"Mas, mau bikin warung atau mau dibawa ke kampung aja?"
Pertanyaan sarkas dari istriku yang ku jawab dengan senyuman. Aku tak perlu menjawabnya dengan kata-kata, aku sangat mencitai istriku.
Selain membawa sirup dan biskuit ke kampung, Aku dan istriku juga berniat untuk membawa sejumlah sandang ke kampung untuk adikku satu-satunya dan Bapak mertuaku.
"sebagai bentuk syukur, Mas."
Kami pun pergi ke sebuah Toserba lokal untuk membeli sandal untuk adikku dan baju muslim untuk mertuaku. Kami sepakat untuk tidak menambah daftar belanja.
Berjalan pulang, kami melintasi customer service yang dari ku baca sedang menampilkan hasil lomba foto dengan tajuk 'Ramadan Bahagia Bersama Keluarga'. Aku melihat foto keluarga Pak Sena yang menang. Di potret ukuran 4R tersebut, ku lihat Pak Sena, istri dan anaknya tampak senyum bahagia dengan balutan pakaian warna senada.
Aku terkejut, dalam hati saja.
Aku dan istriku mudik H-1 lebaran, menggunakan motor dengan barang bawaan yang banyak. Biar hemat, pikirku dan istriku. Sampai di kampung dan lebaran, segala capek menjadi sirna melihat keluarga besar yang datang bersilaturahmi, terlebih melihat Bapak mertua yang senang memakai baju yang kami pilihkan, tetapi Adikku yang remaja tanggung ini kurang puas mendapat sandalnya. Terbaca dari raut mukanya.
Lebaran hari kedua, rumah keluarga istriku ramai dengan keluarga yang silaturahmi. Saat itu, ada wajah yang sangat ku kenal, Mas Rifki. Dia masih kerabat jauh kami, ternyata. Ia datang bersama dengan istrinya dan 3 anaknya. Ketiga anak itu sangat dekat dengan Ayahnya, ketiganya berebut untuk duduk di pangkuan sang Ayah.
Aku tidak banyak bicara, begitu pula Mas Rifki.
Ketiga anak Mas Rifki dan istrinya lucu-lucu. Aku berdoa dalam hati semoga segera diberi kepercayaan untuk punya anak.