Mohon tunggu...
Angga Putra Fidrian
Angga Putra Fidrian Mohon Tunggu... -

Tulisan lainnya bisa dilihat di \r\n\r\nhttp://anggaputrafidrian.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Hidup Tidak Hanya tentang Pilkada

14 Februari 2017   06:12 Diperbarui: 14 Februari 2017   17:41 1246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sependek yang saya tahu Mas Anies datang ke Petamburan untuk menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya tentang identitas. Identitas yang mengatakan beliau adalah seorang liberal, syiah, wahabi dan tuduhan lain yang sebelumnya tidak pernah dihiraukan. Kondisi yang akhirnya menyulitkan dirinya sendiri, sampai saudara saya yang tinggal di Bandung pun bertanya kepada saya tentang kebenaran Mas Anies syiah atau bukan karena menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan yang terindikasi syiah. Mas Anies juga berkunjung ke berbagai komunitas agama lainnya, tapi apakah ada yang membahas ini? Tenun Kebangsaan yang dituduh sudah dikoyak ternyata sedang ditenun dengan cara yang berbeda.

Kita bisa memperdebatkan ini terus, tapi apakah Mas Rian Pernah mencoba untuk bertanya langsung kepada Mas Anies? Sebagai orang yang pernah berada cukup dekat dengan beliau tentunya pertanyaan dari Mas Rian Ernest akan bisa dijawab dengan baik oleh Beliau.

Tentang Perbandingan Kepemimpinan

Saya tidak pernah menjadi bawahan langsung dari keduanya, tidak pernah bekerja secara langsung, sehingga saya tidak mau memperdebatkan gaya kepemimpinan keduanya. Namun saya mau mencoba membandingkan kinerjanya dari aspek-aspek yang objektif. Aspek yang dinilai oleh lembaga-lembaga kredibel.

pribadi - http://anggaputrafidrian.com
pribadi - http://anggaputrafidrian.com
Memperbandingkan seseorang karena penafsiran gaya kepemimpinan tentunya tidak adil jika kita tidak lihat hasil yang diberikan. Karena gaya seseorang bisa saja berbeda dalam menjalankan sesuatu. Ada seseorang yang ahli berkendara dan memilih mengendarai mobilnya sendiri sampai tujuan, ada yang memilih untuk mempercayai kepada orang lain untuk mencapai tujuan, sementara dia melakukan hal-hal yang mendukung orang kepercayaannya, seperti menyiapkan makanan kecil, memasang daftar lagu favorit atau menemani ngobrol selama perjalanan. Sekali lagi tafsir seseorang bisa berbeda tergantung tujuan dan momentum saat orang tersebut memberikan tafsir atas tindakan.Hal yang bisa diberikan secara objektif adalah penilaian lembaga yang kredibel atas apa yang sudah dikerjakan.

Tentang Pilihan Strategi Politik

Saya tahu semua orang heboh dan mempertanyakan ketika Mas Anies yang bergerak ke kanan, seakan muncul dengan identitas keislaman beliau. Merapat ke Habib, merapat ke setiap Maulid. Kenapa tokoh yang dianggap moderat dan berada di tengah sekarang malah merapat ke kanan dan mencari dukungan ke majelis-majelis untuk memperkuat identitas agamanya? Puncaknya pada tayangan mata najwa, beliau mengamini Al Maidah 51. Pertanyaan saya terkait beliau yang mengamini ayat itu, Apakah seseorang yang beragama boleh tidak mengamini kitab sucinya? Apakah boleh seseorang yang menganut agama boleh memilih ayat yang diimani, sesuai dengan kebutuhannya? Bukannya dengan kita menyesalkan iman yang dianut seseorang berarti kita telah mencoba mencabut Hak asasinya? Yang jadi masalah sejauh ini adalah tafsir dari Al Maidah 51..

Perdebatan yang muncul di masyarakat adalah tentang tafsir dari ayat tersebut. Apakah elok mempertanyakan tafsir yang diimani oleh seseorang? Kalau selama ini kita tidak suka dengan mereka yang menghakimi islam nusantara atau islam arab, pertanyan tentang tafsir membuat kita tidak lebih baik. Baiknya mempertanyakan tafsir yang diimani adalah sesuatu yang tidak perlu dilakukan, karena artinya kita juga tidak menghargai kebebasan beragama seseorang. Dalam dialog di Mata Najwa tersebut, sebelum didesak oleh Najwa, Mas Anies bilang bahwa dalam konteks demokrasi, setiap orang boleh memilih pemimpin yang seusai dengan aspirasinya.

Memilih karena agamanya, memilih karena sosoknya, memilih karena partainya adalah hal demokratis setiap orang. Hak yang dijamin oleh konstitusi. Seharusnya yang dilakukan oleh pelaku politik adalah tidak membenturkan hak demokratik, konstitusi dan agama. Biarkan mereka berjalan dengan semestinya. Hal yang perlu dilakukan adalah pencerdasan, tentunya pencerdasan dilakukan dengan dialog bukan dengan benturan dan gesekan.

Mengaitkan strategi politik ke pemilih islam dengan perobekan tenun kebangsaan menurut saya termasuk dalam pengambilan kesimpulan yang terlalu cepat. Seakan apa yang dikerjakan jadi runtuh seketika. Padahal setiap orang pasti punya prosesnya masing-masing. Toh mereka yang ada di kanan adalah warga DKI juga yang nantinya ketika menang harus diperhatikan, di dengar suaranya dan tentunya dalam konteks pilkada dukungannya dalam bentuk suara di TPS.

Pertanyaannya apakah dengan mendekat ke islam akan membuat Jakarta menjadi intoleran dan tidak ramah kepada umat agama lain? Menyimpulkan sekarang tentunya jadi sangat prediktif, bukankah proses pengambilan kebijakan tertinggi adalah Peraturan Daerah yang penyusunannya melibatkan DPRD? Sekuat-kuatnya Pergub harus tunduk kepada Perda karena posisinya lebih tinggi. Gubernur yang baik adalah yang duduk membuat aturan bersama DPRD agar akuntabilitas dan keberpihakannya bisa dikontrol dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun