Mohon tunggu...
Anggareza M
Anggareza M Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Hallo semuanya, selamat datang terimakasih telah berkunjung ke profil kami

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengungkap Wajah Kelam Bullying di Dunia Pendidikan

22 Desember 2024   17:31 Diperbarui: 22 Desember 2024   16:30 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Individu ini erat kaitannya dengan identitas anak didik yang pendiam atau biasa dikenal dengan istilah self observer. Penelitian oleh Setiawan dkk, (2021) berpendapat bahwa identitas pribadi yang pendiam lebih cenderung menjadi korban bullying dibandingkan anak yang memiliki identitas ekstrovert. Hal ini sejalan dengan pendapat Faizah & Amna, (2017) masalah kurangnya rasa percaya diri juga dapat menimbulkan perilaku yang aneh seperti merasa takut gagal sehingga tidak berani mencoba hal baru, merasa tidak berguna, bodoh dan hal-hal lain yang merendahkan dirinya. Hal ini tentu saja memberi peluang bagi pelaku bullying untuk melakukan tindakan bullying.

  • Faktor Keluarga

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa, sikap orang tua yang terlalu protektif terhadap anak, membuat anak tidak berdaya terhadap bullying, anak yang memiliki orang tua yang terlalu ketat cenderung lebih mudah menjadi korban teror fisik dan mental, atau bullying, dari teman-temannya, dan orang tua yang terlalu melindungi anak dari pengalaman buruk akan membuat anak lebih rentan terhadap bullying, dan anak yang memiliki orang tua yang ketat cenderung lebih mudah mengalami bullying. Pola hidup orang tua yang kacau, orang tua yang pisah ranjang, orang tua yang tidak stabil dalam perasaan dan pikirannya, keinginan dan perilakunya, orang tua yang saling mencaci, saling menyakiti, berkelahi di depan anak, mengancam dan tidak pernah akur, memicu kesedihan dan tekanan pada anak, (Kartono, 2003). Hal ini memicu depersonalisasi pada anak yang pada akhirnya menjadi bagian dari identitas dan terus menerus melakukan bullying.

  • Faktor Sekolah

Beberapa komponen yang menyebabkan terjadinya bullying dalam lingkungan sekolah, yaitu sekolah belum mampu menciptakan iklim mental atau rasa aman dan nyaman bagi semua komponen, masih kurangnya rasa empati dan kepekaan antar guru terhadap siswa, pengawasan sekolah masih belum terpadu dan tegas dalam menangani tindakan bullying sehingga tindakan tersebut tidak dapat dihindari terjadi di lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah yang aman dan nyaman dapat diberikan dengan pengawasan yang serius agar siswa tidak bebas melakukan bullying. Karena bullying yang terjadi dalam lingkungan sekolah dapat berupa perpisahan dengan teman sebaya karena perbedaan ekonomi, ukuran tubuh dan sebagainya (Analiya & Arifin, 2022).

  • Faktor Teman Sebaya

Salah satu komponen utama perilaku bullying pada remaja adalah disebabkan oleh teman sebaya yang memberikan dampak negatif dengan menyebarkan pemikiran (baik secara efektif maupun laten) bahwa bullying bukanlah suatu masalah besar dan mungkin merupakan hal yang biasa dilakukan. Remaja memiliki keinginan untuk tidak bergantung pada keluarga dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya. Jadi bullying terjadi karena adanya tuntutan keselarasan. Anak-anak ketika bergaul di sekolah dan dengan teman-teman di sekitar rumah, terkadang bersemangat untuk melakukan bullying. Tidak sedikit anak yang melakukan bullying dalam upaya untuk menunjukkan bahwa dirinya dapat masuk dalam kelompok tertentu, meskipun dirinya sendiri merasa canggung dengan perilaku tersebut (Septiyuni dkk., 2015).

  • Faktor Media Massa

Pengaruh media tidak dapat dipungkiri lagi, banyak sekali tayangan yang tidak pantas untuk anak yang dikemas dalam bentuk kartun atau tayangan selingan. Pada dasarnya anak usia 5-15 tahun memiliki minat yang lebih besar sehingga cenderung melakukan apa yang dilihatnya. Menurut Fridiana (2017:95) Semakin sering anak melihat tayangan yang bersifat kasar, maka semakin besar pula potensi anak tersebut untuk terjebak dalam perilaku bullying. Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini memang anak kecil sudah diberikan kebebasan untuk melihat apa saja yang diinginkannya tanpa pengawasan dari orang dewasa. Hal ini akan memicu terbentuknya pola pikir anak yang kasar terhadap tayangan tersebut (Ardhiyanti, 2024).

Bentuk dan Dampak dari Bullying

Ciri-ciri Perilaku Bullying antara lain:

  • Berkumpul mengikuti strata sosial karena merasa memiliki kendali.
  • Cenderung dirayakan atau disegani sehingga dianggap.
  • Cenderung menunjukkan perilaku yang tidak sopan seperti menabrak dengan sengaja, mengatakan hal-hal yang tidak sopan kepada teman tanpa alasan, mengucilkan atau mengganggu.
  • Menempatkan diri di tempat-tempat tertentu di sekolah dan lingkungannya.

 Ciri-ciri korban bullying antara lain:

  • Cenderung memiliki pola pikir yang tenang dan rendah hati atau lebih sering disebut sebagai orang yang bijaksana.
  • Memiliki kemampuan di bawah normal.
  • Sering membolos sekolah dengan alasan yang tidak jelas.
  • Berperilaku tidak biasa atau tidak normal (marah tanpa alasan, menulis, dan sebagainya).

Adapun beberapa jenis bullying menurut Emilda, (2022) yakni sebagai berikut:

  • Overt Bullying atau intimidasi terbuka yang meliputi perilaku bullying yang terkoordinasi dan berhubungan dengan fisik atau verbal, misalnya mendorong, menyodok, melemahkan dan bahkan menyakiti atau melukai dengan menggunakan senjata tajam atau benda keras lainnya.
  • Indirect Bullying atau intimidasi tidak langsung yang meliputi agresi relasional, dimana pelaku menyakiti lingkungan sosial korban dengan cara mencelakai korban sehingga dikucilkan oleh lingkungannya dan setelah itu pelaku mengharapkan pujian dari lingkungan atas tindakan yang dilakukannya karena merasa paling unggul.
  • Cyberbullying atau intimidasi dunia maya dapat berupa ujaran kebencian melalui sosial media seperti Facebook, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan akun media sosial lainnya. Perundungan siber tentu saja memiliki dampak yang sangat besar terhadap otak korbannya karena dampak yang ditimbulkannya yang sangat luas.

Sementara itu, menurut Oktaviany & Ramadan, (2023) dampak bullying adalah sebagai berikut:

Dampak pada Kehidupan Individu

  • Kekacauan mental (seperti kegelisahan dan depresi).
  • Konsep diri korban bullying menjadi lebih negatif karena korban merasa tidak diterima oleh teman-temannya.
  • Menjadi pelaku kekerasan saat dewasa.
  • Memaksa dan dalam beberapa kasus melakukan tindakan kriminal.
  • Korban bullying merasa tertekan, putus asa, membenci pelaku, membenarkan diri, ingin putus sekolah, putus asa, malu, putus asa, direndahkan dan bahkan melukai diri sendiri.
  • Menggunakan narkoba atau minuman keras.
  • Membenci lingkungan sosial mereka.
  • Korban akan merasa kelas dua dan tidak berguna.
  • Ketidakmampuan fisik yang berkepanjangan.
  • Gangguan yang penuh gairah memang dapat menyebabkan kekacauan identitas.
  • Kecenderungan merusak diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun