Tapi, di sekolah gurunya bilang, bahwa anak kami baik-baik saja. Belum berinteraksi dengan intensif, tapi bisa mengikuti instruksi. Semua kami obrolakan bersama agar mendapat solusi. Agar anak kami merasa nyaman meskipun harus ke sekolah.
Ibunya, intensif berdiskusi dengan gurunya. Juga bertanya sana sini ke guru lain yang anaknya seusia anak kami. Dapatlah kami berbagai kisah. Tentang perjuangan mereka mengawal anak-anaknya di usia dini. Berbagai tangisan dan drama. Berbagai kesulitan juga kesenangan. Harus lega hati, harus santai, dan percaya anak bisa. Ya, kuncinya itu. Kami coba terapkan. Jangan tegang, agar anak juga tidak tegang. Itu kata mereka. Santai aja. Tetap kami tidak santai. Tidak mudah mengatur emosi.Â
Di sini, kami sadar, kedewasaaan diri sangat lah penting. Makanya, menikah itu tidak mudah. Apalagi membesarkan anak. Saya jadi kesal jika banyak anjuran di media sosial untuk menikah muda. Menikah itu bukan soal cepat-cepatan. Tapi soal banyak hal. Banyak variabel yang harus disiapkan. Mentalitas harus tangguh, disamping juga kemampuan finansial.
Setelah pergulatan panjang. Sekarang anak kami sudah bersekolah selama  empat bulanan. Anak kami sudah sangat menikmati lingkungan barunya. Ada kalanya merengek, namun tidak "seheboh" dulu. Kami selalu berusaha mendampingi dia. Mengajak dia ngobrol. Memintanya bercerita soal banyak hal. Apa saja.Â
Agar dia terbiasa bicara apa adanya kepada kami. Mengeluakan unek-uneknya tentang apapun. Dia bisa bicara soal teman-temannya, menyebutkannya satu persatu. Tentang ketakutannya, kekesalannya, ketidakmauannya, keinginannya, bekal yang diinginkan, mainan yang diinginkan dsb. Dia kami biasakan bercerita.Â
Apa saja. Apakah selesai persolan? Oh tentu tidak. Ini bukan FTV yang selalu selesai dengan happy ending. Ada berbagai pergulatan yang harus dilakukan dalam membesarkan anak. Itu jelas tidak mudah. Tapi kami sangat menikmati.Â
Sambil memutar otak, mencari strategi, berdoa, tanya sana sini, membaca buku, dan lainnya. Kehidupan memang arena pembelajaran terbaik. Kita dibenturkan, dibenturkan, dan dibentuk-- seperti yang disampaikan Tan Malaka.
Yang saya tulis ini baru satu bagian dari tugas orangtua, dan masih begitu banyak tugas lainnya. Jadi orangtua memang sulit. Tapi jadi orangtua juga sangat menyenangkan. Jadi orangtua adalah anugerah. Tidak semua orang mendapatkan kesempatan ini. Semoga kami tetap kokoh menemani anak kami menghadapi dunia yang semakin tidak terduga.