Mohon tunggu...
Angga
Angga Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Seorang penulis yang suka dengan dunia teknologi

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Menghadapi Ironi Upah Kecil Pekerja Indonesia dengan Mendobrak "Kewajaran"

31 Juli 2023   12:00 Diperbarui: 31 Juli 2023   14:38 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang pekerja (Unsplash.com)

Untuk berkembang, modal tekad saja tidak cukup. Modal materi juga penting. Misalnya saja untuk mengembangkan ketrampilan. Orang butuh uang untuk mengikuti kursus atau pelatihan.

Kalau ingin cari yang gratis, konten-konten di Youtube atau artikel di internet bisa jadi pilihan. Tapi karena gratis, PR-nya jelas lebih banyak. Ibaratnya sama seperti berkendara lewat jalan tol dan lewat jalan biasa. Meski mengarah ke tujuan yang sama, tantangan untuk sampai ke tujuan dan waktu tempuhnya jelas beda.

Dengan upah rendah, ruang untuk berkembang cenderung lebih terbatas. Jika menilik perhitungan sebelumnya, uang yang tersisa untuk mengembangkan diri ada sekitar Rp 200 ribu. Biaya satu kursus online murah seperti di Udemy paling tidak Rp 130 ribu. Dengan kata lain, kursus yang bisa dibeli setiap bulannya hanya satu macam kursus.

Dalam satu kursus biasanya memang ada banyak materi yang dibahas. Namun jika setiap bulannya hanya bisa membeli satu kursus, berarti kamu harus lebih sabar jika ingin menambah skill baru.

Manajemen Finansial Biasa tidak akan Banyak Membantu

Manajemen finansial yang ada di internet biasanya dibuat untuk standar penghasilan tertentu. Umumnya, standar penghasilan yang digunakan adalah untuk kalangan menengah ke atas, atau minimal setara UMP dan UMK. Untuk pekerja dengan upah rendah, tips-tips finansial seperti ini sangat sulit untuk diterapkan.

Beberapa tips finansial seperti saran untuk menabung dalam jumlah tertentu setiap bulan atau berinvestasi dalam instrumen keuangan tertentu jelas sulit diterapkan. Bahkan sekedar untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari saja sudah cukup menantang.

Manajemen finansial biasa jelas tidak akan banyak membantu. Cara berhemat biasa juga tidak sepenuhnya bisa diterapkan.

Pekerja dengan upah rendah harus bisa hidup super irit. Dalam hal ini, gaya hidup seperti frugal living masih cukup masuk akal untuk diterapkan. Namun jika ada pengeluaran tak terduga yang cukup besar, mau tidak mau gaya hidup harus diturunkan lagi. Bahkan opsi berutang untuk menyambung hidup mungkin tidak lagi bisa dihindari.

Mendobrak Keterbatasan demi Hidup Lebih Sejahtera

Kita tidak bisa menggunakan standar pikiran "orang waras" untuk bisa meningkatkan standar kesejahteraan. Satu-satunya jalan adalah dengan menjadi "orang gila", tentunya dalam artian yang positif.

Misalnya saja dalam konteks hidup irit. Untuk bisa bertahan dengan upah rendah, masak sendiri itu wajib. Mungkin uang yang dihemat tidak begitu signifikan kalau kamu tinggal di kota yang standar harga makanannya relatif murah, seperti di Jogja atau di Solo. Tapi kalau di kota besar seperti Jakarta, masak sendiri jelas bisa menghemat banyak uang.

Itu tadi adalah contoh cara irit biasa. Namun dalam situasi tertentu, cara irit seperti ini mungkin tidak cukup. Pengorbanan biasa mungkin juga masih kurang untuk memenuhi kebutuhan paling basic.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun