Mohon tunggu...
Anggi Dian Anggraeni
Anggi Dian Anggraeni Mohon Tunggu... Freelancer - Universitas Negeri Surabaya

If you do good, you do good for yourself

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menelusuri Jejak Budi Darma Melalui Simposium Nasional

29 Oktober 2021   19:38 Diperbarui: 29 Oktober 2021   21:15 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Simposium Nasional Budi Darma. Sumber foto: UNESA

Budi Darma adalah seorang sastrawan, penulis, esais, dan akademisi yang telah terkenal di Indonesia maupun mancanegara. Beliau lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada tanggal 25 April 1937. Beliau dikenal telah melahirkan berbagai karya mulai dari cerita pendek, esai, novel, dan karya tulis lainnya. Karya-karyanya yang terkenal diantara lain Orang-Orang Bloomington (1980), Olenka (1983), Ny. Talis (1996), Rafilus (1998), dan masih banyak lagi. Selain itu, Budi Darma berhasil meraih berbagai penghargaan nasional, regional maupun internasional.

Oleh karena itu, ketika beliau meninggal dunia, semua merasakan duka yang mendalam. Indonesia telah kehilangan sosok legenda maestro sastra bernama Budi Darma. Salah satu maestro yang berpengaruh dalam perkembangan sastra di Indonesia. Tidak hanya seluruh Indonesia yang merasa kehilangan namun seluruh keluarga besar Universitas Negeri Surabaya pun turut kehilangan beliau. Budi Darma merupakan guru besar yang pernah menjabat sebagai rektor di IKIP Surabaya yang sekarang telah berganti nama menjadi UNESA pada tahun 1984.

"Saya kira Indonesia juga kehilangan seorang sastrawan besar yang berpengaruh," kata Nurhasan, selaku Rektor Universitas Negeri Surabaya.

Guna mengenang sosok Budi Darma, Fakultas Bahasa dan Seni UNESA menyelenggarakan Simposium Nasional yang bertajuk Menuju Teori Sastra "Dunia Jungkir Balik Budi Darma". Simposium Nasional ini diselenggarakan pada Selasa tanggal 14 September 2021 melalui zoom meeting. Tema pada simposium ini menjelaskan tentang karakteristik penulisan cerita pendek, novel, dan esai karya Budi Darma. 

Simposium Nasional ini terbagi menjadi 4 sesi yang tentunya diisi oleh narasumber-narasumber yang keren dan sudah ahli dalam bidangnya. Sesi pertama diisi oleh Faruk HT, Seno Gumira Ajidarma, Okky Madasari, dan Suyatno. Lalu, sesi kedua diisi oleh Akmal Nasery Basral, M. Shoim Anwar, Triyanto Triwikromo, dan Tengsoe Tjahjono. Selanjutnya, sesi ketiga diisi oleh Wahyudi Siswanto, Nurinwa Ki S. Hendrowinoto, Eka Budianta, dan Much. Khoiri. Kemudian, sesi terakhir diisi oleh Tommy F. Awuy, Hafiz Rancajale, I Wayan Kun Adnyana, dan Djuli Djatiprambudi.

Karya-karya Budi Darma memang menakjubkan. Beliau sangat lihai mengaduk emosi pembaca dengan semua karya-karyanya. Karyanya selalu mengangkat persoalan-persoalan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang mengarah pada kesendirian, kesepian, kegagalan, kesulitan dalam menjalin kontak sosial dengan lingkungan sekitar, kesia-siaan dan akan berujung dengan kembali pada kesendirian. 

Budi Darma juga sering menjadikan kisah dari kejadian yang pernah beliau alami sendiri untuk digunakan pada karya-karyanya. Pemilihan tema tersebut digunakan atau diterapkan secara konsisten dan berasal dari ideologi atau prinsip yang dipegang teguh oleh beliau. Tujuannya adalah agar para penikmat karyanya dapat masuk / menjiwai dan memahami isi karya-karyanya sehingga mereka dapat menangkap makna-makna yang tersirat di dalamnya.

Seperti pada salah satu karyanya yang menggunakan setting tempat di Surabaya, Akmal Nasery Basral, salah satu narasumber pada sesi kedua, menyampaikan bahwa pemilihan kota Surabaya sebagai setting tempat dalam novel Rafilus (1998) dikarenakan kota Surabaya tersebut merupakan kota yang paling dikenal oleh Budi Darma. 

Karena berdasarkan pernyataan tertulis Budi Dharma dalam Solilokui (1983) bahwa pada hakikatnya sebuah sastra haruslah dapat menyampaikan suatu kompleksitas dari perpaduan rasa sakit, takjub, dan syahdu. Berdasarkan isi karya tersebut yang memuat permasalahan tokoh yang bertubi-tubi, perilaku tokoh yang sangat tidak terduga dan juga kejadian / suasana dalam cerita yang mampu mengajak penikmatnya bernostalgia dengan kejadian yang pernah dialami di kehidupan nyata.

"Setelah mengikuti simposium dan beberapa narasumber menjelaskan beberapa novel atau cerpen karya Budi Darma, saya rasa novel beliau sangat khas, unik, dan menarik untuk dibaca," ungkap Alfina Eka Pratiwi, salah satu peserta simposium nasional.

Menurut M. Shoim Anwar, selaku narasumber pada sesi kedua juga, menyampaikan bahwa terdapat mode, motif, dan modifikasi yang digunakan pada karya-karya Budi Darma. Mode yang digunakan dalam karya-karya Budi Darma termasuk absurd karena menggambarkan kebebasan imajinasi pengarang yang sangat liar dalam bentuk kisah-kisah fantasi. 

Lalu, motif pada karya-karya beliau memuat ide / keinginan yang ingin disampaikan dengan berbagai cara namun juga berkali-kali mengalami kegagalan. Sedangkan modifikasi dalam karya-karya beliau menunjukkan pengubahan cara-cara yang berkali-kali mengalami kegagalan untuk dapat menyampaikan dan melaksanakan niat yang berulangkali gagal disampaikan.

Dari karya-karya Budi Darma yang mengangkat persoalan-persoalan yang kerapkali terjadi pada kehidupan manusia sangatlah bermanfaat bagi para pembaca. Tujuannya untuk mendapatkan pelajaran dari kesimpulan yang diambil dari karya beliau karena sebagai manusia kita harus bisa belajar dari kejadian atau permasalahan-permasalahan yang terjadi sebelumnya. 

Oleh karena itu, kita dapat mengambil pembelajaran agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari cerita yang terdapat dalam karya-karya Budi Darma. Selain itu, karya-karya beliau bisa dilakukan / diaplikasikan saat kita ingin membuat karya sastra atau esai yang menarik dengan ciri khas yang menarik juga.

"Pak Budi Darma adalah salah satu sastrawan yang namanya cukup besar. Melalui simposium kemarin saya berharap akan mendapat banyak pelajaran dan pengetahuan dari hidup beliau di dunia sastra," ungkap Alfina Eka Pratiwi, salah satu peserta simposium.

Sementara itu, Ajeng Tialin Natasya, salah satu peserta juga mengungkapkan, "Saya ingin mendapatkan pengetahuan-pengetahuan yang lebih luas lagi mengenai sastra melalui karya-karya Prof. Budi Darma yang menyimpan banyak pembelajaran dan bermanfaat bagi banyak orang."

Pelajaran yang dapat kita petik dari Simposium Nasional ini adalah untuk menjadi seorang penulis sejati yang hebat kita harus memegang teguh prinsip yang kita punya. Meskipun banyak pertentangan dan perbedaan dengan yang lainnya, hal tersebut tidaklah menjadi sebuah masalah karena perbedaan itulah yang membuat kita terlihat unik. 

Selain itu dari informasi dan materi yang disampaikan oleh para narasumber dapat diambil pelajaran juga bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, karena dari kegagalan kita dapat menciptakan peluang-peluang baru lainnya asal kita mau untuk berusaha mengubah dan memperbaiki kegagalan-kegagalan tersebut.

Budi Darma adalah sosok yang sangat inspiratif. Tak heran karya-karyanya sangat diminati oleh semua orang. Karya-karya beliau sangat menakjubkan. Semoga jasa dan karya beliau menjadi inspirasi anak negeri. Selamat jalan Prof. Budi Darma.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun