Mohon tunggu...
Anggi Afriansyah
Anggi Afriansyah Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Masih terus belajar. Silahkan kunjungi blog saya: http://anggiafriansyah.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru dan Masa Depan Bangsa

26 Mei 2016   09:39 Diperbarui: 26 Mei 2016   10:20 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mei adalah bulan penuh sejarah. Beberapa peristiwa sejarah terekam di bulan ini, mulai dari May Day, Hari Pendidikan Nasional, sampai Hari Kebangkitan Nasional.

Untuk dunia pendidikan tanggal 2 Mei merupakan momen penting, Hari Pendidikan Nasional. Apalagi tahun 2016 ini oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) bulan Mei dideklarasikan sebagai Bulan Pendidikan dan Kebudayaan. Seperti yang diungkap oleh Kemdikbud bahwa pendidikan merupakan gerakan semesta, maka menurut penulis, salah satu elemen kunci dari gerakan tersebut adalah para guru. Tulisan ini merupakan refleksi terhadap posisi guru di Indonesia. 

Guru memiliki posisi sentral dalam konstruksi pendidikan di Indonesia. Sesuai amanat UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.  

Amanat luhur undang-undang tersebut, guru harus cakap di bidang pengetahuan dan pembelajaran, memiliki karakter, cerdas secara interpersonal maupun intrapersonal, serta paham akan tugas dan kewenangannya. Guru-guru dengan kriteria tersebut tentu akan berkontribusi secara optimal bagi pendidikan di Indonesia.

Menghadirkan guru-guru dengan kapasitas mumpuni tersebut adalah tugas berat yang harus ditanggung bersama. Guru yang memiliki passion dan visi besar akan mewarnai dunia pendidikan menjadi lebih semarak. Warna-warni yang diharapkan membangkitkan optimisme. Mereka mewakafkan jiwa dan raganya hanya untuk pendidikan anak bangsa.

Para guru yang tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga mencontohkan secara faktual bagaimana nilai-nilai kebaikan hidup dipraktekan dalam laku keseharian. Kata kuncinya adalah keteladanan. Keteladan guru akan terekam dan diingat sampai kapan pun oleh para peserta didik.

Proses pendidikan tidak boleh menjadi ritual mekanis belaka, ketika pendidikan hanya berfokus pada penguatan pengetahuan (cognitive oriented) saja. Peserta didik tidak boleh dijadikan sebagai objek pasif penerima pengetahuan saja, karena sesungguhnya mereka merupakan subjek aktif pencari pengetahuan.

Apalagi seiring kemajuan zaman, dominasi sekolah sebagai otoritas pemberi pengetahuan semakin tergeser. Sekolah bukan satu-satunya sumber pengetahuan. Peserta didik dapat belajar dari berbagai sumber. Apalagi untuk mereka yang memiliki akses internet yang memadai tak sulit memeroleh informasi mengenai materi-materi pelajaran. Tentu berbeda dengan masyarakat yang jauh dari jangkauan internet.

Di sisi lain, pembelajaran di kelas sejatinya merupakan proses latihan bagi peserta didik untuk menjadi pribadi yang kritis, peduli, toleran, terampil, inovatif, kreatif, produktif dan mampu bekerja sama. Mereka harus dididik menjadi sosok pembelajar sepanjang hayat yang selalu kritis mempertanyakan setiap permasalahan kehidupan. Bukan sosok yang manut-manut saja.   

Tindakan kekerasan verbal maupun fisik, sikap intoleransi, maupun perundungan (bullying) akan dapat diminimalisir oleh guru yang memiliki semangat yang kuat serta cinta yang tulus untuk mendidik. Apalagi peserta didik merupakan individu dengan ragam kecerdasan dan kepribadian, sosial ekonomi, budaya, agama, maupun gender yang berbeda. Guru harus mampu mengkondisikan diri untuk memahami keunikan masing-masing peserta didik. Guru-guru otoriter dan pendikte harus dieliminasi. Bukan zamannya lagi mendidik dengan hardikan dan kekerasan.

Untuk pelajaran ilmu-ilmu sosial khususnya, guru harus mampu menghadirkan pembelajaran yang relevan dengan kehidupan keseharian, sesuai dengan kondisi nyata yang ada pada bangsa ini, pembelajaran yang kontekstual. Pembelajaran berbasis penyelesaian masalah (problem based learning) menjadi penting. Bukan pembelajaran yang justru menjauhkan mereka dari realitas kehidupan.

Perubahan merupakan suatu keniscayaan. Guru harus adaptif menghadapi perubahan yang semakin tak tentu arah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat perlu diimbangi oleh semangat guru untuk selalu memperbahrui wawasan dan kompetensinya. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas guru merupakan hal yang sangat besar urgensinya.

Upaya guru secara personal untuk berusaha meningkatkan untuk meningkatkan kapasitas diri secara berkelanjutan merupakan hal yang paling mendasar. Para guru harus ditantang dan diberikan target untuk senantiasa meningkatkan kapasitasnya. Guru tak boleh malas meningkatkan kapasitas diri. Para guru harus sadar mereka berada di garda terdepan yang langsung berhadapan dengan anak-anak bangsa yang butuh mendapatkan pencerahan. 

Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) harus mampu menjaring anak-anak bangsa terbaik untuk dididik dan dipersiapkan menjadi guru yang berkualitas. Adanya Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen GTK Kemdikbud) sesungguhnya menjadi harapan baru. Melalui Dirjen GTK Kemdikbud ini, program pelatihan bagi guru harus diupayakan terus menerus. Organisasi profesi guru secara kritis harus mengawal beragam program peningkatan kapasitas guru yang dijalankan oleh pemerintah.

Peningkatan kapasitas guru merupakan tugas bersama. Pemerintah, perguruan tinggi, maupun organisasi profesi harus bersinergi untuk mengoptimalkan program peningkatan kapasitas guru. Sinergisitas kelembagaan memang masih menjadi permasalahan di negeri ini. Koordinasi antar lembaga masih menjadi hal yang sulit dilakukan. Kolaborasi menjadi kata kunci.

Di level yang lebih mikro, sekolah maupun dinas pendidikan di tiap daerah pun harus secara aktif menjaring dan mendorong guru-guru untuk meningkatkan kualifikasi akademik ke jenjang selanjutnya. Para guru harus diberi kemudahan ketika melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Negeri ini harus banyak belajar dari Finlandia untuk mempersiapkan guru yang mumpuni. Finlandia merupakan salah satu negara yang berhasil melakukan transformasi pendidikan. Di negeri tersebut, para guru yang mengajar di sekolah merupakan lulusan dari universitas-universitas terbaik.

Pasi Sahlberg (2010) dalam The Secret to Finland’s Success: Educating Teachersmengungkapkanbahwa guru yang unggul (excellent teacher) adalah salah satu elemen kunci keberhasilan Finlandia di bidang pendidikan.

Calon guru sekolah dasar di Finlandia harus melalui seleksi ketat. Proses tersebut berlangsung sangat kompetitif. Hanya yang terbaik yang akan diterima menjadi guru. Profesi guru sangatlah menjanjikan di negeri tersebut. Prestisenya tidak kalah dengan profesi di bidang kesehatan, hukum, maupun ekonomi.

Di Indonesia sesungguhnya profesi guru sudah banyak diminati. Apalagi kesejahteraan guru relatif membaik khususnya bagi mereka yang mendapatkan sertifikasi. Namun lagi-lagi kesejahteraan tersebut tidak dinikmati semua guru. Guru honorer masih jauh dari sejahtera.

Jangan bayangkan juga mereka mendapat jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan ataupun BPJS Ketenagakerjaan. Mereka harus ‘ikhlas’ dan nrimo dengan gaji yang mereka terima. Guru-guru honorer harus menikmati gaji seadanya, jauh di bawah upah minimum. Seringkali gaji tersebut terlambat didapat. Satu dua bulan tak dapat gaji dianggap biasa.

Seringkali juga guru honorer mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari sekolah. Untuk guru honorer yang masih muda mereka harus siap diberikan beragam tugas tanpa adanya kompensasi yang layak. Hal tersebut dianggap pengabdian saja. Guru honorer dituntut profesional bekerja namun tak diperlakukan layaknya seorang profesional.

Profesi guru memang tak mudah dijalankan. Seorang guru, meminjam kata-kata Pramoedya Ananta Toer (2003) adalah kurban, kurban untuk selama-lamanya, dan kewajibannya terlampau berat, membuka sumber kebajikan yang tersembunyi dalam tubuh anak-anak bangsa.Catatan tersebut menjadi pengingat bagi guru maupun calon guru. Beratnya tugas tersebut mengindikasikan tak sembarang orang bisa menjadi guru.

Tugas sangat berat berada di bahu para guru.Guru harus memiliki kebanggaan besar karena mereka mempunyai kesempatan besar untuk mengubah wajah bangsa ini di masa depan. Mereka adalah kreator yang akan mengubah masa depan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun