Mohon tunggu...
Anggie D. Widowati
Anggie D. Widowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Psikolog, Pegiat Literasi

Penulis Novel: Ibuku(Tidak)Gila, Laras, Langit Merah Jakarta | Psikolog | Mantan Wartawan Jawa Pos, | http://www.anggiedwidowati.com | @anggiedwidowati | Literasi Bintaro (Founder)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Post Power Syndrome

19 Desember 2024   02:44 Diperbarui: 19 Desember 2024   02:44 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Anggie D. Widowati (from Book Cover)

Mungkinkah dia sedang jatuh cinta? Memiliki perempuan lain hinga kelakuannya menjadi tidak stabil dan ganjen. Kalau memang iya, apa dia masih sanggup melakukan hubungan. Dengannya saja sebulan bisa dihitung dengan jari. Siapa perempuan yang mau dengan lelaki tua yang sudah pensiun?

Konon Wanita-wanita muda bukan hanya mengejar kekayaan lelaki yang sudah berumur. Tetapi mereka juga ingin disentuh, karena itu akan memiliki nilai tawar untuk dirinya. Tentu saja untuk mengeruk harta dan kekayaannya tanpa sisa. Tanpa seks, mereka hanya akan memiliki hubungan yang hanya di permukaan saja.

Meskipun serba tak mungkin tetapi dugaan Zoel berselingkuh menjadi salah satu kecurigaan Hesti melihat perubahan yang ada padanya. Dan bila dia memiliki perempuan lain, tidak ada pilihan bagi Hesti selain meninggalkannya. Tidak sudi dengan laki-laki yang berbuat nista justru di masa-masa tuanya.

Hesti tidak pernah memiliki sahabat dekat, karena dia memang sedikit menutup diri dengan sekitarnya. Itu adalah cara terbaik untuk menghindari berbagai kemungkinan orang yang ingin memanfaatkan jabatan suaminya.

Di kompleks tempatnya tinggal, hampir tidak mengenal para tetangga dengan baik. Dia malas berhubungan dengan mereka karena terlalu sering menemukan orang yang berteman karena ada motivasi terselubung.

"Aku punya proposal kegiatan, mungkinkah BUMN Pak Zoel bisa memberikan sedikit donasi?"

"Saya tidak ada hubungannya dengan urusan kantor."

"Tapi Jeng Hesti kan istrinya, masak nggak bisa meminta pada suami untuk memberikan donasi."

Hesti biasanya menjauhi orang orang semacam ini. Bukan hanya urusan proposal, ada juga yang ingin menitipkan anak untuk magang, ada yang ingin mendapatkan jatah lapak di kantin dan semacamnya. Demi ketenangan diri, Hesti menutup diri dari orang-orang. Dia hanya ingin mengurus anak dan suami.

Dia tak tahu apa yang berkembang dilingkungannya. Dia tak tahu bagaimana keluarga atau teman yang ditolak itu membicarakannya. Dia berhasil menjadi pribadi yang tidak mencampur adukkan pekerjaan suami dengan hal lain.
Dan sekarang, saat anak-anak sudah mendiri dan pisah rumah, saat suami sudah pensiun dan tidak berkantor, dia justru merasa kesepian. Tidak punya teman.

Hesti juga tak punya kesibukan seperti dulu, tak perlu menyiapkan keperluannya ke kantor, tidak perlu masak sebelum subuh untuk membuatkan bekel. Setelah purna tugas, suaminya dua puluh empat jam di rumah, tetapi malah semakin mejauh.
Hesti memungut selembat tisu di atas meja makan, lalu mengusap air matanya. Dia tak mau suaminya melihatnya menangis. Meskipun sudah tak tahan lagi dengan kelakuannya, dia ingin menutupi kesedihannya rapat-rapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun