Mohon tunggu...
Sri Nararia Anggita Damayanti
Sri Nararia Anggita Damayanti Mohon Tunggu... -

One of SA Choir (Voix de la Nation) members; Sedang dalam proses bimbingan untuk menulis*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

(I)Auto Biografi: Sri Nararia Anggita Damayanti

14 Agustus 2018   15:20 Diperbarui: 14 Agustus 2018   18:56 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tujuh bulan sudah usia Anggi sekarang dan pada usianya yang ke tujuh bulan ini, mama dan papa harus memenuhi janji yang mereka buat jauh sebelum kehamilan anak ini. Mereka akan bertemu dengan anak perempuannya di rumah sang nenek di Banyuwangi dan melaksanakan janji tersebut di rumah sang nenek. 

Apakah isi janji itu? Dan mengapa harus pada usia tujuh bulan sang bayi? Janji itu menyatakan jika mereka dikarunia seorang anak nanti, pada usia ke tujuh bulan sang anak, ketika mereka mengadakan acara syukuran ritual tedak siten atau turun tanah akan diadakan pagelaran wayang kulit sebagai puncak pemenuhan janji tersebut (pagelaran wayang kulit merupakan hal yang sangat luar biasa pada masa itu karena tidak sembarang orang bisa menghadirkannya). 

Lalu mengapa harus pada usia ke tujuh bulan? Karena 7 bulan adalah usia yang tepat untuk seorang anak untuk menginjak tanah atau bumi untuk pertama kalinya. Sebenarnya kita tidak bisa langsung mengartikan bahwa sang anak tidak pernah menginjak tanah atau bumi sebelumnya. Tetapi, arti yang sebenarnya adalah pada usia ke tujuh bulan ini sang anak akan memulai petualangan dan perjalanan hidupnya untuk belajar dan memahami arti kehidupan. 

Hal itu dikarenakan pada usia ke tujuh bulan seorang anak akan mulai belajar untuk berbicara, merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari. Pada usia ke tujuh bulan juga sang anak akan mulai belajar dan mengerti tentang mana yang baik dan tidak. Semua hal inilah yang membuat mama dan papa Anggita senang. Ya, mereka tahu bahwa kini mereka memiliki seorang anak yang cantik dan janji yang mereka buat telah terbayarkan.

Juni 2004, Mama dan papa Anggita kembali memutuskan bahwa Anggi harus tetap tinggal bersama nenek dan kakeknya di Banyuwangi dikarenakan mama dan papanya sedikit kesulitan untuk mengatur waktu dalam menjaga dan merawatnya di rumah. Lagi-lagi, mama dan papanya harus melewatkan masa kecil putrinya yang sudah mereka tunggu kelahiraannya selama bertahun-tahun. 

Tapi, tenang saja, mama dan papanya tetap melakukan kegiatan yang rutin mereka lakukan sebelumnya, yaitu untuk selalu mengunjungi Anggi di Banyuwangi setiap bulannya. Walaupun mereka harus bersedih kembali beberapa saat mereka berpamitan untuk pulang ke Denpasar dan kembali bekerja.

 Ini adalah hari pertama Anggita masuk sekolah. Ya, ini adalah taman kanak-kanak---TK Kartika namanya. Selayaknya anak-anak seusianya, dia mempunyai banyak teman di sekolah. Bermain papan gambar bongkar pasang, ayunan, memanjat kubus-kubus besi, dan bermain di rumah bola. Tapi, satu hal yang paling diingatnya dan keluarganya adalah ketika Anggita melupakan bekal makannya. 

Anggi meninggalkan bekalnya di dapur sebelum dia berangkat ke sekolahnya. Ketika jam istirahat di sekolah tiba, ia kebingungan mencari dimana bekalnya. Kemudian ia teringat bahwa dia telah meninggalkan bekalnya sebelum ia berangkat. Tentu saja, tidak lama kemudian Anggi menangis dan sontak saja tangisan itu mericuhkan kelas dan membuat kepala sekolah harus turut menenangkannya. 

Ibu Supenah, begitulah beliau dikenal sebagai kepala sekolah yang ramah dan juga rendah hati. Mencoba menenangkan seorang anak yang sedang menangis dan kelaparan karena telah melupakan bekalnya. Akhirnya beliau memutuskan untuk membeli sebuah telur dadar dan sebungkus nasi di kantin sekolah untuk mengganti makanan milik Anggi. Namun sayangnya, Anggi menolaknya dan terus menangis sambil memanggil-manggil uti agar ada untuk menemaninya saat itu. Kepala sekolah pun menuruti kemaunnya dan segera melakukan panggilan telepon agar uti segera datang ke sekolah. 

Sesampainya di sekolah, uti beranjak ke ruang kepala sekolah dan Anggi berlari memeluknya dengan pipi tembab yang basah oleh air mata. Uti hanya tertawa melihat cucunya menangis karena hal sepele yang menimpanya. Setelah Anggi berhenti menangis, kepala sekolah mengizinkannya untuk pulang lebih cepat dibandingkan dengan teman-temannya. Hal ini adalah kejadian yang paling diingat oleh ia dan keluarganya. Mengapa? Karena ini hanya masalah sepele dan Anggi bisa menangis karenanya.

April 2006, ini tahun kelulusan Anggi di taman kanak-kanak. Ia akan naik ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Pada hari kelulusannya dari taman kanak-kanak, mama dan papanya datang mengunjunginya di Banyuwangi. Anggita yang mendengar kabar itu sangat senang tentang kabar itu. Ia akan bertemu dengan kedua orang tuanya, segera. Satu minggu kemudian, saat yang ditunggu-tunggu pun tiba---hari kelulusannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun