisis ekonomi dan politik, yang berpotensi menimbulkan turbulensi politik bagi pemerintahan Joko Widodo. Selain itu, ekonomi yang melambat juga menjadi perhatian, terutama karena adanya tindakan menahan uang oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk tidak mengalirkan uang ke pasar keuangan, yang berdampak pada penyelamatan ekonomi yang sedang dilakukan.

Pemerintahan Joko Widodo memiliki arsitektur hutang yang menjadi sorotan banyak pihak. Meskipun angka utang Indonesia terlihat aman dengan rasio utang sebesar 38% sesuai UU Keuangan 2003 dan utang pemerintah pada tahun 2023 sebesar Rp8.041 triliun, namun jika mempertimbangkan utang BUMN, kewajiban pemerintah lainnya, dan beban utang akibat kontingensi seperti Garuda, Merpati, dan Asuransi Jiwasraya, posisi utang menjadi semakin mengkhawatirkan. Misbakhun dari Komisi XI DPR RI pernah merilis bahwa angka utang Indonesia mencapai Rp20.750 triliun, yang merupakan jumlah yang sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun rasio utang terlihat terkendali, namun ketika mempertimbangkan seluruh kewajiban negara, terutama terkait kontingensi dan BUMN yang mengalami kesulitan bayar, maka posisi utang menjadi sangat membebani.

Selain itu, pembayaran utang dalam negeri juga menjadi fokus, terutama terkait kewajiban kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Taspen, BPJS Tenaga Kerja, dan Bakti Telkom. Semua ini juga mempengaruhi anggaran APBN yang menjadi semakin berat, terutama dengan adanya defisit yang hampir senilai bunga cicilan utang. Dengan berbagai biaya lainnya seperti IKN, ambisi arsitektur Joko Widodo, dan biaya Pemilu 2024, kondisi postur APBN Indonesia di tahun 2024 terlihat sangat tertekan. Hal ini juga diperparah dengan kondisi dimana pembayaran kewajiban dalam negeri tidak tersedia jika dana yang dijanjikan oleh SMI tidak ada.

Indonesia selama periode pemerintahan Joko Widodo menghadapi tantangan serius terkait hutang negara dan dinilai terjebak dalam Middle Income Debt Trap, yang menyoroti dominasi China dan taipan Singapura dalam skema utang. Sebagai tanggapan terhadap tekanan ekonomi, Indonesia mengambil langkah-langkah yang menarik perhatian internasional, seperti deklarasi Poros Maritim dengan China sebagai mitra strategis, yang diumumkan setelah pemberitahuan kepada AS dan Uni Eropa pada Januari 2015. Keputusan ini menyebabkan Indonesia menjadi poros Jakarta-Beijing.

Namun, skema ini juga menimbulkan kontroversi karena sebagian besar dana awal USD 5 miliar yang diperoleh dari skema One Belt One Road (OBOR) China dialokasikan kepada sektor swasta, sekitar 45%, dengan jaminan dari bank-bank BUMN Indonesia. Hal ini menjadi perdebatan karena dinilai tidak memanfaatkan secara optimal untuk sektor-sektor strategis negara. Skandal terkait keputusan ini dan ketidakjelasan dalam membangun hubungan dengan China menjadi sorotan, terutama dalam konteks kebutuhan infrastruktur Indonesia yang sebelumnya diharapkan dapat dibiayai oleh China.

Di samping itu, masalah utang tersembunyi yang disinyalir mencapai Rp249 triliun pada tahun 2021, khususnya melalui skema yang tidak melibatkan DPR dan dilakukan melalui BUMN dan anak perusahaan mereka, menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar. Perubahan dalam peraturan UU BUMN yang memungkinkan anak dan cucu BUMN mengambil utang tanpa izin DPR, kecuali jika dilakukan oleh holding BUMN, juga menjadi sorotan utama. Misalnya, Pertamina, sebuah BUMN besar di Indonesia, dapat mengambil utang tanpa persetujuan DPR untuk operasi anak dan cucunya, menciptakan potensi risiko keuangan yang signifikan.

Menteri BUMN saat itu, Erick Thohir, pada tahun 2023 mengungkapkan bahwa utang BUMN untuk investasi mencapai Rp3.150 triliun dan utang modal kerja sekitar Rp1.600 triliun. Dampak dari akumulasi utang ini mulai terasa, terutama pada BUMN yang terlibat dalam sektor infrastruktur seperti jalan tol, yang kini terancam bangkrut dan terpaksa menjual ruas tolnya kepada sektor swasta dan China. Hal ini menciptakan dilema dalam pengelolaan utang BUMN dan menunjukkan urgensi dalam menyelesaikan masalah hutang negara secara menyeluruh agar tidak berdampak negatif pada ekonomi dan keuangan nasional.

Berikut ini adalah daftar kronologis utang LN, SBN/SUN pemerintahan Joko Widodo:

Sumber : Junaedi, E. 2024. Utang Pemerintahan Joko Widodo Indikator Ekonomi Indonesia Rapuh
Sumber : Junaedi, E. 2024. Utang Pemerintahan Joko Widodo Indikator Ekonomi Indonesia Rapuh

Menurut Peraturan Presiden Nomor 76/2023 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, pembayaran bunga utang Indonesia mencapai jumlah yang signifikan. Data tersebut menunjukkan bahwa pembayaran bunga utang dalam negeri mencapai Rp 456,8 triliun, sedangkan pembayaran bunga utang luar negeri mencapai Rp 40,4 triliun. Dari segi tren, terlihat bahwa pembayaran bunga utang terus mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2019, realisasi pembayaran bunga utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 275,52 triliun. Angka ini kemudian meningkat menjadi Rp 343,4 triliun pada tahun 2021, kembali mengalami peningkatan pada tahun 2022 dengan realisasi mencapai Rp 386,34 triliun, dan terus meningkat hingga mencapai Rp 439,88 triliun pada tahun 2023.

Seiring dengan tren peningkatan tersebut, artikel yang dipublikasikan di SerambiNews.com (2024) memberikan gambaran bahwa pemerintah Indonesia dihadapkan pada pembayaran bunga utang yang semakin besar, dengan proyeksi mencapai Rp 497,3 triliun pada tahun 2024. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan utang negara menjadi salah satu tantangan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Data ini juga menyoroti perlunya kebijakan yang tepat dalam manajemen keuangan negara agar pembayaran bunga utang tidak mengganggu stabilitas ekonomi dan keuangan nasional, serta untuk memastikan bahwa penggunaan dana publik lebih efisien dan berkelanjutan. Dengan demikian, terlihat bahwa pemerintahan Joko Widodo menghadapi tantangan yang cukup besar terkait kondisi hutang negara. Meskipun ada upaya untuk memperbaiki rasio utang dan pengelolaan keuangan secara umum, namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar postur keuangan negara menjadi lebih stabil dan kuat di masa mendatang.

Dalam mengamati potret perpajakan dan hutang negara di era pemerintahan Jokowi, beberapa kesimpulan dapat diambil. Pertama, rasio perpajakan Indonesia masih berada di level yang relatif rendah, meskipun terdapat upaya ambisius untuk meningkatkannya dalam RPJMN 2020-2024. Meskipun ada peningkatan seiring evolusi pasca pandemi Covid-19, tantangan utama tetap terletak pada kebijakan perpajakan yang belum optimal dan sistem administrasi perpajakan yang masih perlu diperbaiki. Kedua, dinamika hutang negara Indonesia menunjukkan adanya tantangan serius terutama terkait dominasi China dalam skema utang serta risiko keuangan yang dihadapi oleh BUMN terkait akumulasi utang mereka. Ini memerlukan tindakan lebih lanjut dalam mengelola utang secara bijak dan optimal. Disamping itu, terkait dengan hutang negara, Indonesia menghadapi tantangan serius terutama terkait keberlanjutan pembayaran bunga utang yang semakin besar dari tahun ke tahun. Sementara rasio utang terlihat terkendali, namun ketika mempertimbangkan seluruh kewajiban negara dan potensi hutang tersembunyi, posisi utang menjadi semakin mengkhawatirkan.

Untuk mengatasi tantangan yang dihadapi dalam hal pajak, pemerintah perlu fokus pada reformasi perpajakan yang lebih menyeluruh, termasuk pembaruan kebijakan, sistem administrasi perpajakan, dan peningkatan kepatuhan pajak. Selain itu, promosi investasi dan pengembangan sektor ekonomi yang potensial perlu ditingkatkan untuk meningkatkan pendapatan negara dari sumber-sumber non-pajak. 

Mengenai hutang negara, langkah-langkah konkret perlu diambil untuk mengelola utang dengan bijak, termasuk restrukturisasi utang yang tidak terkendali, peningkatan transparansi dalam skema utang, dan pengawasan yang lebih ketat terhadap pengelolaan utang BUMN. 

Pemerintah juga perlu mempertimbangkan diversifikasi sumber pembiayaan negara agar tidak terlalu tergantung pada satu atau beberapa pihak, sehingga dapat mengurangi risiko terkait dominasi utang dari negara-negara tertentu. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Indonesia dapat mengatasi tantangan dalam pajak dan hutang negara secara lebih efektif, sehingga dapat memperkuat stabilitas ekonomi dan keuangan nasional di masa mendatang.

Referensi :

https://www.cnbcindonesia.com/research/20230531070103-128-442004/era-jokowi-utang-naik-3-kali-setiap-warga-tanggung-rp28-juta

Alaydrus, Hadijah. 2023. Sistem Pajak Canggih Kemenkeu Beroperasi Pasca Pemilu 2024. https://www.cnbcindonesia.com/news/20230808061239-4-460970/sistempajak-canggih-kemenkeu-beroperasi-pasca-pemilu-2024

CNN Indonesia. 2023. DPR Mencak-mencak ke Dirjen Pajak Soal Sistem Canggih Perpajakan RI. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230612173236-532-960842/dprmencak-mencak-ke-dirjen-pajak-soal-sistem-canggih-perpajakan-ri

Direktorat Jenderal Pajak. 2022. Laporan Kinerja DJP Tahun 2021. Kementerian Keuangan: Jakarta.

Junaedi, E. 2024. Utang Pemerintahan Joko Widodo Indikator Ekonomi Indonesia Rapuh

Kementerian Keuangan. 2020. Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024. Kementerian Keuangan: Jakarta.

Kementerian Keuangan. 2023. Presiden Jokowi Tetapkan Perpres Perubahan Rincian APBN 2023: Target PNBP ditingkatkan sebesar 16,85 Persen https://anggaran.kemenkeu.go.id/in/post/presiden-jokowi-tetapkan-perpres-perubahan-rincian-apbn-2023:-target-pnbp-ditingkatkan-sebesar-16,85-persen

Pusat Kajian Anggaran. 2023. Tinjauan Reformasi Perpajakan Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Sekretariat Jenderal DPR RI: Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun