Tujuan Penulisan
- Mengetahui dampak dari konglomerasi media terhadap politik di Indonesia.
- Mengetahui regulasi yang ada terhadap konten-konten politik di media massa.
Pembahasan
Pers menurut pasal 1 Undang-Undang No. 40 tahun 1999 adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.Â
Dijelaskan juga dalam pasal 3 di Undang-Undang yang sama bahwa pers memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Berdasarkan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 maka dalam menjalankan fungsinya media massa harus mengutamakan kepentingan publik dalam menyampaikan konten-kontennya. Namun, konglomerasi media membuat sebuah media menjadi alat untuk kepentingan dari pemilik kekuasaan sehingga tidak memerhatikan apa yang dibutuhkan oleh publik. Industri media massa di Indonesia baik cetak maupun elektronik sudah berkembang menjadi arena pertarungan bagi para pemilik kekuasaan dalam bidang ekonomi bahkan politik.Â
Menurut Khumairoh (2021: 68), adanya konglomerasi media mengarah pada persaingan bisnis tidak sehat antar pemilik media massa sehingga menyebabkan beberapa perubahan terutama dalam membuat konten siaran atau pemberitaan pers yang menjadi subjektif dan sarat kepentingan.
Giner (1979) mengemukakan teori masyarakat massa adalah teori yang menekankan ketergantungan timbal-balik antara intitusi yang memegang kekuasaan dan integrasi media terhadap sumber kekuasaan sosial dan otoritas. Dengan demikian isi media cenderung melayani kepentingan pemegang kekuasaan politik dan ekonomi.Â
Praktik konglomerasi media seperti MNC Group, Media Group, SCMA Group, Trans Group atau Bakrie Group menjadi kekuatan tersendiri bagi para pemegang kekuasaan untuk menyebarkan visi atau tujuan yang mereka miliki. Namun, meskipun apa yang sudah ditampilkan media sarat akan kepentingan dari pemilik kekuasaan, media juga tetap memiliki kecendurungan kepada masyarakat untuk menyampaikan informasi yang dibutuhkan.
Konglomerasi media juga bisa menjadi kekuatan besar dalam bidang politik. Media digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan gagasan dan tujuan dari para pelaku politik seperti partai atau kandidat pemimpin sebuah daerah. Tentunya fenomena yang sempat menjadi perbincangan pada tahun 2017 adalah bagaimana MNC Group menggunakan media yang mereka punya seperti MNC TV, RCTI, Global TV, dan INews TV untuk menayangkan lagu Mars Partai Perindo sebagai iklan.Â
Hal ini langsung mendapat respon KPI, selaku lembaga yang berwenang dengan memberikan teguran tertulis karena telah melanggar pasal 11 P3 KPI tahun 2012 serta pasal 11 ayat (1) SPS KPI tahun 2012. Selain itu, merujuk pada pasal 36 ayat (4) Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang menyatakan isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
Tidak hanya itu, mendekati Pilpres 2024 media mulai berlomba-lomba untuk memberitakan masing-masing calon kandidat presiden yang terafiliasi atau memiliki hubungan dengan media dan partai politik pengusungnya. Salah satu contohnya adalah Surya Paloh yang memiliki Media Group sekaligus menjadi pimpinan Partai Nasdem. Dimana pemberitaan positif tentang Anies Baswedan selaku kandidat capres yang diusung oleh Partai Nasdem memenuhi seluruh media dari Media Group seperti Metro TV dan Media Indonesia.