Mohon tunggu...
Angga Putra Fidrian
Angga Putra Fidrian Mohon Tunggu... -

Tulisan lainnya bisa dilihat di \r\n\r\nhttp://anggaputrafidrian.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Belajar Politik dari Anies Baswedan

26 September 2016   09:16 Diperbarui: 26 September 2016   09:35 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah. - Soe Hok Gie - 

Anies Baswedan adalah sosok yang punya gagasan besar tentang Indonesia. Gagasan tenun kebangsaan, gagasan tentang orang baik masuk politik. Gagasan besar yang saya percaya akan membawa Indonesia jadi lebih baik. Sayangnya, beliau belum pernah bertarung, belum pernah duduk di elected office ( posisi yang didapat dari pemilihan ). Beliau masih kalah pengalaman dengan Risma, Ridwan Kamil, dan Ahok.

Ketika kabar reshuffle datang, saya berharap beliau maju di Pilkada DKI, agar beliau bisa masuk duduk di elected office dan kapasitasnya jadi lengkap. Maju berlomba menjadi DKI 1 akan memberikan pengalaman berharga, menyusun tim kampanye, menyusun program untuk semua kalangan, tidak hanya di bidang pendidikan.

Akhirnya kabar kepastian itu hadir juga. Beliau memilih untuk maju ke DKI 1 menggunakan kendaraan yang di luar dugaan. Beliau maju lewat Gerindra dan PKS. Saya ingat pernyataan beliau dalam Orientasi Pasca Penugasan di Indonesia Mengajar. Saat itu beliau sedang maju di Konvensi Demokrat, di mana Partai Demokrat sedang diguncang isu korupsi oleh kadernya. Beliau sampaikan bahwa partai politik itu laksana angkot. Tidak ada angkot yang nyaman dan baik, angkot tidak senyaman mobil pribadi. Jangan sampai kita melihat angkotnya dan lupa pada tujuan akhirnya

Kita tahu pada masa itu betapa hancurnya demokrat pada masa konvensi tersebut. Korupsi yang dilakukan petingginya membuat suara demokrat di pemilu legislatif berada di titik nadir. Anies memilih maju, memilih untuk bertarung.  Alasannya sederhana, karena hanya demokrat yang membuka pintu untuk orang non partai bisa bertarung dan dicalonkan sebagai presiden.

Di Konvensi Demokrat, ia membawa gagasan orang baik harus masuk politik, mendorong orang-orang yang berintegritas untuk mau turun tangan langsung dalam kontestasi politik. Ia menjadi contoh dan teladan bahwa dia mau bermain lumpur. Di Konvensi Anies tidak menang, Anies kalah dari Dahlan Iskan. Posisi ke dua sebagai orang non partai adalah keberhasilan. Di Demokrat ia kalah terhormat.

Ambisius? Saya melihatnya ini jenius dan berani.

Hal ini terjadi lagi kali ini, siapa yang tidak kenal dengan Gerindra dan PKS? Dua partai dengan rekam jejak yang kurang baik di politik Indonesia. Prabowo masih punya hutang sejarah atas kasus kemanusiaan di Indonesia. Sesuatu yang tidak boleh dilupakan pendukung Anies Baswedan. Gerindra juga punya Fadli Zon yang merusak acara pidato deklarasi yang apik dengan puisinya. PKS dengan akrobat yang sudah kita kenal dengan baik, tapi saat deklarasi, tidak terlihat ada Fahri Hamzah, Anis Mata, Tifatul Sembiring, Mahfudz Shiddiq.  Ternyata yang marah bukan hanya pendukung Anies Baswedan, tampaknya pendukung PKS juga marah. Menarik bukan?

"Prabowo masih punya hutang sejarah atas kasus kemanusiaan di Indonesia. Sesuatu yang tidak boleh dilupakan pendukung Anies Baswedan"

Lalu kenapa Anies memilih partai itu? Tampaknya jawabannya sederhana, karena hanya dua partai ini yang membuka peluang, orang non kader untuk dimajukan sebagai Gubernur.

Anies Baswedan sebenarnya menunggu keputusan dua poros sejak kemarin. Poros Cikeas adalah prioritas utama yang diinginkan, hanya saja keputusan menaikkan putra mahkota membuat orang sekaliber Anies Baswedan tidak dimajukan dari nominasi pencalonan Demokrat.

Sampai kabar itu datang di Jumat subuh.

Undangan dari Prabowo kepada Anies Baswedan pagi itu jadi pintu masuk utama dari majunya beliau di Pilgub DKI Jakarta. Anies diunggulkan dan diberikan kepercayaan untuk maju sebagai kandidat utama. Padahal,  Anies hanya punya 60 hari sejak di reshuffle sampai batas waktu pendaftaran. Anies mengalahkan Sandiaga Uno, pria yang sudah bersiap sejak setahun lalu, menghabiskan uang yang tidak sedikit. Uno memberikan kursi No. 1 ke Anies Baswedan.

Ini karena kepercayaan terhadap orang bersih dan berkompeten.

Dulu Gerindra berikan kesempatan itu pada Jokowi – Ahok untuk berkompetisi di Jakarta. Tanpa Gerindra yang memberikan kursi kepada mantan kader golkar, maka Ahok tidak akan jadi petahana hari ini. Bandung punya pemimpin yang baik,  juga karena kejelian Gerindra melihat potensi anak muda yang ingin perbaiki Bandung. Hasilnya? Bandung jadi lebih baik, partisipasi masyarakat tinggi. Lalu? Apakah hal yang sama mungkin terjadi juga dengan Anies Baswedan?

Anies maju sebagai Calon Gubernur DKI kali ini adalah sebuah bentuk kemenangan kecil. Orang baik masuk politik, sebuah gagasan yang didorong sejak awal masuk ke perpolitikan nasional di Indonesia. Anies Baswedan bukan kader parpol manapun, beliau diminta bukan meminta. Anies dibukakan jalan bukan mencari jalan.

Tantangan berikutnya adalah bagaimana Anies menghalau transaksi politik setelah kemenangan diraih. Ingat bahwa Gerindra punya kader dengan rekam jejak buruk di DPRD, M Taufik. Belum lagi rekam jejak PKS yang intoleran, apakah akan membuat Anies mengorbankan gagasan Indonesia untuk Semua, Indonesia yang diciptakan bukan untuk melindungi minoritas tidak dibangun untuk melindungi mayoritas, Indonesia hadir untuk setiap rakyat Indonesia tanpa syarat. Anies harus berikan bukti bahwa dia tidak dikontrol parpol, dia adalah individu yang independen, parpol hanya kendaraan.

Saat Temu Nasional Relawan TurunTangan pada 2015 lalu, Anies sampaikan tentang visi. Bahwa jangan sampai kita semua kehilangan kepercayaan terhadap visi seseorang saat satu atau dua kali keputusan yang diambil berbeda dengan apa yang kita inginkan. Tentunya selama tidak menggadaikan integritas seseorang.

"jangan sampai  kita semua kehilangan kepercayaan terhadap visi seseorang saat satu atau dua kali keputusan yang diambil berbeda dengan apa yang kita inginkan"

Lawan Badminton adalah teman berolahraga, Lawan debat adalah teman berpikir. Kita bisa jadi kawan bisa jadi lawan tapi akan selalu tetap jadi teman.

Ini adalah sebuah media pembelajaran politik yang sangat baik. Pembelajaran bahwa politik itu tentang bagaimana berkompromi dengan kepentingan masing-masing untuk cita-cita yang lebih besar. Anies bisa saja memilih bersih tidak ikut dalam kubangan lumpur besar. Tapi dengan memilih bersih Anies tidak akan pernah belajar berkompromi dengan lawan tidak bisa punya pengalaman berkawan dengan orang yang punya beban masa lalu.

Ini jadi pelajaran untuk para amatiran politik seperti saya, bahwa berpolitik itu tidak pernah berjalan lurus, tidak pernah kita berjalan di jalan yang nyaman. Kadang kita harus memilih jalan berbatu atau kendaraan yang dengan kualitas yang buruk. Berpolitik tidak selamanya menjadi putih, berpolitik harus sekali-kail menjadi abu-abu bahkan hitam. Satu hal yang bisa dipegang adalah integritas. Apakah Anies sudah berkhianat terhadap Integritasnya? Berkawan dengan lawan bukan mengkhianati integritas, berkawan dengan lawan itu pilihan strategi.

Warga DKI harusnya bisa berbangga hati dengan Pilkada yang dipenuhi orang-orang hebat dan berkualitas. Siapa pun yang menang, Warga DKI akan mendapatkan pemimpin yang baik untuk 5 tahun selanjutnya. Sajian berkualitas ini tentunya harus juga disikapi dengan cara pemenangan yang bermartabat. Perdebatannya haruslah lewat program dan rekam jejak, bukan lagi tentang SARA atau hal-hal yang menggerus rasa kemanusiaan. Mereka yang percaya dengan Anies Baswedan harus menjadi teladan dalam proses pemenangan. Kampanye primordial dan fitnah adalah bagian dari masa lalu. Jangan sampai kita jadi bagian dari itu.

Tulisan ini juga dimuat di blog pribadi di http://anggaputrafidrian.com/2016/09/belajar-politik-dari-anies-baswedan/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun