Mohon tunggu...
Anggara Gita Arwandata
Anggara Gita Arwandata Mohon Tunggu... Administrasi - casanova

Tukang Balon di IG @nf.nellafantasia dan perakit kata di @kedaikataid. Dapat ditemui di Twitter @cekinggita

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pelajaran Hidup dari Inter Milan Musim 2017/2018

26 Mei 2018   19:05 Diperbarui: 26 Mei 2018   19:33 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selesai sudah perjalanan Inter musim ini. Total 40 laga dimainkan, 2 di antaranya dari ajang Coppa Italia yang harus terhenti di perempat final oleh sang saudara kandung, AC Milan, yang kala itu baru saja berganti pelatih. 

Di atas kertas, Inter harusnya unggul, mengingat performa mereka di liga jauh lebih baik ketimbang Milan, walaupun keduanya sama-sama baru saja mencatat 2 kekalahan beruntun sebelum pertandingan tersebut. Selain itu di bawah mistar, AC Milan juga tidak diperkuat oleh dua kiper terbaiknya, Gianluigi Donnarumma dan Marco Storari, karena cidera. 

Tapi nasib berkata lain, Milan menang dan Antonio Donnarumma malah menjadi salah satu penampil terbaik di lapangan selain Patrick Cutrone yang mencetak gol semata wayang di babak perpajangan waktu.

Ya, begitulah hidup, tidak semua yang hal bisa ditebak. Yang kita anggap kuat bisa tiba-tiba ambruk, sementara yang tadinya sedang terpuruk dan kita mengira akan terus terpuruk ternyata malah meraih kesuksesan, seakan hidup tidak mengenal aba-aba.

Masih ada setidaknya 10 pelajaran hidup yang bisa kita ambil dari kiprah Inter selama musim 2017/2018:

  1. Lead by Example
    Adalah Mauro Icardi, sosok yang tidak hanya krusial karena torehan 29 golnya, tetapi juga karena teladan yang ia berikan bagi-bagi rekan satu tim. Penampilan Icardi mungkin tidak sekonsisten Skriniar. Ia pernah bermain sangat buruk, terlihat tidak terlibat dalam permain sepanjang 90 menit, dan yang paling fatal gagal memanfaatkan peluang emas di partai besar.
    Tapi justru di situlah letak kehebatan Mauro Icardi terlihat. Ia bangkit. Di laga terakhir, yang juga partai penentuan tim mana yang akan mengisi jatah terakhir Serie A untuk Liga Champion, ia mencetak gol penyama kedudukan yang meruntuhkan mental pemain Lazio, sekaligus menorehkan gol ke 100 nya untuk Inter.

    Dalam memimpin, di komunitas apa pun yang kita geluti, kita bisa menyontoh teladan yang ditunjukan Icardi, bahwa hidup seringkali menempatkan kita pada posisi yang tidak menguntungkan, bahwa hidup seringkali tidak memberikan apa yang kita inginkan, bahwa hidup tak melulu membuahkan hasil baik walau telah berusaha sebaik mungkin, tapi bukan berarti harus menyerah.

  2. Setiap Orang Punya Potensi
    Siapa yang tidak membenci Marcelo Brozovic bila melihat penampilannya sepanjang musim lalu sampai dengan paruh pertama musim ini yang seperti tidak punya daya juang, sering salah ambil keputusan, dan dianggap tidak punya attitude yang baik saat latihan? Ia sering menjadi bahan guyonan fans Inter di media sosial, bahwa bila Brozovic bermain baik dalam 1 pertandingan, maka harus bersiap melihat blunder di 4 pertandingan berikutnya. Itulah Brozovic dalam 3 kata: sangat tidak konsisten.

    Awal musim panas lalu ia nyaris dibuang ke Arsenal, bahkan pada jendela transfer musim dingin pun ia tetap masuk bursa jual Inter. Namun siapa sangka, terhitung sejak pekan ke 28, saat Inter menjamu Napoli, Brozovic menjelma menjadi key player. Ia tidak hanya menjadi jembatan dari lini belakang dan lini depan, tapi juga menjadi andalan dalam mengambil sepak pojok. Dua gol yang dicetak D'Ambrosio dan Vecino saat kontra Lazio berawal dari sepak pojok pemain yang akrab disapa Epic Brozo ini. Sejak pekan ke 28, Brozovic hanya absen 1 kali ketika  melawan Atalanta karena akumulasi kartu kuning, selebihnya ia bermain full 90 menit dengan sumbangan 1 gol dan 5 assist.  Padahal pada 27 laga sebelumnya, Brozovic hanya 3 kali bermain full 90 menit.

    Selain Brozovic, Danilo D'Ambrosio juga menjadi salah satu pemain yang melakukan "epic comeback" musim ini. Musim lalu ia menjadi bahan olok-olok karena ucapan "saya bukan Maicon" yang ia lontarkan manakala mendapat hujan kritik atas penampilan buruknya, namun di bawah asuhan Spalletti, D'Ambrosio sangat solid dalam bertahan, dan bahkan menjadi satu-satunya pemain bertahan Inter yang bisa bermain sama baiknya sebagai bek kiri, bek kanan, maupun bek tengah ketika Inter bemain dengan  formasi 3 bek. Pemain yang menjadi rekrutan pertama Erick Thohir ini juga berhasil membukukan 2 gol dan 3 assist musim ini.

    Ketika kita tidak berhasil dalam mengerjakan sesuatu, percayalah bahwa itu bukan karena kita tidak kompeten. Kita hanya belum menemukan cara yang tepat untuk mengoptimalkan seluruh potensi dalam diri kita.

  3. Jangan Sia-siakan Peluang
    Matias Vecino nyaris menjadi cermin terbalik Brozovic. Selalu menjadi pilihan utama Spalletti di awal musim, namun tiba-tiba menghilang sejak Februari 2018. Ia tidak hanya kalah bersaing dari Gagliardini dan Brozovic yang memang menunjukan tren meningkat di paruh kedua, tapi juga bahkan kalah dari Borja Valero, pemain berusia 33 tahun yang sebetulnya tidak bermain bagus-bagus amat musim ini.

    Vecino mendapat berkah terselubung dari  cidera yang dialami Gagliardini saat melawan Cagliari. Dengan absennya Gagliardini, Vecino mendapat kesempatan bermain 13 menit saat Inter melawat ke kandang Chievo, dan kemudian menjadi starter di pertandingan berikutnya melawan Juventus. Namun alih-alih memberikan kontribusi super maksimal di saat Inter sangat membutuhkan kemenangan untuk menjaga asa masuk ke Liga Champion, Vecino malah mendapat kartu merah di menit 18 karena tackle terlambat nan tidak perlu ke arah Mandzukic.

    Vecino dianggap salah satu penyebab kekalahan Inter, dan banyak fans yang berpikir Vecino tidak akan mendapat tempat lagi sampai akhir musim. Borja Valero dianggap lebih pantas mendampingi Brozovic, sambil berharap Gagliardini sembuh dari cidera sebelum musim berakhir. Tapi kita semua semua tahu, Vecino tidak menyia-nyiakan kesempatan yang kedua. Selesai menjalani skorsing, ia kembali menjadi starter saat melawan Lazio, dan gol sundulannya membawa Inter ke Liga Champion musim depan.

  4. Strategi Jitu
    Tidak lama setelah Rafinha diganti Borja Valero, dan kemudian Santon masuk menggantikan Icardi, Inter kebobolan dua gol oleh bunuh diri Skriniar di menit 87 dan sundulan Higuain 2 menit berselang. Dalam tempo kurang dari 10 menit, permainan ciamik Inter yang mampu mengurung pertahanan Juve dan membalikan skor menjadi 2-1 hanya dengan menggunakan 10 pemain musnah sudah.

    Beda cerita dengan hasil serupa terjadi dua pekan kemudian saat Inter menjamu Sassuolo, tim yang di atas kertas jauh di bawah Juve. Inter tidak mampu mebalikkan keadaan, padahal bermain dengan 11 pemain. Butuh siasat yang tepat untuk mendapatkan hasil yang hebat. Begitulah hidup, tidak bisa asal 'jalanin aja dulu'.

  5. Jangan Lelah Bermimpi, tapi Realtistis
    Tujuh tahun sudah Inter mencoba tapi selalu gagal.  Namun, walau terus gagal, Inter tidak pernah lelah bermimpi, sampai akhirnya musim ini Inter berhasil masuk empat besar sehingga dan berhak mendapat tiket ke di Liga Champion. Musim ini Inter bahkan sempat dianggap sebagai calon kuat penantang Juventus dalam berebut Scudetto di awal musim, tapi sayangnya  Inter kedodoran di awal paruh kedua. Banyak poin terbuang yang berimbas posis kian melorot. Jangankan Scudetto, posisi 4 besar pun nyaris tak tercapai musim ini.

    Dengan skuat yang ada, target Liga Champion memang jauh lebih realistis ketimbang Scudetto. Spalletti berulang kali menegaskan ke media bahwa target utama Inter adalah masuk Liga Champion, buka Scudetto. Sadar akan kemampuan diri akan sangat penting dalam menentukan strategi apa yang tepat untuk mencapai target.

  6. Berjuang Sampai Akhir
    Peluang akan selalu ada sampai detik terakhir. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di garis akhir bila berhenti di tengah jalan. Siapa sangka Lazio harus puas berbagi angka dengan Atalanta dan Crotone ketika beberapa jam sebelumnya seluruh pemain dan pendukung Inter merasa peluang mereka telah habis setelah  takluk dari Juve dan Crotone? Dan siapa yang menyangka Inter bisa membalikan keadaan menjadi 3-2, setelah melihat Icardi gagal memanfaatkan peluang emas satu lawan satu dengan kiper Lazio, sementara Felipe Anderson mampu menaklukan Handanovic dalam situasi serupa?

  7. Cadangan berkualitas
    Salah satu kelemahan Inter musim ini ada pada kedalaman skuat. Mereka sampai harus meminjam Lisandro Lopez dari Porto karena hanya tersisa Ranocchia sebagai pelapis Skriniar dan Miranda. Inter juga tidak punya pelapis Icardi dan Perisic dengan kualitas beda tipis. Karamoh terlalu hijau, sementara Eder bukan sayap murni. Sementara nama  Santon dan Velorp bahkan sebetulnya tidak pantas berada di bangku cadangan Inter. Akan tetapi ,sebagaimana kopi yang buruk masih lebih baik daripada tidak ada kopi, begitu juga pemain cadangan yang buruk masih lebih baik dari tidak ada cadangan sama sekali.

    Dalam hidup alangkah baiknya bila kita memiliki rencana cadangan, agar bila terjadi hal-hal yang diluar rencana awal, kita masih bisa melakukan penyesuaian.

  8. Kreatif
    Musim ini Inter punya kendala di kreatifitas permainan. Brozovic, Valero, dan Joao Mario bergantian dicoba di pasang sebagai playmaker namun tidak ada satu pun dari mereka yang mampu memuaskan Spalletti, sampai akhirnya Rafinha datang walau belum fit 100% akibat baru sembuh dari cidera panjang. Rafinha baru mendapat kesempatan menjadi starter, setelah di tiga pertandingan awal selalu masuk dari bangku cadangan, namun semenjak itu ia tidak pernah absen sampai akhir musim, dengan torehan 2 gol dan 3 assist. Semenjak kedatangan Rafinha, permainan Inter menjadi lebih dinamis, dan sulit ditebak.

    Kreatifitas memang akan selalu dibutuhkan di mana pun kita berkarya. Tanpa kreatifitas, semua yang kita lakukan tampak membosankan dan berpotensi mati langkah  manakalah mendapat hambatan besar.

  9. Mengakui Kesalahan
    Kekalahan melawan Juventus mutlak kesalahan Spalletti, walaupun banyak juga yang menyalahkan Santon dan bahkan Handanovic yang dianggap refleknya tidak lagi sebaik 1-2 tahun yang lalu. Namun alih-alih ikut menyalahkan pemain, sebagaimana yang sering dilakukan para pelatih, Spalletti mengakui kesahannya. Sadar dan mengakui kesalahan adalah langkah awal perbaikan.

  10. Setia
    Setiap manusia pada hakekatnya mudah jatuh dalam dosa, dan salah satu dosa terburuk yang paling sering dilakukan oleh manusia adalah ketidakmampuan untuk setia. Jadi, bila kita ingin menjadi manusia yang unggul, maka sudah seharusnya tidak melakukan jenis dosa yang sama dengan kebanyakan manusia lainnya:  jangan pernah tidak setia.

    Seburuk-buruknya situasi yang sedang kita alami, yang seringkali memaksa kita untuk melakukan kesalahan, harus diingat jangan pernah lakukan kesalahan yang beranama ‘tidak setia’. Jangan pernah terpikir untuk jatuh dalam dosa mendukung Milan.

Forza Inter!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun