“Aku ingin bicara” suara Chandra memecah keheningan.
“Sebenarnya aku mala untuk mengakui ini. Tapi, pada kenyataannya, kekasihku tidak meninggalkanku” sambungnya sambil mulai menangis.
Betapa mengejutkan mendengar ucapan kawanku yang satu lagi itu.
“Aku yang meninggalkannya” suaranya terbata-bata mengucapkan kenyataan itu.
“Aku terbawa emosi. Walaupun ia sudah meminta maaf berjuta kali dan memang pada kenyataannya perempuan tersebut adalah teman karibnya. Akuyang bersalah di sini” lanjutnya lagi sambal menangis tersedu-sedu.
Itulah pertama kali Chandra mengalami hal semacam ini. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Dia adalah sosok yang sangat tegar diabandingkan dengan teman-temanku yang lain. Iya, memang, setegar apapun seseorang, tetapsaja ia mempunyai titik lemah. Jadi,inilah masa dimana Chandra mengalami masa-mas terpuruk dam hidupnya.
Kau sudah tidak aktif lagi dalam perkumpulan. Kau harus terbang ke luar kota untuk melanjutkan pendidikanmu. Kau terbang kembali ke banyuwangi hanya untuk menikmati liburan akhir semester. Perkumpulan berkurang keaktifannya karena jenjang pendidikan yang harus menciptakan jarak kau, Chandra, Yuli, dan Gita. Kau tetap berkumpul bersama mereka.
Cerah, begitu cara waktu menjawab pertanyaannya sendiri. Kau dan kawanmu berkumpul setiap liburan akhir semester. Kau masih mencari album sekolah menengah pertamamu yang tersesat. Bukumu belum ditemukan. Mungkin kau tidak memerlukannya. Tapi itu tidak penting. Luka lama maupun baru bukanlah hal yang terlalu penting. Pahit dan tidak perlu diungkit. Karena keduanya dapat terhubung dengan cara yang ajaib dan tidak terduga. Bahagia dapat membantu mengganti isi dari jiwa yang terpenuhi oleh luka. Kini kau mengerti. Kau harus berterimakasih. Perkumpulan ini telah memberimu banyak pelajaran. Mulai dari Chandra dari Malang, Yuli dari Surabaya, dan Gita dari Bali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H