Mohon tunggu...
Gede Anggha Indrawan
Gede Anggha Indrawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa yang tertarik di bidang penulisan. Selain itu saya juga memiliki minat pada bidang musik, film, buku dan juga game, jadi hal yang dibahas di blog ini kurang lebih seputar itu saja.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pevensi Korupsi dari Perspektif Agama Hindu

13 Juli 2024   18:07 Diperbarui: 13 Juli 2024   21:32 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Aditiya Agarwal

Pendahuluan

Di Indonesia, korupsi telah menjadi bagian dari sejarah panjang yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Menariknya, sebuah anekdot yang sering kali dibicarakan adalah bagaimana orang Belanda, pada masa penjajahan, belajar korupsi dari penduduk lokal. Hal ini menunjukkan bahwa praktik korupsi telah mendarah daging dan menjadi masalah serius sejak zaman dahulu kala. Korupsi, dalam definisinya, adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, sering kali dengan cara yang tidak jujur atau ilegal. Korupsi tidak hanya merugikan negara dari segi ekonomi, tetapi juga mengikis nilai-nilai moral dan etika masyarakat.

Kasus-kasus korupsi di Indonesia, seperti skandal Bank Century, kasus BLBI, dan yang terbaru, kasus korupsi bansos COVID-19, menunjukkan betapa parahnya masalah ini. Ketidakadilan yang ditimbulkan oleh korupsi merusak tatanan sosial dan menghambat pembangunan negara. Masyarakat menjadi kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah dan institusi publik.

Di tengah situasi yang memprihatinkan ini, penting bagi kita untuk mencari solusi yang mendasar dan berkelanjutan. Salah satu pendekatan yang dapat diambil adalah dengan menggali dan menerapkan nilai-nilai agama sebagai pedoman moral. Dalam konteks ini, agama Hindu menawarkan ajaran-ajaran yang dapat menjadi landasan kuat untuk mencegah perilaku koruptif di kalangan umatnya.

Nilai-nilai dalam agama Hindu, seperti Dharma (kebenaran dan kewajiban moral), Asteya (tidak mencuri), dan Satya (kejujuran), memberikan panduan jelas mengenai perilaku yang harus dihindari dan yang harus diterapkan oleh setiap individu. Selain itu, langkah-langkah konkret yang dapat diterapkan berdasarkan nilai-nilai ini juga perlu dijabarkan secara rinci untuk memberikan panduan praktis bagi umat Hindu dalam menghindari jerat korupsi. Dengan menggali lebih dalam tentang ajaran Hindu dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil, jujur, dan bermartabat, bebas dari praktik korupsi yang merusak.

Pembahasan

a. Ajaran Dharma Serta Implementasinya

Dharma merupakan suatu ajaran dalam Agama Hindu dengan kompleksitas tinggi untuk dipahami. Dharma adalah konsep yang kompleks dan fundamental dalam agama Hindu, yang mencakup berbagai aspek moral, etika, dan kewajiban sosial. Dalam pengertian yang paling mendasar, Dharma merujuk pada prinsip-prinsip kebenaran, ketertiban, dan keharmonisan yang mengatur alam semesta dan kehidupan manusia. Dharma adalah pedoman hidup yang memandu individu untuk berperilaku benar, adil, dan sesuai dengan tatanan kosmis.

Terdapat dua nilai penting yang menjadi bagian dari Dharma, sekaligus relevan terhadap pembahasan artikel ini, yaitu Asteya dan Satya. Asteya, didefinisikan secara sederhana sebagai tidak mencuri atau mengambil hak yang bukan miliknya. Asteya mencakup segala bentuk pengambilan yang tidak sah atau tidak adil, termasuk korupsi. Di dalam Asteya, terdapat sebuah nilai yang berkaitan yaitu Satya. Satya berarti kebenaran atau kejujuran. Nilai ini menekankan pentingnya berpikir, berkata dan berperilaku jujur dalam semua aspek kehidupan. Kejujuran bukan hanya berarti tidak berbohong, tetapi juga mencakup kesetiaan pada fakta dan kebenaran.

Melalui penjelasan di atas, definisi dharma dapat dikerucutkan sebagai suatu tidakan yang berdasar pada kebenaran. Menurut saya, suatu aksi dapat disebut sebagai dharma apabila tindakan tersebut seminimalnya tidak merugikan siapa pun. Jadi, apabila Anda hendak melakukan sesuatu, jika tindakan tersebut tidak merugikan siapapun, atau bahkan memberikan manfaat, maka dapat dikatakan tindakan tersebut benar. 

Ajaran dharma tentu tidak memiliki benefit apabila tidak dipraktikan secara nyata. Di Bali, yang merupakan lokasi sentral dari masyarakat Hindu, banyak sekali orang yang bersuara bahwa dirinya telah memahami esensi dari ajaran dharma. Pernyataan tersebut sering dikemukakan oleh para politisi yang menggunakan agama sebagai gimmick kampanye. Padahal nyatanya, mereka adalah oknum-oknum koruptor di Provinsi Bali.

Implementasi Dharma dalam kehidupan melibatkan banyak usaha untuk mengendalikan diri. Manusia begitu terikat dengan hawa nafsu sejak kelahirannya. Dari kecil kita memiliki nafsu yang berawal nafsu untuk makan. Beranjak menjadi lebih dewasa, nafsu itu berkembang menjadi lebih liar, seperti nafsu untuk mendapatkan harta, kekuasaan, lawan jenis, dan lain sebagainya. Maka dari itu, untuk mempraktikkan ajaran kebenaran (Dharma), kita perlu berusaha untuk mengendalikan hawa nafsu terlebih dahulu. Setelah itu, baru lah kita bisa menimbang tindakan mana yang benar serta tindakan mana yang salah.

b. Tindakan Preventif untuk Mengatasi Korupsi Berdasarkan Agama Hindu

Korupsi adalah momok yang menggerogoti tatanan moral dan keadilan dalam masyarakat. Menghadapi tantangan ini, ajaran agama Hindu menawarkan landasan moral yang kokoh untuk mencegah korupsi melalui penanaman nilai-nilai Dharma, yang mencakup Asteya dan Satya, serta pembentukan lingkungan yang anti korupsi.

Dharma, sebagai prinsip kebenaran dan kewajiban moral, merupakan fondasi utama dalam ajaran Hindu yang dapat digunakan untuk membangun karakter anti korupsi. Penanaman ajaran Dharma harus dimulai sejak dini, baik dalam keluarga maupun dalam lingkungan pendidikan. Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan. Orang tua dapat mendidik anak-anak mengenai betapa pentingnya menjalankan kebenaran, tidak hanya kepada keluarga tetapi juga kepada masyarakat luas. Pendidikan formal juga harus tetap memasukkan nilai-nilai Dharma dalam buku pegangan siswa untuk memastikan bahwa anak-anak tumbuh dengan pemahaman yang kuat tentang pentingnya integritas dan kejujuran.

Asteya sebagai salah satu nilai utama dalam Dharma relevan dengan pencegahan korupsi, tidak hanya mengajarkan untuk tidak mengambil barang milik orang lain, tetapi juga untuk tidak menyalahgunakan wewenang dan jabatan demi keuntungan pribadi. Dengan menanamkan nilai Asteya, individu diharapkan untuk hidup dalam kejujuran dan menghormati hak milik orang lain. Dalam konteks ini, pendidikan karakter yang berfokus pada integritas dan tanggung jawab sangat penting. Setiap individu harus diajarkan untuk menghindari segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan untuk selalu bertindak adil dan jujur.

Satya adalah nilai lain yang krusial dalam pencegahan korupsi. Satya menekankan pentingnya hidup dalam kejujuran dan berkata benar dalam setiap situasi. Menanamkan nilai Satya dalam diri setiap individu akan membangun budaya kejujuran yang kuat, di mana setiap orang merasa bertanggung jawab untuk menjaga integritas pribadi dan profesional. Dalam lingkungan kerja, penerapan Satya dapat dilakukan melalui transparansi dalam segala aktivitas, audit yang jujur dan terbuka, serta mendorong whistleblowing atau pelaporan pelanggaran dengan perlindungan yang memadai.

Selain penanaman nilai-nilai Dharma, penting juga untuk menciptakan lingkungan yang mendukung anti korupsi. Lingkungan yang sehat dan berintegritas akan membentuk individu-individu yang juga berintegritas. Pembentukan lingkungan anti korupsi dapat dimulai dari institusi pendidikan, di mana aturan yang tegas dan disiplin harus diterapkan. Sekolah dan universitas harus menjadi tempat di mana kejujuran dan integritas dihargai dan diterapkan dalam setiap aspek kehidupan akademik.

Di lingkungan kerja, penerapan sistem yang transparan dan akuntabel sangat penting. Perusahaan dan institusi harus menerapkan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Pemimpin yang berintegritas harus memberikan teladan dan memastikan bahwa setiap anggota organisasi memahami pentingnya menjalankan tugas dengan jujur dan adil. Pelatihan berkala tentang etika dan anti korupsi juga perlu dilakukan untuk menjaga kesadaran dan komitmen seluruh anggota organisasi.

Pemerintah juga memegang peran penting dalam menciptakan lingkungan anti korupsi. Kebijakan yang transparan dan sistem hukum yang tegas harus diterapkan untuk menindak segala bentuk korupsi. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap pejabat publik memahami tanggung jawab mereka untuk melayani masyarakat dengan integritas dan kejujuran.

c. Renungan

Di zaman Kali Yuga ini, ketika moralitas dan kebenaran sering kali terabaikan, kita harus tetap teguh menjalankan ajaran Dharma, terutama dalam dunia pekerjaan dan pengelolaan masyarakat. Menjaga integritas dan kejujuran dalam setiap tindakan adalah tugas yang mulia. Dalam menjalankan tugas sehari-hari, kita hendaknya menghindari segala bentuk kecurangan dan penyalahgunaan wewenang. Mengamalkan Asteya, tidak mencuri, dan Satya, kejujuran, adalah cara kita menjaga kehormatan diri dan keadilan di masyarakat.

Selain itu, tetaplah melakukan Dana Punia, yakni menyumbang dan memberi kepada sesama. Tindakan ini tidak hanya membantu mereka yang membutuhkan, tetapi juga membersihkan hati kita dari keserakahan dan keegoisan. Dengan berbagi, kita menyebarkan kebaikan dan membangun solidaritas sosial yang kuat.

Bayangkan jika setiap orang dalam komunitas kita berkomitmen untuk menjalankan ajaran Dharma dengan jujur dan ikhlas. Lingkungan kita akan berubah menjadi tempat yang lebih baik, penuh dengan keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian. Mari kita mulai dari diri sendiri, menjalankan Dharma dengan setia, dan menyebarkan kebaikan dalam setiap langkah kehidupan kita. Dengan demikian, kita dapat menghadapi tantangan Kali Yuga dengan hati yang murni dan tindakan yang benar.

Kesimpulan

Korupsi, yang telah mendarah daging dalam sejarah panjang Indonesia, merupakan masalah serius yang merusak tatanan moral dan sosial masyarakat. Menghadapi tantangan ini, ajaran agama Hindu menawarkan solusi melalui penanaman nilai-nilai Dharma, terutama Asteya dan Satya, serta pembentukan lingkungan yang anti korupsi. 

Dharma sebagai prinsip kebenaran dan kewajiban moral, Asteya sebagai ajaran untuk tidak mencuri, dan Satya sebagai kejujuran, memberikan landasan moral yang kuat untuk membangun karakter anti korupsi. Implementasi nilai-nilai ini dalam keluarga, pendidikan, dan lingkungan kerja sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berintegritas. 

Selain itu, tetap melakukan Dana Punia atau berbagi dengan sesama akan memperkuat solidaritas sosial dan mengikis keserakahan. Dengan menanamkan ajaran Dharma dan menciptakan lingkungan yang mendukung anti korupsi, kita dapat menghadapi tantangan zaman Kali Yuga dan membangun masyarakat yang penuh dengan keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun