Obama yang saat itu tengah melangsungkan wawancara di gedung putih.
Pada 2009 silam, seekor lalat harus mati di tangan seorang presiden. Nasib buruk lalat itu terjadi karena ia dengan ugal-ugalan terbang mengelilingi kepalaSang presiden sudah cukup halus mengajak lalat itu pergi dari ruangan, namun tak diresponnya dan terus berdenging mendekati wajahnya. Karena terusik, Obama pun spontan langsung menepuk lalat dengan tangan kanannya hingga serangga itu mati
 tak berdaya, lalu jatuh ke lantai.
"Bukankah barusan itu sesuatu yang lumayan hebat?" Kata Obama kepada wartawan yang diam-diam merasa takjub melihat kejadian itu. Menyadari kamera terus menyorot, Obama pun melanjutkan kelakarnya, "Apakah anda juga mau merekam gambar lalat itu?"
Tentu saja reaksi pertama dari wartawan adalah tertawa. Masih banyak sekali kelakuan Obama yang mengundang senyum hingga membuat ia dinobatkan sebagai presiden Amerika yang punya sisi humor paling melimpah. Termasuk candaan yang ia lontarkan ketika bersama para pejabat maupun rakyat.
Tawa mampu melenturkan otot syaraf yang tegang, dan humor adalah salah satu caranya.
Selera humor bagi seorang pemimpin adalah suatu kelebihan. Sikap itu akan mampu menghilangkan kekakuan antara pemimpin dan yang dipimpin. Anak buah akan merasa semakin nyaman, kerjaan pun makin produktif, ketimbang harus menghadapi bos yang terlalu kaku.
Indonesia pernah memiliki Abdurahman Wahid. Seorang pemimpin berwibawa yang punya segudang stok humor. Kisah lelucon-lelucoannya bahkan banyak yang dibukukan sampai sekarang.
Ada sebuah study yang juga ditulis di laman dictio.id, bahwa humor bagi seorang pemimpin bukan berarti ia  merendahkan dirinya, namun justru menunjukkan keaslian dirinya dan membuat partner kerjanya makin respect.
Diam-diam aku pun mulai mengamati siapakah sosok pemimpan sekarang yang punya karakter, atau paling tidak mendekati sikap-sikap dua tokoh besaar tersebut. Hasilnya aku memang tidak banyak menemukan, kecuali pada diri Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.
Ganjar kerap menghadirkan improvise jokes, atau humor yang dibuat spontan dalam sebuah kegiatan. Humor-humor itu barangkali merupakan kepekaanya dalam melihat sesuatu.
Dalam satu kesempatan, Ganjar pernah memberikan sambutan tentang pajak. Ia mengajak hadirin para pejabat dan masyarakat untuk membayar pajak, namun dengan cara yang tidak biasa.
"Bapak ibu kalau dengar pajak seneng atau seneb (mules)? Oh seneng, bagus itu namanya cinta NKRI. Saya doakan semoga bapak ibu sehat badannya, sehat pikirannya, dan sehat dompetnya," katanya.
Pidatonya pun disambut riuh tawa dan tepuk tangan hadirin. Suasana menjadi tidak menyeramkan. Selain menghibur, komunikasi semacam itu juga mudah diterima, ketimbang dengan cara kaku  dan konvensional. Kemungkinan besar orang pun jadi lebih ikhlas membayar pajak.
Tentu saja hal seperti itu tidak mungkin terjadi manakala Ganjar tidak punya selera humor.
Apakah Ganjar mempelajari komunikasi semacam itu, aku tidak tahu. Dan itu juga bukan urusanku. Sebagai warga, aku hanya perlu memberi pendapat.
Namun dalam sebuah wawancara ia pernah berkata, bahwa ia tak menyukai kekakuan.
"Saat muda saya memandang pemerintahan kok kaku begini ya, tidak asik, jadi ketika ternyata saya berada dalam pemerintahan, saya menghindari hal itu," ujarnya. Mungkin itulah alasanya.
Belum lama, Ganjar juga memposting video saat ia bersama personel TNI-Polri. Ganjar membuat candaan, mengajak mereka jangan tidur sebelum pukul dua belas, agar kejatuhan "bintang" yang keluarnya hanya di waktu malam. Bukannya tersinggung mereka malah tertawa, dan mengucapkan amin.
Humor-humor yang dilontarkan Ganjar memang apa adanya dan kerap kali tanpa perencanaan. Lihatlah saat ia bercanda dengan nenak-nenek di panti jompo. Sang nenek sampai menabok lengan Ganjar sambil tertawa ngakak.
Humor adalah soal kejujuran. Ia tak bisa dipaksakan. Dan yang terpenting humor menambah keharmonisaan antara pemimpin dan masyarakatnya. Bukan malah menambah sentimen kelompok, bukan malah merendahkan.
Kita tentu masih ingat ada calon presiden yang melempar humor namun berujung hujatan. Sebab ia menyebut wartawan tidak pernah pergi ke mall karena dianggapnya sebagai golongan yang jarang punya duit. Belum lagi penyebutannya soal "Tampang Boyolali" untuk mengilustrasikan orang-orang miskin.
Saat itu ia berkampanye di Boyolali dan menyampaikan gurauan di depan relawan dan masyarakat saat membahas kesejahteraan. Ia bilang, masyarakat Boyolali tak pernah pergi ke hotel.
"Kalian kalau masuk (hotel) mungkin kalian diusir karena tampang kalian tidak tampang orang kaya, tampang kalian, ya, tampang-tampang orang Boyolali," ujar sang calon presiden yang sekarang akhirnya lebih milih jadi pembantu presiden.
Meski dikelilingi humor, nyatanya Ganjar tak pernah kehilangan wibawa dan ketegasannya sebagai seorang pemimpin. Ia tak perlu melempar humor hinaan untuk menarik rasa hormat. Ia tak perlu memasang wajah sangar agar perintah-perintahnya dijalankan. Ia tak perlu bersikap jaim untuk disegani. Justru dengan apa adanya seperti yang kita kenal sekarang, makin menunjukkan otentikannya.
Tahu kan akibatnya jika kita ngeluarin joke yang tidak otentik? Apalagi sampai nyerang fisik. Hhhmmmm jangankan pacar, jabatan presiden pun bisa hilang jika lelucon kita wagu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H