Bagi yang biasa bermain sepak bola, atau sekedar menonton pertandingan sepak bola istilah “one-two pass” atau “umpan satu-dua” adalah biasa terdengar. Bila pernah melihat Timnas sepakbola Indonesia berjuang melawan lawannya baik di arena piala AFF 2010 atau Sea Games 2011, kerjasama ini biasa dilakukan antara Irfan Bachdim - Christian Gonzales atau Titus Bonay – Patrich Wanggai untuk mencetak gol untuk menang. Ini merupakan trik jitu dalam melewati pertahanan lawan. Jika ini diterapkan dalam sebuah bisnis, ini mungkin bisa jadi alat bagi UKM untuk sedikit memberi solusi di tengah kegalauan akan sebuah globalisasi.
Anggap saja industri besar dan UKM adalah dua orang yang tengah bermain sepak bola. Mereka harus saling sinergi dalam mengumpan, mengerti bagaimana memposisikan diri, dan berlari bersama. Mungkin UKM masih punya tiga kelemahan yang disebutkan diatas (modal,teknologi, dan SDM), tetapi itu bisa ditutupi melalui kerjasama dengan industri besar yang diperkirakan bisa bertahan dalam sebuah globalisasi.
Sebuah penelitian mengatakan, kesepakatan pasar ASEAN dalam skema MEA ini merupakan salah satu peluang bagi perkembangan produk Jawa Timur untuk mampu diterima di pasar internasional. MEA merupakan pintu masuk bagi produk-produk Jawa Timur. Selain produk industri yang sudah mapan, peluang ini juga harus mampu diraih oleh industri kecil di Jawa Timur. Konsekuensi logis dari hal ini adalah daya saing produk Jawa Timur di setiap level industri haruslah tinggi (Perdana Rahardian, SE.,M.Si., Adi Kusumaningrum, SH, MH., Fuad Aulia Rahman, SE., Msi.Ak., “Pengaruh ASEAN Trade Facilitation terhadap Volume Perdagangan Produk Unggulan Jawa Timur”, 2010)
Penelitian diatas menjelaskan bahwa, untuk mencapai hal tersebut, industri kecil (UKM) akan dilatih untuk mampu memenuhi peluang tersebut dengan cara menciptakan kemitraan antara industri besar dan kecil yang diupayakan mampu menciptakan simbiosis mutualisme. Industri kecil akan dilatih oleh industri besar dan kelak industri kecil mula-mula akan menjadi subsidiary (cabang) dari industri besar. Industri kecil dapat menjadi penyedia komponen-komponen yang dibutuhkan oleh industri besar. Sedangkan industri besar secara tidak langsung akan menjadi agen penjualan produk industri kecil karena produk tersebut termuat sebagai komponen produk industri besar.
Bolehlah, jika dikatakan inilah pentingnya Corporate Social Responsibility (CSR) yang saat ini tengah ramai digembar-gemborkan. Sisi positif dari CSR ini mempunyai efek domino yang sangat besar untuk menutupi kelemahan UKM dalam menghadapi globalisasi. Sebagai contoh program CSR yang hanya memberikan pelatihan internet dipandang orang sebagai pekerjaan sia-sia. Orang-orang tersebut mengatakan semua orang memiliki akun Facebook, mengapa diberi pelatihan internet?
Pandangan ini pun bisa ditepis jika pelatihan tersebut bukan hanya sebuah bagaimana mengoperasionalkan sebuah sistem internet, tetapi juga bagaimana mencapai akses pasar di belahan dunia lain melalui internet.
Informasi pasar layaknya spionase dalam sebuah peperangan, dan ini adalah sebuah peperangan melawan globalisasi. Untuk produk kerajinan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur sendiri sebenarnya telah membantu upaya “spionase” ini. Melalui Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Jawa Timur, industri kecil banyak terbantu dalam menyiasati jaringan pemasaran produk di luar negeri. Selain perluasan jaringan, juga akan fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) perajin.
Ketua Umum Dekranasda Jawa Timur, Dra. Hj. Nina Soekarwo, M.Si pernah menjelaskan, dilakukannya fokus pada dua program tersebut sebagai tindak lanjut atas segala kendala yang terjadi pada kelompok perajin di Jawa Timur. Di mana, kendala yang saat ini terjadi, yakni masih adanya kesenjangan transformasi masyarakat perajin terhadap kecepatan kemajuan teknologi, sementara perajin saat ini masih banyak yang menggunakan model konvensional dan tradisional.
Kendala lain, masih kurangnya minat serta penghargaan terhadap barang-barang hasil kerajinan daerah, kurang stabilnya para perajin dalam menjaga mutu dan kualitas produk, serta masih adanya kesenjangan kreatifitas yang berjalan lambat dan kurang mengikuti model.
Nah, inilah saatnya, UKM dan industri kecil kita keluar dari zona nyaman. Tidak hanya berpangku tangan menunggu order yang hanya kelas lokalan saja, tetapi juga aktif dan terus mengikuti apa yang dibutuhkan pasar internasional. Jika tidak, mungkin di tahun 2015 kita hanya sebagai penonton orang-orang Malaysia, Thailand, Brunei, Singapura dan negara ASEAN lain lalu lalang memainkan bisnisnya di negara kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI