Banyak juga yang memanggil ku sebagai Aqua man, karena yang ku bawa hampir selalu produk Aqua. Rute ku hanya sekitaran sejauh radius 1 km sampai 2 km saja, tidak terlalu jauh, aku membatasinya sendiri.
Aku mengantar air mineral galon ini ke banyak kosan dan beberapa rumah. Pekerjaan ku adalah buruh serabutan, tapi mengantar air mineral galon adalah pekerjaan kesukaan ku.
Laba yang kuambil setiap harinya cukup untuk membayar biaya bahan bakar untuk motor yang ku pakai juga untuk menjadi pengojek online. Aku tak banyak mengambil banyak laba.
Suatu hari di kosan L, aku mendapati Mas Rangga bersama seorang perempuan muda di kamar kosnya. Ku tatap beberapa kali, perempuan itu berbeda dengan yang ku lihat dua minggu lalu di tempat ini. Hanya ada satu kesamaan, perempuan itu sama-sama menggunakan sandal hak tinggi. Perempuan itu tampak nyaman berada di kamar itu bersama Mas Rangga yang tetap senyum ramah saat menerima galon. Aku pun, tersenyum balik kepadanya.
Hari lainnya di kosan Pak Haji Tosin, Mas Rifki memintaku datang membawa galon dan menuangkannya ke dispenser. Aku terkejut saat membuang tissue bekas galon ke tempat sampah di kamar Mas Rifki, aku melihat kondom bekas pakai dan celana dalam renda warna merah. Aku hanya tersenyum saja, Mas Rifki merasa kikuk setiap kali bertemu denganku selama seminggu itu, termasuk saat di Surau saat salat subuh berjamaah.
Di Perumahan Citra City View, ada beberapa langgananaku, termasuk keluarga Mas Sena. Saat mengantar 2 galon air mineral di suatu sore kudapati rumah keluarga Pak Sena sedang berisik dengan tangisan anak kecil. Ragu kurasa saat akan masuk ke area pekarangan rumah itu, tetapi 2 galon ini terlalu berat untuk ku bawa balik lagi. Akhirnya ku beranikan saja untuk memencet bel rumah itu beberapa detik bersalang anak Pak Sena yang ku taksir berusia 6 tahunan langsung membuka pintu dan menghambur ke arahku dan bersembunyi di belakang ku.
"airnya simpan saja di teras, Jek" ujar Bu Sena seraya menyodorkan uang 50 ribu.
"ambil saja kembaliannya" tambahnya
Anak keluarga Sena dibanjiri air mata dengan pipi merah sebelah saat dia menghambur ke arahku.
Banyak kehidupan orang-orang yang ku tangkap saat aku menjalani pekerjaanku yang ini. Aku tak pernah banyak berkata tentang apa yang aku lihat, bahkan kepada istriku sendiri.
Menjelang lebaran ini, aku banyak menerima sirup berbagai macam rasa, biskuit atau makanan khas lebaran lainnya. Aku menerima sebagai imbalan tambahan untuk menjadi ojek online, pengantar air galon, lalu istriku berkata.
"Mas, mau bikin warung atau mau dibawa ke kampung aja?"
Pertanyaan sarkas dari istriku yang ku jawab dengan senyuman. Aku tak perlu menjawabnya dengan kata-kata, aku sangat mencitai istriku.
Selain membawa sirup dan biskuit ke kampung, Aku dan istriku juga berniat untuk membawa sejumlah sandang ke kampung untuk adikku satu-satunya dan Bapak mertuaku.
"sebagai bentuk syukur, Mas."
Kami pun pergi ke sebuah Toserba lokal untuk membeli sandal untuk adikku dan baju muslim untuk mertuaku. Kami sepakat untuk tidak menambah daftar belanja.
Berjalan pulang, kami melintasi customer service yang dari ku baca sedang menampilkan hasil lomba foto dengan tajuk 'Ramadan Bahagia Bersama Keluarga'. Aku melihat foto keluarga Pak Sena yang menang. Di potret ukuran 4R tersebut, ku lihat Pak Sena, istri dan anaknya tampak senyum bahagia dengan balutan pakaian warna senada.
Aku terkejut, dalam hati saja.
Aku dan istriku mudik H-1 lebaran, menggunakan motor dengan barang bawaan yang banyak. Biar hemat, pikirku dan istriku. Sampai di kampung dan lebaran, segala capek menjadi sirna melihat keluarga besar yang datang bersilaturahmi, terlebih melihat Bapak mertua yang senang memakai baju yang kami pilihkan, tetapi Adikku yang remaja tanggung ini kurang puas mendapat sandalnya. Terbaca dari raut mukanya.
Lebaran hari kedua, rumah keluarga istriku ramai dengan keluarga yang silaturahmi. Saat itu, ada wajah yang sangat ku kenal, Mas Rifki. Dia masih kerabat jauh kami, ternyata. Ia datang bersama dengan istrinya dan 3 anaknya. Ketiga anak itu sangat dekat dengan Ayahnya, ketiganya berebut untuk duduk di pangkuan sang Ayah.
Aku tidak banyak bicara, begitu pula Mas Rifki.
Ketiga anak Mas Rifki dan istrinya lucu-lucu. Aku berdoa dalam hati semoga segera diberi kepercayaan untuk punya anak.
5 hari setelah lebaran, Aku dan istri kembali ke kota. Ku pikir sudah banyak orang yang pulang lagi ke kota setelah mudik, pasti banyak yang air galonnya habis atau yang membutuhkan jasa ojek online. Sementara, istriku ingin segera mempraktekan resep brownies, dia rencana mau jualan di daerah sekitar rumah kontrakan kami.
Sebelum kembali bekerja, aku dan istriku menyempatkan diri untuk bersilaturahmi ke tetangga sekitar. Kami pergi ke rumah Pak Ustadz, dia imam di Surau yang sering ku datangi.
"kau datang lah ke nikahan anak gadisku minggu depan"
"dia kunikahkan dengan si Rangga"
"kau tahu lah dia, sering ketemu kan kalian di surau. Dia anak baik ku lihat."
"dasar jodoh ya, baru ku kenalkan mereka sebulan, sudah siap ternyata si Rangga waktu ku tanya nikahin gadisku itu. Beruntung lah aku ini"
Aku senyum dan mengiyakan untuk datang ke nikahan putri sang Ustadz minggu depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H