Aku makin gugup.
"Pertanyaan terakhir, berapa jumlah propindsi di Indonesia?"
Kepalaku pusing, dan suhu tubuhku meningkat.
"Salah semua!" tegasnya, "kamu tidak belajar?"
Aku diam.
"Daus mini, aku bertanya, tolong dijawab," kata Kak Risa dengan nada tegas.
Aku kaget bukan kepalang. Benarkah apa yang aku dengar itu. Dia memanggilku dengan sebutan Daus mini? Oh Tuhan, teganya dia padaku. Ternyata dia tak ada bedannya dengan yang lain. Seorang berhati salju yang aku kagumi itu ternyata sama saja. Kakiku melemah, pandangan di sekitarku gelap.
 (5)
Ketika terbangun, aku tiduran di UKS. Harun kakakku menjemputku dengan sepeda motor pinjaman. Tidak ada orang lain, selain penjaga sekolah. Pramuka sudah bubar, tidak ada seorang pun di lapangan sekolah.
Aku berusaha mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi. Kata penjaga sekolah aku pingsan. Dan anak-anak anggota palang merah merawatku di UKS.
Harun memboncengkanku di belakang, dan kami meluncur menyusuri keramaian Jakarta. Kakakku tidak berkata sepatah kata pun. Dia melajukan motornya dengan buru-buru, seakan-akan ada yang mengejar kami di belakang. Beberapa kali orang meneriakinya karena bersikap ngawur. Namun dia balas memelototinya.