Museum Purbakala Patiayam ini yang terletak di Desa Terban Kecamatan Jekulo, Kudus, Jawa Tengah. Lebih tepatnya di Desa Terban dusun Kancilan, dan ditandai dengan gapura yang berbentuk gading gajah.
Keadaan tempatnya untuk saat ini sudah mulai ada peningkatan, Museum gedung berlantai dua yang megah ini menjadi objek wisata anak sekolah dan warga sekitar.
Tidak hanya warga sekitar saja bahkan sudah ada warga asing dan mancanegara yang mengunjungi Museum tersebut, bangunan Museum ini berdiri sekitar belasan tahun.
Untuk lahan ini yang dibangun dari dulu sudah disewa dari Dinas Pariwisata ke Desa, dan setiap tahunnya membayar lahan tersebut. Sampai sekarang ini Pemkab Kabupaten Kudus melindungi dan melestarikannya situs Patiayam yang merupakan letak prasejarah dan bekerja sama dengan Balai Arkeologi Yogyakarta menyelidiki dan menggali.
Situs ini ditemukan sekitar 1.500 fosil, sejumlah fosil binatang purba dulunya ditemukan oleh warga penduduk setempat dan disimpan dirumah penduduk tersebut, kata Zaenuri saat menjaga Museum, Sabtu sore (4/6/2022). Dan untuk sekarang ini fosil yang ditemukan sudah disimpan dan diamankan di Museum Purbakala tersendiri. Diantaranya seperti bagian tulang banteng, kepala kerbau, tulang badak, rusa, harimau, gigi sapi, buaya dan tulang lain.
Fosil gading gajah purba Stegodon trigonocephalus termasuk primadona Patiayam. Situs Patiayam ini awal mulanya merupakan bagian dari Gunung Muria yang luasnya mencapai 2.902,2 hektare (Ha), yang melingkup wilayah Kabupaten Kudus dan beberapa Kecamatan Pati.
Sejak tanggal 22 September 2005 letak Patiayam ini ditetapkan untuk cagar budaya oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah. Dulunyanya letak ini sudah lama dikenal untuk salah satu letak manusia purba (hominid) di Indonesia.
Situs ini telah mendapat perhatian ilmuan pada zaman penjajahan sejak keberhasilan E. Dubois menemukan fosil pithe catropus erectus di Trinil Ngawi Jawa Timur, dan juga para ahli mengadakan eksplorasi ke daerah termasuk Patiayam.
Pada tahun 1857, tersebut nama F.W Junghuhn, de winter, dan pelukis naturalis Raden Saleh pernah ke Patiayam, untuk menggali mencari fosil. Usaha mereka kurang berhasil karena lahan situs masih tertutup oleh hutan sehingga sulit mengumpulkan fosill dengan sebutan “Balung Buto” (Jawa =Tulang Raksasa).
Fosil yang ditemukan ini seperti fosil rahang bawah gajah purba (Stegodon), fosil rahang bawah stegodon ditemukan oleh Rakijan Mustofa pada hari Sabtu, 27 Juni 2009 di Bukit Gondorio, Pegunungan Patiayam, Jekulo Kudus.
Yang kedua fosil gading gajah purba, fosil gading gajah purba ini ditemukan pada Formasi Slumit (Plestosen Bawah) yang terdiri dari lapisan batu pasir tuffa berwarna putih abu-abu dengan kisaran umur 750.000-1.5 juta tahun.
Fosil-fosil fauna laut seperti moluska (Gastropoda dan bivalvia), ikan hiu (Lamnide dan Charcharhiniiidae), babi (Suidae) kuda sungai (Hippopotamidae) gajah (Elephantidae), kerbau-banteng (Bovidae), dan rusa Cervidae), dan ada juga tempurung atas kura-kura, tempurung atas penyu air tawar, lalu ada Fragmen fosil Scapula Stegodon sp. Dan juga dikenal sebagai tulang bahu, tulang belikat atau tulang yang menghubungkan tulang humerus (tulang lengan atas) dengan klavikula (tulang selangka).
Ditemukan pada tahun 2013 di wilayah Selalang Tanjung Rejo, Jekulo Kudus. Selanjutnya ada Fragment Cranium Stegodon Sp. Ini merupakan bagian dari kepala gajah purba (Stegodon Sp. Fragment fosil ini ditemukan pada tanggal 29 Oktober 2014 oleh Bapak Ari Mustaqim yang lokasi penemuannya di ladang umbi-umbian yang lapisan tanahnya termasuk Formasi Slumprit.
Museum itu dijaga oleh petugas dan diberikan perawatan yang sebaik mungkin karena museum purbakala itu menjadi saksi bisu warga Kudus, sehingga dengan adanya museum itu bisa menjadikan sarana pembelajaran khususnya bagi anak-anak menjalani jenjang pendidikan. Tujuannya adalah untuk mengetahui peninggalan-peninggalan kehidupan zaman purbakala.
Museum Purbakala Patiayam ini menjadi objek dimana traveler bisa merasakan sensasi pergi ke masa pra-sejarah dan mengintip sekilas tentang kehidupan nenek moyang. Perlu anda ketahui juga, di pegunungan Patiayam terdapat sebuah goa yang bernama Goa Patiayam atau goa Goa Dalem.
Nah untuk menuju goa, kita bisa datang dari desa Terban dan desa Gondoharum (RW 4, dusun Kaliwuluh) dengan mengendarai kendaraan motor lalu berjalan kaki soalnya jalannya nanjak menerjang hutan dan jalan setapak.
Meski dengan adanya Museum Purbakala yang menyimpan benda-benda dizaman purba tersebut , serta untuk masuk pun gratis tidak dipungut biaya. Ditempat lokasi disediakan kotak amal jika ingin mengisi seiklasnya, begitu juga masih sepi pengunjung sekitar 20 orang perhari terkadang kalau ada rombongan wisata sekolah juga ramai.
Tempatnya bersih dan dilengkapi dengan ac sehigga pengunjung merasa nyaman, tempatnya dijaga dan dirawat oleh petugas penjaga Museum. Saya dan teman saya yang rumahnya dekat Museum Sabtu sore mengunjungi tempat tersebut sehingga saya bisa melihat dan mengamati peninggalan masa purba, dan menanyakan mengenai bagaimana kondisi keadaan Museum kepada petugas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H