Mohon tunggu...
Anggie D. Widowati
Anggie D. Widowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Psikolog, Pegiat Literasi

Penulis Novel: Ibuku(Tidak)Gila, Laras, Langit Merah Jakarta | Psikolog | Mantan Wartawan Jawa Pos, | http://www.anggiedwidowati.com | @anggiedwidowati | Literasi Bintaro (Founder)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Juara Festival

21 Juni 2020   13:22 Diperbarui: 31 Oktober 2020   04:41 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Pertama, teman-temanmu mungkin sudah bosan main kelereng. Kedua mungkin kau menjualnya terlalu mahal."

Juara meringis. Iyaa, mungkin nenek bener. Di toko seberang sekolah, seribu dapat lima kelereng, sedangkan Juara menjualnya lebih mahal. Seribu dapat empat kelereng.

"Jualan harus lihat sikon. Kalau mereka nggak mau beli lagi, turunkan harga, tapi jangan sampai merugi."

"Yaa Nek. Seribu dapat lima aja sebenarnya aku undah untung, aku terlalu nafsu, jadi kujual seribu dapat empat."

"Jadi gimana, masih mau jualan kelereng? Atau yang lainnya?"

"Yang empat kotak aku titip ke nenek aja di toko, yang satu kotak aku jual sendiri, sekarang aku mau jual layangan, kemarin teman-teman pada main layangan di lapangan."

Esoknya pulang sekolah Juara sudah berkeliaran di lapangan bola dengan setumpuk layangan. Anak-anak kecil yang belum bisa menaikkan layangan pun merengek pada orang tuanya. Disinilah naluri bisnisnya berjalan. Kalau orang tua yang membeli layangan, dijualnya seribu rupiah, kalau anak kecil beli sendirian cukup lima ratus rupiah. Hari pertama jualan layangan dagangan habis bersih.

Kelas dua SMA neneknya meninggal. Rumah dan toko akan dibagikan sebagai warisan. Nenek punya dua anak, Om Pardi dan ayahnya. Maka warisan pun dibagi dua. Rumah itu dijual dan dari warisan itu Juara membeli rumah di kluster dekat kampungnya. Disitulah dia memulai hidup sendirian. membiayai sekolahnya dengan jualan apa saja yang lagi trend di sekolah.

Lulus SMA, juara tidak melanjutkan kuliah karena tidak ada biaya. Pantang baginya menjual rumah itu, karena disitulah dia bisa tetap berteduh. Kebingungan melanda. Kalau sebelumnya dia bisa berjualan pada teman-teman sekolah, sekarang dia harus mencari konsumen baru.

Dia tidak suka membuka toko seperti neneknya. Untungnya sedikit, lakunya lama dan capek. Dan di depan kluster itu sudah ada toko kelontong dan minimarket. Lagi pula dia tak punya modal yang cukup besar. Juara pun mulai berkelana. Rumah itu sudah seperti gudang. Berbagai macam barang dia stok, tentu saja untuk penjualan yang khusus.

Kalau di kampungnya ada acara tujuhbelasan, Juara belanja banyak sekali atribut tema merah putih, seperti bendera, umbul-umbul dan semacamnya. Untungnya lumayan. Kalau sisa, barang itu dia gelar di pinggir jalan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun