Pendahuluan
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sejatinya berhak untuk menyampaikan dam mendapatkan informasi dalam kehidupan bersosial. Hal ini juga diatur dalam UUD 1945 Pasal 28F yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.Â
Saluran dalam pasal ini juga dapat diartikan sebagai media komunikasi massa berupa cetak maupun elektronik yang memiliki fungsi sebagai sumber dan penyampai informasi kepada publik.
Bittner (Rakhmat, 1985) mengemukakan bahwa komunikasi massa yaitu pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. (Imran, 2012: 48). Secara sederhana yang dimaksud dengan media massa adalah seperangkat piranti komunikasi yang bekerja pada skala besar, menjangkau dan mencakup setiap orang dalam masyarakat. (Suparno, dkk, 2016: 36).Â
Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 di Indonesia tidak hanya mengubah tatanan ekonomi dan politik saja, tapi juga berdampak pada perkembangan industri media massa. Banyaknya perusahaan media yang muncul setelah era reformasi membuat persaingan di industri media semakin ketat.
Seiring perkembangannya, industri media mulai memasuki era konvergensi media atau penggabungan beberapa media menjadi satu grup atau kepemilikan. Adanya konvergensi media mengakibatkan praktik konglomerasi media yang tentunya memiliki dampak positif maupun negatif bagi perkembangan industri media dan para konsumen.
Konglomerasi media membawa perubahan kepada visi media itu sendiri yang dipengaruhi oleh siapa pemegang kekuasaan atau pemegang modal terbesar dari media tersebut. Konglomerasi media yang terjadi di Indonesia tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan bisnis dan ekonomi, tetapi juga memiliki tujuan politik di dalamnya.Â
Beberapa grup media besar di Indonesia sudah terafiliasi dengan partai politik yang berhubungan dengan para pemimpin media itu sendiri, seperti MNC Group yang terafiliasi dengan Partai Perindo dimana Hary Tanoesoedibjo sebagai pimpinan partai dan ada Media Group yang terafiliasi dengan Partai Nasdem dimana Surya Paloh sebagai pimpinan partai.
Konglomerasi media tentunya berdampak pada konten-konten media yang disesuaikan dengan kepentingan dari pemegang kekuasaan sebelum disampaikan kepada publik. Hal mengakibatkan konten yang ada di masyarakat semakin mengerucut pilihannya. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang tegas dari lembaga berwenang untuk mengatur muatan konten politik di media massa agar masyarakat tidak terkonstruksi oleh konten-konten dengan kepentingan politik kelompok tertentu.
Tujuan Penulisan
- Mengetahui dampak dari konglomerasi media terhadap politik di Indonesia.
- Mengetahui regulasi yang ada terhadap konten-konten politik di media massa.
Pembahasan
Pers menurut pasal 1 Undang-Undang No. 40 tahun 1999 adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.Â
Dijelaskan juga dalam pasal 3 di Undang-Undang yang sama bahwa pers memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Berdasarkan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 maka dalam menjalankan fungsinya media massa harus mengutamakan kepentingan publik dalam menyampaikan konten-kontennya. Namun, konglomerasi media membuat sebuah media menjadi alat untuk kepentingan dari pemilik kekuasaan sehingga tidak memerhatikan apa yang dibutuhkan oleh publik. Industri media massa di Indonesia baik cetak maupun elektronik sudah berkembang menjadi arena pertarungan bagi para pemilik kekuasaan dalam bidang ekonomi bahkan politik.Â
Menurut Khumairoh (2021: 68), adanya konglomerasi media mengarah pada persaingan bisnis tidak sehat antar pemilik media massa sehingga menyebabkan beberapa perubahan terutama dalam membuat konten siaran atau pemberitaan pers yang menjadi subjektif dan sarat kepentingan.
Giner (1979) mengemukakan teori masyarakat massa adalah teori yang menekankan ketergantungan timbal-balik antara intitusi yang memegang kekuasaan dan integrasi media terhadap sumber kekuasaan sosial dan otoritas. Dengan demikian isi media cenderung melayani kepentingan pemegang kekuasaan politik dan ekonomi.Â
Praktik konglomerasi media seperti MNC Group, Media Group, SCMA Group, Trans Group atau Bakrie Group menjadi kekuatan tersendiri bagi para pemegang kekuasaan untuk menyebarkan visi atau tujuan yang mereka miliki. Namun, meskipun apa yang sudah ditampilkan media sarat akan kepentingan dari pemilik kekuasaan, media juga tetap memiliki kecendurungan kepada masyarakat untuk menyampaikan informasi yang dibutuhkan.
Konglomerasi media juga bisa menjadi kekuatan besar dalam bidang politik. Media digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan gagasan dan tujuan dari para pelaku politik seperti partai atau kandidat pemimpin sebuah daerah. Tentunya fenomena yang sempat menjadi perbincangan pada tahun 2017 adalah bagaimana MNC Group menggunakan media yang mereka punya seperti MNC TV, RCTI, Global TV, dan INews TV untuk menayangkan lagu Mars Partai Perindo sebagai iklan.Â
Hal ini langsung mendapat respon KPI, selaku lembaga yang berwenang dengan memberikan teguran tertulis karena telah melanggar pasal 11 P3 KPI tahun 2012 serta pasal 11 ayat (1) SPS KPI tahun 2012. Selain itu, merujuk pada pasal 36 ayat (4) Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang menyatakan isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
Tidak hanya itu, mendekati Pilpres 2024 media mulai berlomba-lomba untuk memberitakan masing-masing calon kandidat presiden yang terafiliasi atau memiliki hubungan dengan media dan partai politik pengusungnya. Salah satu contohnya adalah Surya Paloh yang memiliki Media Group sekaligus menjadi pimpinan Partai Nasdem. Dimana pemberitaan positif tentang Anies Baswedan selaku kandidat capres yang diusung oleh Partai Nasdem memenuhi seluruh media dari Media Group seperti Metro TV dan Media Indonesia.
Hal ini tentunya berdampak kepada publik yang secara tidak langsung terkonstruksi terhadap apa yang diberitakan oleh masing-masing media. Selain itu, publik juga bisa langsung menilai mana media yang memberikan informasi berimbang dengan media mana yang secara terang-terangan memberikan dukungan kepada partai-partai politik tertentu.Â
Dibutuhkannya regulasi yang jelas dan tegas agar dapat meminimalisir terjadinya eksploitasi konten dengan muatan kepentingan golongan tertentu. Bagaimanapun juga, media massa harus tetap berpedoman pada P3SPS tahun 2012 dan UU No. 32 tahun 2002 dalam melakukan kegiatan pers agar tetap berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Kesimpulan
Konglomerasi media tidak dapat dihindari karena persaingan industri media yang semakin ketat. Adanya konglomerasi media tentunya hanya menjadi arena pertarungan bagi pemilik kepentingan di bidang ekonomi maupun politik. Maraknya pemilik media massa yang terafiliasi atau memiliki hubungan dengan partai politik secara tidak langsung dapat memengaruhi isi dari konten media tersebut.Â
Media yang tergabung dalam suatu grup besar dapat digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan visi dan tujuan dari pemilik kepentingan atau kekuasaan. Hal ini tentunya berdampak kepada netralitas media dalam menginformasikan suatu berita, dimana media yang memiliki afiliasi dengan salah satu partai atau kandidat calon tertntun akan membuat berita positif tentang partai atau calon kandidat yang didukung. Tidak hanya itu, konten-konten media ini secara tidak langsung juga membangun suatu konstruksi di masyarakat terkait dengan narasi yang diberikan oleh media tersebut.
KPI selaku lembaga yang memiliki kewenangan untuk menindak segala pelanggaran sesuai dengan regulasi. Adanya regulasi dan aturan yang jelas seperti P3SPS tahun 2012 dan UU No. 32 tahun 2002 bisa menjadi pedoman bagi media untuk membuat konten untuk masyarakat. Masyarakat juga bisa ikut serta dalam pengawasan konten-konten media massa dengan membantu melaporkan jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh media.
Daftar Pustaka
- Giner, Salvador. (1979). Mass Society. Academic Press
- Imran, Hasyim Ali. "Media Massa, Khalayak Media, The Audience Theory, Efek Isi Media Dan Fenomena Diskursif (Sebuah Tinjauan Dengan Kasus Pada Surat Kabar Rakyat Merdeka)". Jurnal Studi Komunikasi Dan Media. Vol.16 No. 1 (Januari-Juni, 2012), 48.
- Khumairoh, Umi. (2021). "Dampak Konglomerasi Media Terhadap Industri Media Massa dan Demokrasi Ekonomi Politik di Era Konvergensi Media". Jurnal Pemikiran dan Riset Sosiologi, 2(1), DOI: 10.47776/MJPRS.002.01.05. 68.
- Suparno, Basuki Agus, Widodo Muktiyo, & RR. Susilastuti DN. (2016). Media komunikasi: representasi budaya dan kekuasaan. Jawa Tengah: UNS Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H