Mohon tunggu...
Angger Wiji Rahayu
Angger Wiji Rahayu Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bermimpi menjadi penulis. Karena dunia yang kita lihat hanyalah representasi. www.anggerwijirahayu.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bagian 25: Tidurlah di Pelukku

22 Mei 2012   08:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:58 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

...yang tidak boleh dia lakukan adalah cemburu kepadaku..

Kami terduduk terdiam dimeja makan. Semua orang tak ada yang berani memanggil ayah, karena mereka melihatku menangis. Putri kecilnya yang paling disayangnya menangis dan terduduk terdiam dimeja makan. Mungkin pula ayah kebingungan bagaimana menjelaskan padaku.

Ayah meninggalkanku sendirian di meja makan, tanpa penjelasan, tanpa kata apapun itu. Setidaknya ayah tidak membujukku seperti biasa jikalau aku menangis. Aku memeluk sebuah lukisan berjiwa ibu. Lukisan seorang perempuan duduk di sela-sela pepohonan yang rimbun membaca buku serta membawa sebotol minuman disampingnya.

Dalam lukisan itu, kaki sang perempuan diikat dengan rantai dan dia tersenyum. Rambut sang perempuan dicepol kebelakang dan kulihat bunga menyelip diantara rambutnya. Aku memandangi lukisan itu sambil berfikir, apakah ini seseorang yang ingin ibu ceritakan padaku, ataukah ibu sedang merencanakan sesuatu.

Aku pandangi satu persatu lukisan-lukisan itu. Aku mencari-cari dan menebak-nebak bagaimana urutan lukisan itu bercerita. Aku mengambil sebuah lukisan dan menebak-nebak lukisan tersebut lebih dulu dibuat dibandingkan lukisan yang aku pegang. Aku sibuk menggonta-ganti posisinya, hingga air mataku kering sendiri tanpa sempat aku mengelapnya.

Akhirnya aku menemukannya.Ada lima lukisan yang berjejer. Lukisan pertama tentang sebuah rumah tanpa pagar yang dikelilingi hutan rimba. Hutan tersebut rimbun sekali dan hijau. Lukisan kedua, aku menemukan seorang perempuan sedang masak dalam dapur dengan properti kemewahan dalam rumah tersebut.

Lukisan ketiga, aku melihat sebuah boneka cantik tenggelam dalam kubangan rawa, yang aku yakin itu bukan dirumah tadi. Lukisan keempat, yaitu lukisan pertama yang kupeluk. Lukisan seorang perempuan duduk di sela-sela pepohonan yang rimbun membaca buku serta membawa sebotol minuman disampingnyakakinya diikat rantai, yang . Lukisan kelima, itu tentu saja wajahku kala masih kecil. Aku ingat sekali foto itu yang selalu dibawa ibu kemana-mana. Wajahku yang masih terlihat polos dan sedang memegang boneka kecil menentengnya kemana-mana.

Aku belum bisa menafsirkan terlalu jauh, ibu ingin bercerita apakah.Aku perhatikan sampul yang sudah dirobek ayah, sepertinya itu bukan tulisan ibu. Sepertinya aku mengenal tulisan tangan ini, yah itu tulisan Sandi. Tertera didalam kertasnya tertanggal seminggu yang lalu Sandi mengirimkannya padaku.

Terakhir aku masih mengikuti trainning kemarin Sandi mengirim pesan pendek padaku. Aku yakin itu Lukisan ibu dan aku yakin pula itu tulisan tangan Sandi. Aku ingin sekali langsung menghubungi Sandi menanyakan apa yang kupikirkan, tapi aku tak mungkin mengatakan kebingunganku ini tanpa ada informasi apapun dari ayah.

Aku perhatikan satu persatu lukisan tersebut, hingga aku lelah.

Aku tertidur hingga malam tiba. Kubangun, gelap melanda kamarku dan bantalku sudah penuh dengan basahnya linangan air mataku. Aku merasa letih sekali, karena perutku yang hanya berisi sedikit. Aku meraih lampu dan mengguyur tubuhku dikamar mandi.

Aku mengambil celana pendek dan kaos berlengan pendek. Aku menarik ponsel dan bergegas keluar. Kulihat rumah sepi, sepertinya ayah pula pergi. Aku menghidupkan lampu teras dan dapur. Aku menuju bengkel, ayah tak ada. Hanya ada anak  asuh ayah yang tersenyum menyapaku ramah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun