Mohon tunggu...
Anggita Meylinda (FISIP UMJ)
Anggita Meylinda (FISIP UMJ) Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - UMJ

Nama : Anggita Meylinda, NPM : 22010200004, Prodi : Administrasi Publik, Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menelusuri Jejak Pajak dan Utang Negara di Era Pemerintahan Jokowi

8 Mei 2024   00:47 Diperbarui: 8 Mei 2024   13:06 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Strategi penguatan reformasi fiskal yang sedang diperjuangkan mengedepankan upaya optimalisasi kontribusi penerimaan negara, peningkatan kualitas belanja negara, serta pembiayaan utang yang lebih produktif dan efisien. Langkah optimalisasi penerimaan negara difokuskan pada dukungan daya saing dengan penetapan target yang realistis dan berkinerja optimal, sekaligus memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi dan sektor usaha melalui insentif fiskal yang relevan. Dalam hal optimalisasi perpajakan, terdapat agenda pembaruan yang mencakup perombakan sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system) serta penerapan smart customs and excise system. Upaya intensifikasi dan ekstensifikasi baik dari segi obyek maupun subyek pajak menjadi fokus, seiring dengan perluasan barang kena cukai dan langkah penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau, termasuk peningkatan tarif cukai terkait. Tak hanya itu, aspek kelembagaan penerimaan negara juga diberi perhatian serius dalam kerangka penguatan strategi fiskal.

Kementerian Keuangan memiliki tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan rangkaian strategi yang dirancang untuk meraih sasaran yang telah ditetapkan dalam berbagai agenda pembangunan. Salah satu fokus utamanya adalah peningkatan rasio perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang diperjuangkan melalui serangkaian kegiatan prioritas seperti reformasi administrasi. Agenda ini mencakup pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system), yang bertujuan untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan pajak. Dengan strategi ini, diharapkan akan tercipta sistem perpajakan yang lebih modern, responsif, dan mampu memberikan kontribusi maksimal terhadap pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

Tantangan Besar dan Kontroversi: Dinamika Hutang Indonesia di Era Jokowi (2014 -- 2024):

Dalam era pemerintahan Joko Widodo, kondisi hutang Indonesia menjadi perhatian utama terutama karena adanya indikator ekonomi yang rapuh. Terdapat kekhawatiran bahwa krisis politik yang mungkin terjadi akibat kecurangan dalam Pilpres 2024 akan bersinggungan dengan krisis ekonomi yang terjadi pada bulan Mei 2024. Hal ini diperparah dengan adanya potensi people power pada periode April-Juni 2024 yang dipicu oleh gabungan krisis ekonomi dan politik, yang berpotensi menimbulkan turbulensi politik bagi pemerintahan Joko Widodo. Selain itu, ekonomi yang melambat juga menjadi perhatian, terutama karena adanya tindakan menahan uang oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk tidak mengalirkan uang ke pasar keuangan, yang berdampak pada penyelamatan ekonomi yang sedang dilakukan.

Pemerintahan Joko Widodo memiliki arsitektur hutang yang menjadi sorotan banyak pihak. Meskipun angka utang Indonesia terlihat aman dengan rasio utang sebesar 38% sesuai UU Keuangan 2003 dan utang pemerintah pada tahun 2023 sebesar Rp8.041 triliun, namun jika mempertimbangkan utang BUMN, kewajiban pemerintah lainnya, dan beban utang akibat kontingensi seperti Garuda, Merpati, dan Asuransi Jiwasraya, posisi utang menjadi semakin mengkhawatirkan. Misbakhun dari Komisi XI DPR RI pernah merilis bahwa angka utang Indonesia mencapai Rp20.750 triliun, yang merupakan jumlah yang sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun rasio utang terlihat terkendali, namun ketika mempertimbangkan seluruh kewajiban negara, terutama terkait kontingensi dan BUMN yang mengalami kesulitan bayar, maka posisi utang menjadi sangat membebani.

Selain itu, pembayaran utang dalam negeri juga menjadi fokus, terutama terkait kewajiban kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Taspen, BPJS Tenaga Kerja, dan Bakti Telkom. Semua ini juga mempengaruhi anggaran APBN yang menjadi semakin berat, terutama dengan adanya defisit yang hampir senilai bunga cicilan utang. Dengan berbagai biaya lainnya seperti IKN, ambisi arsitektur Joko Widodo, dan biaya Pemilu 2024, kondisi postur APBN Indonesia di tahun 2024 terlihat sangat tertekan. Hal ini juga diperparah dengan kondisi dimana pembayaran kewajiban dalam negeri tidak tersedia jika dana yang dijanjikan oleh SMI tidak ada.

Indonesia selama periode pemerintahan Joko Widodo menghadapi tantangan serius terkait hutang negara dan dinilai terjebak dalam Middle Income Debt Trap, yang menyoroti dominasi China dan taipan Singapura dalam skema utang. Sebagai tanggapan terhadap tekanan ekonomi, Indonesia mengambil langkah-langkah yang menarik perhatian internasional, seperti deklarasi Poros Maritim dengan China sebagai mitra strategis, yang diumumkan setelah pemberitahuan kepada AS dan Uni Eropa pada Januari 2015. Keputusan ini menyebabkan Indonesia menjadi poros Jakarta-Beijing.

Namun, skema ini juga menimbulkan kontroversi karena sebagian besar dana awal USD 5 miliar yang diperoleh dari skema One Belt One Road (OBOR) China dialokasikan kepada sektor swasta, sekitar 45%, dengan jaminan dari bank-bank BUMN Indonesia. Hal ini menjadi perdebatan karena dinilai tidak memanfaatkan secara optimal untuk sektor-sektor strategis negara. Skandal terkait keputusan ini dan ketidakjelasan dalam membangun hubungan dengan China menjadi sorotan, terutama dalam konteks kebutuhan infrastruktur Indonesia yang sebelumnya diharapkan dapat dibiayai oleh China.

Di samping itu, masalah utang tersembunyi yang disinyalir mencapai Rp249 triliun pada tahun 2021, khususnya melalui skema yang tidak melibatkan DPR dan dilakukan melalui BUMN dan anak perusahaan mereka, menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar. Perubahan dalam peraturan UU BUMN yang memungkinkan anak dan cucu BUMN mengambil utang tanpa izin DPR, kecuali jika dilakukan oleh holding BUMN, juga menjadi sorotan utama. Misalnya, Pertamina, sebuah BUMN besar di Indonesia, dapat mengambil utang tanpa persetujuan DPR untuk operasi anak dan cucunya, menciptakan potensi risiko keuangan yang signifikan.

Menteri BUMN saat itu, Erick Thohir, pada tahun 2023 mengungkapkan bahwa utang BUMN untuk investasi mencapai Rp3.150 triliun dan utang modal kerja sekitar Rp1.600 triliun. Dampak dari akumulasi utang ini mulai terasa, terutama pada BUMN yang terlibat dalam sektor infrastruktur seperti jalan tol, yang kini terancam bangkrut dan terpaksa menjual ruas tolnya kepada sektor swasta dan China. Hal ini menciptakan dilema dalam pengelolaan utang BUMN dan menunjukkan urgensi dalam menyelesaikan masalah hutang negara secara menyeluruh agar tidak berdampak negatif pada ekonomi dan keuangan nasional.

Berikut ini adalah daftar kronologis utang LN, SBN/SUN pemerintahan Joko Widodo:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun