Mohon tunggu...
Anggi Oktavia
Anggi Oktavia Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Andalas

Saya suka membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Orang Parimbo Mencari Buah Rotan, antara Hobi dan Sumber Penyambung Hidup

20 Desember 2023   20:21 Diperbarui: 30 Desember 2023   02:45 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari sekian Pulang ke rumah yang tak terhingga, hanya pulang kali ini yang terasa benar-benar pulang, nikmat. Sebab, ada sebuah perasaan yang bergejolak menjemput tubuh saya untuk Pulang. 

Ada sebuah rasa kosong yang tidak dapat didefinisikan, mungkin saja rindu, pikir saya. Berkumpul, bercengkerama, Tertawa, dan diskusi bersama Ayah adalah ritual yang tak pernah saya tinggalkan jika pulang ke Rumah. Akan selalu ada topik pembicaraan yang di buka oleh Ayah.          

Terbukti, saat saya baru saja sampai sore itu, setelah makan dan membereskan beberapa barang, malam harinya Ayah mengajak saya bercerita panjang lebar membahas tentang, ya biasa menanyakan kuliah, menanyakan kehidupan saya dikos, apakah makan saya tidak telat lagi, dan apakah kebiasaan begadang sudah di hentikan.

Lagi-lagi saya menjawab dengan mencari aman, mengatakan saya tidak lagi begadang, dan makan tepat waktu. Tetapi untuk beberapa tetek bengek permasalahan saya tidak bisa mencari aman, karena memang saya yang Ingin menyampaikan dan meminta solusi. 

Biasa, masalah pertemanan, masalah tugas yang tak ada habisnya. Hehe, saya memang sedikit cengeng dan pengadu, tetapi setidaknya dengan mengutarakan kepada Ayah, saya merasa lebih baik. Apalagi di setiap cerita Saya, Ayah selalu mencarikan pertimbangan juga kemungkinan jalan keluar.

Malam itu hujan dan angin begitu kencang menerpa rumah semi permanen kami. Ayah mulai menutup setiap pintu dan jendela. 

Setelahnya, Ayah duduk membuka perbincangan, menggunakan bahasa Minang, tetapi dalam tulisan ini sudah saya translate ke bahasa Indonesia. "Jika ada orang yang menawarkan kepada ayah jalan-jalan ke kota atau ke rimbo, Ayah akan pilih ke Rimbo." 

Saya mulai tertarik dengan pembicaraan Ayah. Lalu saya tanyakan, "Kenapa Yah?" 

Ayah saya tertawa kecil, dengan simpul senyumnya "Sebab, saat menelusuri Rimbo kita akan merasakan suasana yang berbeda. Pergi ke Rimbo adalah satu-satunya hobi Ayah"  

Aku mengangguk mulai serius mendengarkan Ayah, lalu tiba-tiba tercetus sebuah pertanyaan di benak Saya "kapan terakhir kali Ayah ke Rimbo?" 

"Hehe, baru Kapatang mengambil batang bambu di dekat ladang Pak Inggih, ada orang memesan" 

Ayah menghembuskan ke udara sigaret kretek merek lintang enam sesaat, belum habis asap yang beliau hembuskan, Ayah kembali bicara "Tetapi nikmat mencari buah rotan tiada duanya, selalu terngiang-ngiang. Jika Anggi tahu, ke hutan akan Benar-benar membebaskan jiwa kita. Saat mencari buah rotan waktu itu ayah pergi bersama Gaek Iman. Tetapi sayang, pencarian buah rotan terpaksa berhenti karena Virus corona waktu itu." 

"Kan cuma ke hutan, kenapa harus di hentikan, Yah?" 

"Karena orang yang pesan dari Sijunjung berhenti memesan." 

Saya manggut-manggut, tetapi Otak saya menjemput memori beberapa tahun yang lalu, Saya ingat saat Ayah mencari buah rotan. 

Terkadang jika hutan yang ditaklukkan, jauh maka Ayah dan Gaek Iman harus bermalaman di hutan. Tentu, hal ini membuat saya dan Ibu terpikir sepanjang waktu, dan berdoa agar Ayah pulang dengan selamat, serta membawa buah rotan. 

Air hujan tak juga kunjung berhenti untuk turun, tetapi sudah tidak sederas yang tadi. Ayah meminum kopi hitam yang ibu buatkan tadi sore. Saya kembali menanyakan kepada Ayah

"Untuk apa buah Rotan dibeli orang yah, bukankah yang biasa digunakan adalah batang Rotan yah? Anggi lihat ada orang yang membuat meja dan kursi dari batang Rotan. Tetapi kenapa yang Ayah cari Itu buahnya, bukan batangnya. Gi saja baru tahu kalau ada buah Rotan, saat ayah mulai kerja mencari buah Rotan." 

Ayah menjawab. "kan banyak manfaat buah rotan nak, kalau tidak percaya, carilah di google. Untuk minyak urut misalnya." 

"Mmmm memangnya di Sijunjung Ada pabrik yang mengolah buah rotan yah?"

"Indak, pabriknya ada di bengkulu. Sedangkan di Sijunjung itu adalah toke yang membeli. Toke nanti yang akan menjual kembali buahnya ke Bengkulu." 

"Lalu pakai apa Ayah mengirimkannya?" setahu saya ayah memang tidak pernah mengantar buah rotan waktu itu.

"Proses pengiriman Dari Solok ke Sijunjung, dikirimkan dengan paket. Pakai kardus yang di beri nama, biasanya dengan mobil bus bernama Restu ibu, mobil ini dari Padang. Lalu Gaek Iman akan menelpon toke, dan uang akan di transfer saja ke rekening Gaek Iman." 

Saya masih ingat betul bentuk buah rotan. Buah rotan berbentuk bulat tetapi kulitnya seperti buah salak, hanya saja besarnya sebesar kelereng. Berwarna coklat, saat muda, dan jika matang berwarna kuning. 

Buah rotan yang di ambil Ayah adalah yang muda berwarna coklat. Kata ayah buah Rotan itu seperti buah anau, memiliki arai. Satu arai bisa mencapai setengah kg. 

Kurang lebih 50 butir buah dalam satu arai. Kalau di kupas baru terbuka kulitnya, kira-kira seperti mengupas buah salak. Isinya seperti biji rambutan, berwarna putih dan biji di dalam isinya berwarna hijau. 

Kata Ayah Kulit buah rotan lah yang di olah menjadi bubuk, hasilnya akan merah, seperti bubuk antaka. Tetapi tentu tidak sama. 

Selanjutnya bubuk buah rotan di goreng dengan menggunakan minyak kelapa. lebih sedikit daripada bubuk, sehingga menghasilkan minyak rotan untuk urut.

Batang rotan berbentuk panjang-panjang, dan berduri. Cara mengambil buah rotan, supaya tidak terkena durinya adalah mengambil dengan kayu yang bercabang. 

Membalikkan kayu yang bercabang, buah rotan di tarik dengan dua ujung kayu sebesar jempol kaki. Sehingga, dapatlah buah rotan, tanpa terkena duri dari barang rotan. 

Ayah biasanya mengambil buah rotan di pinggang-pinggang Bukit. Rimbo yang pernah di jelajah ayah adalah Rimbo puncak pertambangan karang Putih di indaruang. 

Bukit Sikabuik di perbatasan Solok-Padang, sebelah kanan kalau dari Solok. Bukit Sumanjek, bukit di belakang rumah saya, di Dusun Kelok Batuang, nagari Lubuk Selasih, Solok. 

Satu lagi bukit yang sudah di jelajah ayah ada di dekat rumah saya, di Dusun kelok Batuang yaitu Bukit Pila dekat tambang batu bara, dan masih banyak Rimbo lainnya yang sudah di jelajah oleh Ayah saya dalam pencarian buah rotan. 

Biasanya Ayah akan berangkat bekerja jam 07.00 pagi, dan akan sampai dirumah jam 18.00 sore. Ayah dan Gaek Iman bisa balik hari. 

Terkadang Ayah dan Gaek Iman pergi bersama-sama, tapi ada juga masanya pergi sendiri-sendiri. Biasanya ayah akan sampai di pinggang bukit, harus menempuh paling kurang satu jam perjalanan. Kalau di bukit yang besar, bisa mencapai 4 jam baru menemukan buah rotan. 

Terkadang ayah juga bermalam bersama Gaek Iman di Rimbo Lubuak gadang, yaitu Rimbo di sekitar daerah perbatasan, di ripa masuk ke bawah. 

Ayah akan membawa bekal lebih, seperti beras, lauk, cabe bawang dan sayur. Mendaki bukit, menuruni lembah benar-benar Ayah lakukan. 

Terlebih harus membuat jalan sendiri, saat memasuki Rimbo, karena tidak ada jalan khusus yang memang untuk berjalan. 

"Insya Allah tidaklah ada tersesat. Asal niat kita benar, untuk mencari rasaki" kata ayah saat saya tanya apakah pernah tersesat. 

Resiko yang sering dialami saat ke hutan adalah Terkena duri, baik duri rotan, maupun duri tumbuhan lainnya. Ada duri silaha, berbentuk kuku kucing, duri bulangan, berbentuk panjang dan menjalar di tanah. Yang paling berbahaya adalah Duri rukam karena kata ayah duri ini berdiri tegak. 

Resiko yang tak kalah besar yang harus ditanggung oleh Ayah dan Gaek Iman adalah Bertemu dengan binatang buas yang dapat mengancam nyawa, seperti ular, sipasan (lipan), siamang (monyet hitam bermulut putih), atau harimau. 

Bahkan ketika pergi sendirian Gaek Iman, pernah bertemu harimau di bukit anak aia sungai tanam. Tentu bahaya seperti ini memacu adrenalin, siapa saja pasti takut untuk mati konyol di dalam hutan. 

Tetapi dengan harga buah rotan yang menjanjikan Ayah menguatkan mental untuk terus melanjutkan pekerjaan, berjalan ke Rimbo mencari buah rotan. Satu Kg buah rotan di hargai toke senilai Rp 41.000. 

Paling sedikit Ayah akan mendapatkan 2 Kg Rotan. Paling banyak Ayah dan Gaek Iman pernah mendapatkan 35 Kg buah rotan sekali pergi. Kata Ayah yang paling sering itu dapatnya 8 kg. 

Meskipun demikian, tentu tidak menentu berapa uang yang bisa di terima di kemudian hari. Biasanya rotan akan ditumpuk 3-4 hari lalu baru dikirim melalui bus ke Sijunjung. 

Saya menyimpulkan hanya orang-orang dengan optimisme berlebih dan nyali yang besar yang bisa melakukan pekerjaan mencari buah rotan ini. 

"Mencari buah rotan, mencari kayu golong-golong, mencari bambu, mencari Pakis, mencari Buah Sambuang( kecombrang), mencari Cindawan (Jamur) sudah Ayah coba semuanya," ujar Ayah mengakhiri pembicaraan malam itu. 

Saya manggut-manggut membayangkan betapa membahayakan pekerjaan Ayah selama ini. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dan hujan yang tadi deras ternyata sudah berhenti. 

Anggi Oktavia, Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Universitas Andalas 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun