Beberapa waktu yang lalu sempat viral konten reaksi orang luar terkait standar upah pekerja Indonesia. Banyak yang mengira pekerja Indonesia digaji sampai puluhan juta setiap bulannya.Â
Namun setelah sang konten kreator mengatakan bahwa gaji pekerja Indonesia tidak lebih dari Rp 10 juta, bahkan banyak yang di bawah Rp 5 juta, banyak yang terkejut dan bersimpati apakah orang Indonesia baik-baik saja.
Fakta bahwa upah pekerja Indonesia yang terbilang rendah memang sudah menjadi rahasia umum bagi orang Indonesia. Bahkan tidak sedikit pekerja Indonesia yang digaji jauh di bawah UMP atau UMK yang notabene sebenarnya sudah mepet untuk sekedar menyambung hidup.
Standar Upah Pekerja Indonesia yang Dinilai Terlalu Mepet
Besar kecilnya upah itu memang relatif. Bagi sebagian orang, upah Rp 3 juta per bulan itu mungkin sudah cukup tinggi. Akan tetapi, bagi sebagian yang lain angka tersebut justru dinilai masih rendah.
Kalau dilihat dari perspektif perusahaan dan pekerja, penilaian keduanya hampir bisa dipastikan tidak akan pernah menemukan titik temu. Jadi daripada bicara soal besar kecilnya upah, kenapa tidak bicara dari perspektif yang lebih sederhana, seperti membandingkan antara standar gaji dan standar pengeluaran yang paling basic?
Kita ambil contoh standar gaji pekerja di Jogja tahun 2023. Di tahun itu, standar gaji atau UMK Sleman masih berada di angka Rp 2,1 juta. Untuk pengeluaran bulanan paling basic, berikut rinciannya:
- Kos: Rp 400 ribu
- Makan selama sebulan: Rp 900 ribu
- Belanja bulanan: Rp 150 ribu
- Bensin: Rp 200 ribu
- Pulsa/kuota internet: Rp 100 ribu
- Listrik: Rp 50 ribu
- BPJS kesehatan kelas II: Rp 100 ribu
Dengan rincian di atas, untuk hidup di Jogja setidaknya butuh uang Rp 1,9 juta per bulan. Ini adalah pengeluaran paling mendasar yang hanya fokus pada kebutuhan paling basic tanpa jajan, belanja pakaian atau hiburan.
Untuk yang biasa merokok, pengeluarannya tentu akan lebih besar lagi. Dengan gaya hidup irit seperti ini, uang yang bisa disisihkan setidaknya ada Rp 200 ribu. Rincian pengeluaran di atas adalah untuk pekerja yang masih single. Jadi coba bayangkan bagaimana peliknya kondisi finansial para pekerja yang sudah berkeluarga.
Karena alasan ini, rasanya sulit di zaman sekarang jika hanya mengandalkan penghasilan dari kepala keluarga saja. Itulah kenapa fenomena istri yang juga ikut bekerja seakan sudah menjadi pemandangan biasa.
Upah Rendah, Ruang Berkembang pun Jadi Lebih Terbatas
Fenomena upah rendah para pekerja jelas dilematis. Dengan upah rendah, daya beli juga ikut kecil. Untuk menabung pun perlu usaha ekstra. Kalau ingin berkembang, tantangannya jelas tidak sederhana.