Mohon tunggu...
Anggi Oktavia
Anggi Oktavia Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Andalas

Saya suka membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pergeseran Peran Mamak terhadap Kaum Keluarganya di Minangkabau

8 Januari 2024   09:44 Diperbarui: 8 Januari 2024   10:09 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ranah Minang terkenal dengan sistem Matrilineal. Dimana garis keturunan anak berdasarkan garis keturunan ibu. Tentunya yang masyarakat Minangkabau pakai tidak  hanya sekedar garis keturunan ibu, bukan? Tentunya ada aturan, takaran dan tata cara di dalamnya, yang melekat kuat dalam sesuatu yang di sebut prinsip. Sehigga prinsip membentuk gaya hidup orang Minangkabau.

Setiap tata cara yang digunakan tentu pada awalnya adalah sesuatu yang disepakati bersama oleh masyarakat secara sadar berdasarkan kondisi, situasi, dan fungsi tertentu.

Begitu pun dengan peraturan yang di eksplisitkan dengan perbuatan berupa tata cara orang Minangkabau hidup. Kemudian menerapkannya secara terus menerus, sehingga terciptalah tradisi.

Namun, tak dapat juga dipungkiri bahwasanya sesuatu yang dilakukan secara terus menerus akan berubah sewaktu-waktu, karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat pada zamannya. Maka terjadilah pergeseran-pergeseran, baik kebiasaan tadi memudar, hampir punah, atau bahkan benar-benar punah atau di tinggalkan masyarakat.

Secara peristilahan orang Minangkabau menggunakan istilah "Mamak" sebagai nama panggilan untuk adik atau Kakak laki-laki dari pihak Ibu. Namun, secara fungsional mamak sangat berperan penting dalam sistem Matrilineal. Mamak adalah Pemimpin sebuah kaum, di Rumah gadang. Di mana mamaklah  yang memegang kekuasaan untuk menegaskan, menunjukajarkan, mendidik, serta mencarikan solusi terhadap kemenakan.

Zaman dahulu mamaklah yang bertanggung jawab penuh terhadap hidup seorang kemenakan. Mulai dari tingkah laku kemenakan, mencarikan kemenakan sekolah, menunjukajari kemenakan tentang tetek bengek adat. Terlebih kemenakannya adalah perempuan, mamaklah yang bertanggung jawab mencarikan jodoh kemenakannya, berperan dalam pernikahan kemenakannya, sampai pada tempat meminta pendapat, serta memelihara dan mengembangkan harta pusaka.

Jika diperhatikan, sangat banyak pergeseran yang dialami. Bagaimana mamak berperan dalam sebuah kaum di Minangkabau. Tidak lagi se-sentral yang dulu. Salah satu pergeseran yang sangat nyata adalah cara mendidik anak-anak (kemenakan bagi mamaknya) yang sudah berpindah tangan, kepada Ayah si anak.

Penulis melihat bahwa faktor pertama yang mempengaruhi adalah tempat tinggal, tidak lagi tinggal di Rumah Gadang. Dimana  jika Minangkabau tempo lampau, mamak di Rumah Gadang merupakan pemimpin kaum atau suku. 

Mamak akan lebih banyak memberikan perhatian kepada Rumah Gadang kaumnya dari pada Rumah Gadang kaum istrinya. Hal ini karena perundingan dengan dunsanak akan ada terus menerus di lakukan, baik mengurusi masalah yang menimpa suku, memberikan solusi, atau pun memikirkan yang terbaik untuk kemenakannya. Tentu, jauh berbeda dengan zaman sekarang. Dimana masyarakat Minangkabau tidak lagi tinggal di Rumah Gadang, melainkan tinggal di sebuah rumah yang terdiri dari keluarga inti yaitu : Ayah, Ibu, dan Anak-anaknya. 

Di sini terjadilah pergeseran laki-laki yang mendidik anak-anak ketuturnan Minangkabau atau kemenakan kaum itu bukan lagi mamak, melainkan berpindah tangan kepada Ayah atau Bapak. Dalam pandangan orang Minangkabau, Bapak notabennya adalah orang luar, yang datang kepada sebuah kaum keluarga Ibu. Bapak hanya sebagai urang sumando di dalam sebuah kaum keluarga. Maka, secara sadar atau tidak sadar peran mamak mendidik kemenakannya, berpindah kepada Ayah atau Bapak anak itu.

Karena tidak bertemu setiap harilah, kemenakan hari ini tidak merasa dekat dengan mamak, berbeda dengan zaman dulu yang bertemu hampir setiap hari. Rasa segan-menyegani pun juga tinggi, lagi-lagi kemenakan zaman sekarang sudah banyak yang tidak mendengarkan mamaknya. Menganggap remeh, bahkan menganggap mamak hanya angin lalu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun