Mohon tunggu...
Helly Anggara
Helly Anggara Mohon Tunggu... lainnya -

Tuhan telah menegurku dengan Cinta, Kini aku bukanlah sang "pungguk merindukan bulan", dengan kasih dan sayang yang kau berikan padaku, kali ini aku bagaikan "pungguk mendapatkan bulan"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Chapter II: Pelangi di Malam Hari

20 Juni 2010   09:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:25 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Kutatap langit kelam malam hari, indah bertabur bintang,
Kubayangkan sebuah lukisan ditorehkan indah di kanvas atap dunia,
Ditemani keangkuhan sang rembulan,
bersanding gagah bersama serombongan awan,
dilukis dengan kuas keindahan, menggunakan tinta kebajikan.
Khayalan yang hanya sekedar hayalan,
Berharap pelangi hadir dimalam hari.

Satria termenung di sudut terminal, menanti bus dengan nomor 11 terpampang di kaca depan dan belakang, entah berapa minggu telah dilalui, entah berapa bulan telah dilewati, wanita dengan senyum manis tersebut tak juga berhasil di temukannya. Pikirannya penuh, penuh dengan bayang – bayang sang wanita, kemanapun dilayangkan pandangan, sosok wanita berjilbab biru terus menghantuinya.

Malam itu langit cerah terang benderang, hanya ada beberapa awan yang berarak berusaha mengacaukan susana. Beberapa burung hantu bertengger tenang di dahan pohon, tubuhnya diam tak bergerak, hanya kedua bola matanya bergerak liar mencari mangsa, burung yang dijadikan simbol kecerdasan di dunia barat, tetapi menjadi momok menakutkan penanda kedatangan makhluk halus di dunia timur ini menjadi satu – satunya peramai malam itu.

Sorang wanita cantik, bertubuh langsing, rambut panjang terurai, dengan senyum manis menghiasi wajahnya, menatap satria yang termenung sendirian, dan bertanya,

”sedang apa kamu disitu?”

”oh aku sedang menunggu seorang wanita pujaan hatiku” jawab Satria.

”apakah aku wanita pujaan hatimu?” wanita cantik itu kembali bertanya

Satria menjawab ”ah, tidak - tidak, kekasih pujaan hatiku, menggunakan jilbab dan dia tidak secantik kamu”

Wanita tersebut tersenyum, lalu pergi belalu meninggalkan Satria.

Tak berapa lama datang wanita yang lain, wanita itu menggunakan kacamata tipis, menandakan dirinya suka membaca, rambut bergelombang sebahu, diikat di pangkalnya, memamerkan lehernya yang jenjang.

Wanita tersebut mengajukan pertanyaan yang sama, ”sedang apa kamu disitu?”

”aku sedang menunggu gadis pujaan hatiku” kembali Satria menjawab hal yang sama.

”apakah aku wanita pujaan hatimu itu?” tanya sang wanita.

Satria heran, tetapi dia tetap menjawab ”ah, bukan – bukan, pujaan hatiku, menggunakan jilbab dan mungkin dia tidak sepintar kamu”

Wanita tersebut tersenyum, lalu pergi berlalu meninggalkan Satria.

Kejadian yang sama terjadi sampai wanita kelima juga bertanya, ”sedang apa kamu disitu?”
Dan satria tetap memberikan jawaban yang sama pula.

Akhirnya sesosok wanita muncul disudut jalan, berdiri dibawah sinar lampu, wanita tersebut tidak muda lagi, garis – garis keriput memenuhi wajahnya, sebuah selendang berwarna hijau marun melilit kepalanya, menutup rambut dan telinganya. Tetapi meskipun begitu, aura kecantikan masa mudanya masih terlihat jelas, menandakan bahwa dirinya sempat menjadi kembang desa di daerah tempat tinggalnya.

Wanita itu melangkah pelan, cahaya rembulan seakan – akan mengikuti tiap langkahnya, dia berhenti disebelah Satria, dari dekat tampak jelas wajahnya mencerminkan kebijakan, kebijakan seorang wanita.

”Sedang apa kamu disitu?” tanya sang wanita sama.

”oh, gak ngapa-ngapain kok bu, cuman lagi menunggu wanita pujaan hatiku” jawab Satria.

”Sudah berapa lama kau menunggunya?”

”Aku tidak tahu sudah berapa lama, sudah berbulan-bulan aku menunggu”

”dan kau belum menemukannya?” tanya sang wanita tua

”belum” jawab Satria

Sang wanita berkata dengan bijak, ”Kau telah menanti wanita pujaan hatimu, entah berapa lama, berminggu – minggu, berbulan – bulan, tapi kau tak menemukannya. Bukankah artinya kau telah menemukannya?”

Wanita tua itu lalu beranjak pergi setelah mengatakan hal tersebut, meninggalkan Satria yang tengah kebingungan.

Satria terhenyak, tersadar akan arti kalimat wanita tersebut,
Penantiannya, penantian panjangnya yang sebenarnya telah dia temukan, karena jika kita telah berusah sampai titik kemampuan kita dan tak menemukan yang kita nantikan, artinya kita telah menemukannya, bukan seorang wanita pujaannya, tetapi sebuah kenyataan.

Kenyataan yang ada dihadapannya, bahwa wanita sang pujaan hatinya telah pergi jauh dari dirinya, kenyataan pahit yang memang harus diterimanya.
Kenyataan bahwa Pelangi tak mungkin hadir di malam hari.

by* Helly Anggara a.k.a Angga Rascal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun