PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu sumber daya untuk pembentukan karakter seseorang di masa yang akan datang. Pendidikan dalam hal ini dapat berbentuk pendidikan formal maupun nonformal. Lembaga pendidikan formal di Indonesia lebih sering disebut dengan sekolah. Hal ini sesuai dengan pasal 1 angka 10 dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa satuan pendidikan adalah lembaga yang menyelenggarakan layanan pendidikan, baik pendidikan formal, nonformal, maupun informal dengan berbagai jenjang dan jenis pendidikan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sekolah adalah lembaga yang memiliki wadah pemberian dan penerimaan informasi serta menjadi wadah bagi setiap individu untuk menghafal dan belajar atau bertukar informasi. Penerima informasi atau yang biasa kita sebut dengan siswa adalah para siswa yang menjadi sasaran pendidikan dalam membentuk kemampuan akademis serta kemampuan dan keterampilan sosial. Sekolah mempunyai peran penting dalam mengawasi pendidikan dengan memperhatikan hak-hak peserta didik tanpa membedakan antara hak sosial, ekonomi dan lain-lain. Hal ini pun telah tertuang dalam UUD 1945 Pasal 27 tentang penegakan hak asasi manusia dalam undang-undang. Salah satu bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam undang-undang adalah dengan memperhatikan hak asasi manusia.
Wujud penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam lingkungan pendidikan dapat tercermin apabila tidak terjadi bentuk-bentuk perundungan atau kekerasan dan kecurangan dalam lingkungan pendidikan itu sendiri, baik yang dilakukan oleh pendidik maupun oleh peserta didik itu sendiri. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki oleh seseorang sejak dalam kandungan sampai meninggal dunia. Hak asasi manusia tersebut bersifat universal, artinya tidak terbatas pada hal-hal tertentu saja, seperti jenis kulit, budaya, jenis kelamin dan bahasa. Semuanya mempunyai hak yang sama dan tidak dapat diganggu gugat, karena hak tersebut melekat pada diri manusia sebagai makhluk manusia.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat mengutamakan jaminan hak asasi manusia bagi warga negaranya, termasuk hak dalam lingkungan pendidikan maupun di sekolah. Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia termasuk hak asasi anak, baik secara umum maupun universal. Hak asasi anak juga tertuang melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Penegasan Hak Anak bahwa anak di lingkungan sekolah harus terjamin dari berbagai bentuk kekerasan, baik oleh guru, kepala sekolah, maupun teman sebaya dan pendidik pendidikan lainnya. Hal ini menegaskan bahwa hak-hak di lingkungan sekolah harus tetap dijaga, seperti hak atas rasa aman, hak untuk belajar dengan aman dan nyaman selama di sekolah.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masih banyak terjadi saat ini, dunia pendidikan pun turut andil menjadi tempat terjadinya pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM yang sering terjadi dalam dunia pendidikan adalah perilaku Bullying. Bullying merupakan segala bentuk kekerasan atau pelecehan yang dilakukan secara sengaja atau disengaja oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap korban yang tidak berdaya atau tidak memiliki kontrol untuk melawan. Pelaku bullying cenderung melakukan hal tersebut kepada orang lain karena merasa status sosialnya lebih tinggi, lebih kuat secara fisik, lebih berkuasa dan lebih mampu dari korbannya.
Kejadian bullying dalam lingkungan sekolah tentu tidak dapat dilepaskan dari peran guru dan seluruh komponen yang ada di dalam sekolah. Guru merupakan salah satu komponen yang sering berhubungan dengan siswa dalam lingkungan sekolah, sehingga guru harus memiliki peran ganda yaitu sebagai guru, pembina, pelopor, perintis, evaluator dan fasilitator bagi siswa. Beberapa peran tersebut dapat menjadi panutan bagi siswa yang kemudian dapat membentuk karakter siswa sesuai dengan norma yang berlaku. Guru harus mampu memberikan penyuluhan kepada siswa tentang hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan serta melakukan teguran dan intervensi apabila terjadi kejadian yang berkaitan dengan pelanggaran HAM yang terjadi di lingkungan sekolahnya.
METODE
Penelitian ini menggunakan strategi penelitian pustaka, yaitu dengan cara meneliti hasil penelitian terdahulu yang sama dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian pustaka adalah memahami dan meneliti hasil penelitian terdahulu. Langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan membaca dan mengkaji beberapa buku, jurnal, dan sumber informasi lain yang dianggap penting.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Bullying
- Faktor Individu
Individu ini erat kaitannya dengan identitas anak didik yang pendiam atau biasa dikenal dengan istilah self observer. Penelitian oleh Setiawan dkk, (2021) berpendapat bahwa identitas pribadi yang pendiam lebih cenderung menjadi korban bullying dibandingkan anak yang memiliki identitas ekstrovert. Hal ini sejalan dengan pendapat Faizah & Amna, (2017) masalah kurangnya rasa percaya diri juga dapat menimbulkan perilaku yang aneh seperti merasa takut gagal sehingga tidak berani mencoba hal baru, merasa tidak berguna, bodoh dan hal-hal lain yang merendahkan dirinya. Hal ini tentu saja memberi peluang bagi pelaku bullying untuk melakukan tindakan bullying.
- Faktor Keluarga
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa, sikap orang tua yang terlalu protektif terhadap anak, membuat anak tidak berdaya terhadap bullying, anak yang memiliki orang tua yang terlalu ketat cenderung lebih mudah menjadi korban teror fisik dan mental, atau bullying, dari teman-temannya, dan orang tua yang terlalu melindungi anak dari pengalaman buruk akan membuat anak lebih rentan terhadap bullying, dan anak yang memiliki orang tua yang ketat cenderung lebih mudah mengalami bullying. Pola hidup orang tua yang kacau, orang tua yang pisah ranjang, orang tua yang tidak stabil dalam perasaan dan pikirannya, keinginan dan perilakunya, orang tua yang saling mencaci, saling menyakiti, berkelahi di depan anak, mengancam dan tidak pernah akur, memicu kesedihan dan tekanan pada anak, (Kartono, 2003). Hal ini memicu depersonalisasi pada anak yang pada akhirnya menjadi bagian dari identitas dan terus menerus melakukan bullying.
- Faktor Sekolah
Beberapa komponen yang menyebabkan terjadinya bullying dalam lingkungan sekolah, yaitu sekolah belum mampu menciptakan iklim mental atau rasa aman dan nyaman bagi semua komponen, masih kurangnya rasa empati dan kepekaan antar guru terhadap siswa, pengawasan sekolah masih belum terpadu dan tegas dalam menangani tindakan bullying sehingga tindakan tersebut tidak dapat dihindari terjadi di lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah yang aman dan nyaman dapat diberikan dengan pengawasan yang serius agar siswa tidak bebas melakukan bullying. Karena bullying yang terjadi dalam lingkungan sekolah dapat berupa perpisahan dengan teman sebaya karena perbedaan ekonomi, ukuran tubuh dan sebagainya (Analiya & Arifin, 2022).
- Faktor Teman Sebaya
Salah satu komponen utama perilaku bullying pada remaja adalah disebabkan oleh teman sebaya yang memberikan dampak negatif dengan menyebarkan pemikiran (baik secara efektif maupun laten) bahwa bullying bukanlah suatu masalah besar dan mungkin merupakan hal yang biasa dilakukan. Remaja memiliki keinginan untuk tidak bergantung pada keluarga dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya. Jadi bullying terjadi karena adanya tuntutan keselarasan. Anak-anak ketika bergaul di sekolah dan dengan teman-teman di sekitar rumah, terkadang bersemangat untuk melakukan bullying. Tidak sedikit anak yang melakukan bullying dalam upaya untuk menunjukkan bahwa dirinya dapat masuk dalam kelompok tertentu, meskipun dirinya sendiri merasa canggung dengan perilaku tersebut (Septiyuni dkk., 2015).
- Faktor Media Massa
Pengaruh media tidak dapat dipungkiri lagi, banyak sekali tayangan yang tidak pantas untuk anak yang dikemas dalam bentuk kartun atau tayangan selingan. Pada dasarnya anak usia 5-15 tahun memiliki minat yang lebih besar sehingga cenderung melakukan apa yang dilihatnya. Menurut Fridiana (2017:95) Semakin sering anak melihat tayangan yang bersifat kasar, maka semakin besar pula potensi anak tersebut untuk terjebak dalam perilaku bullying. Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini memang anak kecil sudah diberikan kebebasan untuk melihat apa saja yang diinginkannya tanpa pengawasan dari orang dewasa. Hal ini akan memicu terbentuknya pola pikir anak yang kasar terhadap tayangan tersebut (Ardhiyanti, 2024).
Bentuk dan Dampak dari Bullying
Ciri-ciri Perilaku Bullying antara lain:
- Berkumpul mengikuti strata sosial karena merasa memiliki kendali.
- Cenderung dirayakan atau disegani sehingga dianggap.
- Cenderung menunjukkan perilaku yang tidak sopan seperti menabrak dengan sengaja, mengatakan hal-hal yang tidak sopan kepada teman tanpa alasan, mengucilkan atau mengganggu.
- Menempatkan diri di tempat-tempat tertentu di sekolah dan lingkungannya.
 Ciri-ciri korban bullying antara lain:
- Cenderung memiliki pola pikir yang tenang dan rendah hati atau lebih sering disebut sebagai orang yang bijaksana.
- Memiliki kemampuan di bawah normal.
- Sering membolos sekolah dengan alasan yang tidak jelas.
- Berperilaku tidak biasa atau tidak normal (marah tanpa alasan, menulis, dan sebagainya).
Adapun beberapa jenis bullying menurut Emilda, (2022) yakni sebagai berikut:
- Overt Bullying atau intimidasi terbuka yang meliputi perilaku bullying yang terkoordinasi dan berhubungan dengan fisik atau verbal, misalnya mendorong, menyodok, melemahkan dan bahkan menyakiti atau melukai dengan menggunakan senjata tajam atau benda keras lainnya.
- Indirect Bullying atau intimidasi tidak langsung yang meliputi agresi relasional, dimana pelaku menyakiti lingkungan sosial korban dengan cara mencelakai korban sehingga dikucilkan oleh lingkungannya dan setelah itu pelaku mengharapkan pujian dari lingkungan atas tindakan yang dilakukannya karena merasa paling unggul.
- Cyberbullying atau intimidasi dunia maya dapat berupa ujaran kebencian melalui sosial media seperti Facebook, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan akun media sosial lainnya. Perundungan siber tentu saja memiliki dampak yang sangat besar terhadap otak korbannya karena dampak yang ditimbulkannya yang sangat luas.
Sementara itu, menurut Oktaviany & Ramadan, (2023) dampak bullying adalah sebagai berikut:
Dampak pada Kehidupan Individu
- Kekacauan mental (seperti kegelisahan dan depresi).
- Konsep diri korban bullying menjadi lebih negatif karena korban merasa tidak diterima oleh teman-temannya.
- Menjadi pelaku kekerasan saat dewasa.
- Memaksa dan dalam beberapa kasus melakukan tindakan kriminal.
- Korban bullying merasa tertekan, putus asa, membenci pelaku, membenarkan diri, ingin putus sekolah, putus asa, malu, putus asa, direndahkan dan bahkan melukai diri sendiri.
- Menggunakan narkoba atau minuman keras.
- Membenci lingkungan sosial mereka.
- Korban akan merasa kelas dua dan tidak berguna.
- Ketidakmampuan fisik yang berkepanjangan.
- Gangguan yang penuh gairah memang dapat menyebabkan kekacauan identitas.
- Kecenderungan merusak diri sendiri.
Dampak pada Kehidupan Akademik
- Perundungan atau bullying memiliki dampak yang serius terhadap kesehatan mental dan emosional individu. Perundungan berhubungan erat dengan meningkatnya tingkat kesedihan, permusuhan, serta penurunan nilai akademis yang signifikan. Selain itu, perundungan juga dapat berkontribusi pada risiko bunuh diri, menurunkan wawasan siswa, dan mengurangi nilai ujian ekspositori mereka.
- Dampak pada Perilaku Sosial
- Remaja sebagai korban bullying sering kali mengalami ketakutan untuk pergi ke sekolah dan menjadi tidak dapat diandalkan, merasa canggung dan putus asa. Bullying menyebabkan seseorang menjadi terpisah dari kelompok sebayanya, karena teman sebaya korban bullying merasa tertekan karena menjadi korban bullying seperti teman sebayanya, mereka menghindarinya dan pada akhirnya korban bullying menjadi semakin terputus dari interaksi sosial.
- Upaya Guru dalam Mencegah serta Menangani Perilaku Bullying di Lingkungan Sekolah
- Adapun pendapat Firmansyah, (2022) mengenai beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani atau mengantisipasi perilaku bullying, seperti :
- Membuat peraturan yang jelas dan tegas terkait perilaku bullying dan sanksi bagi pelaku bullying.
- Memberikan tempat yang aman bagi korban dengan membuat laporan pengaduan bullying.
- Melakukan kampanye penghentian bullying baik di lingkungan sekolah maupun di tingkat sekolah.
- Memberikan penyuluhan terkait hak dan kewajiban agar siswa lebih menghargai teman sebayanya.
- Memantau tujuan siswa di lingkungan sekolah.
- Menjalin kerja sama antara wali siswa, guru, dan kepala sekolah.
Upaya-upaya tersebut merupakan usaha yang diharapkan dapat mencegah dan menangani perilaku bullying di lingkungan sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Andryawan dkk, (2023) bahwa setelah masalah bullying selesai, maka perlu adanya lingkungan yang baik agar semua komponen di dalamnya dapat berkembang dengan baik. Selanjutnya, perlu adanya rasa iba dan kepekaan terhadap korban bullying dalam bentuk perhatian, kepedulian dan tidak menjauhkan diri dari korban bullying.
Jadi, apabila peraturan yang dibuat memberikan jaminan yang layak bagi hak-hak siswa, maka akan meredam perilaku bullying karena pelaku pastinya bingung dengan sanksi yang akan mereka terima setelahnya. Selain itu, sebagai korban tentu harus memiliki rasa keberanian dan keteguhan hati, jangan sampai disakiti oleh pelaku yang menjadi korban. Rasa takut yang ditunjukkan oleh korban tentu akan memberikan kesempatan bagi pelaku untuk melakukan bullying, namun apabila korban sudah menunjukkan keberanian untuk melawan maka pelaku tidak akan mengulanginya lagi (Eko, 2016).
Sekolah Ramah Anak (SRA) merupakan program yang memberikan hak-hak anak di sekolah dalam bentuk rasa aman, nyaman, dan kebebasan berekspresi. Sekolah ramah anak merupakan satuan pendidikan formal, nonformal, dan informal yang aman, kokoh, bersih, peduli terhadap lingkungan dan budaya, mampu menjamin, memenuhi, dan menghargai hak-hak anak serta melindungi anak dari tindak kekerasan dan kekerasan lainnya, dan mendukung sepenuhnya hak-hak anak.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya tindakan bullying berasal dari berbagai sumber, termasuk keluarga, sekolah, teman sebaya, media massa, dan individu itu sendiri. Bentuk perilaku bullying dapat berupa overt bullying atau intimidasi yang bersifat fisik maupun verbal, indirect bullying yang meliputi agresi relasional seperti pengucilan, serta cyber bullying yang terjadi melalui media sosial. Untuk mencegah dan menangani tindakan bullying di lingkungan sekolah, guru dapat melakukan beberapa upaya, seperti membuat aturan yang jelas dan tegas terkait perilaku bullying beserta sanksi bagi pelakunya, memberikan ruang aman bagi korban, melakukan kampanye stop bullying di kelas maupun tingkat sekolah, memberikan edukasi tentang hak dan kewajiban untuk meningkatkan rasa saling menghargai antar siswa, serta memantau siswa secara intensif di lingkungan sekolah.
DAFTAR RUJUKAN
Analiya, T. R., & Arifin, R. (2022). Perlindungan hukum bagi anak dalam kasus bullying menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak di Indonesia. Journal of Gender And Social Inclusion In Muslim Societes, 3(1), 125--144. http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/psga/article/view/10950
Andryawan, A., Laurencia, C., & Putri, M. P. T. (2023). Peran Guru dalam Mencegah dan Mengatasi Terjadinya Perundungan (Bullying) di Lingkungan Sekolah. INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research, 3(6), 2837--2850.
Ardhiyanti, Y. (2024). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perilaku Bullying. Jurnal Pendidikan dan Kesehatan, 1(2), 70--76. https://j-edu.org/index.php/edu
Eko, H. (2016). Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Indonesia. Asas: Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam, 8(2), 80--87. http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/asas/article/view/1249
Emilda, E. (2022). Bullying di Pesantren: Jenis, Bentuk, Faktor, dan Upaya Pencegahannya. Sustainable Jurnal Kajian Mutu Pendidikan, 5(2), 198--207. https://doi.org/10.32923/kjmp.v5i2.2751
Faizah, F., & Amna, Z. (2017). bullying dan kesehatan mental pada remaja SMA di Banda Aceh. Maret, 3(1), 77.
Firmansyah, F. A. (2022). Peran Guru Dalam Penanganan Dan Pencegahan Bullying di Tingkat Sekolah Dasar. Jurnal Al-Husna, 2(3), 205. https://doi.org/10.18592/jah.v2i3.5590
Oktaviany, D., & Ramadan, Z. H. (2023). Analisis Dampak Bullying Terhadap Psikologi Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Educatio FKIP UNMA, 9(3), 1245--1251. https://doi.org/10.31949/educatio.v9i3.5400
Septiyuni, D. A., Budimansyah, D., & Wilodati, W. (2015). Pengaruh Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap Perilaku Bullying Siswa Di Sekolah. Sosietas, 5(1). https://doi.org/10.17509/sosietas.v5i1.1512
Setiawan, B., Hukum, S. I.-E. J., & 2021, U. (2021). Perlindungan Hak Asasi Manusia pada Kasus Bullying di Kabupaten Purworejo. Jurnal.Umpwr.Ac.Id, 1(2), 48--58.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H