Jangmadang : Pasar Gelap di Korea Utara
Sedikit sejarah tentang pasar gelap Jangmadang, setelah perang dingin berakhir, krisis terjadi dimana-mana, termasuk Uni Soviet yang merupakan induk dari Korea Utara, refornasi yang dilakukan Mikhail Gorbachev menjadi akhir bagi ke digdayaanya Uni Soviet. Runtuhnya Uni Soviet turut mengubah situasi di Korea Utara dengan sangat cepat, Uni Soviet yang selama ini telah menjadi salah satu sumber dana utama Korut telah berakhir untuk selamanya.
Hal ini menyebabkan berbagai sistem di Korut mengalami guncangan hebat. Korea Utara secara de facto telah bangkrut. Sistem kesehatan dan pelayanan umum gratis dicabut. Ditengah buruknya situasi gagal panen besar-besaran juga terjadi pada pertengahan tahun 1995, itu yang menyebabkan sistem distribusi umum tidak dapat dilakukan.
Korea Utara memasuki era kelaparan paling parah sejak tahun 1995. Sekitar 3 juta orang mati kelaparan. Meski kematian yang tercatat sudah jutaan jiwa, pemerintahan korea dengan khas kediktatoranya tetap menolak untuk melakukan impor bahan makanan, karena lebih mengutamakan militer dari pada rakyatnya yang kelaparan, pemerintahan tetap berusaha memulihkan keadaan secara mandiri dengan membentuk “Zona perdagangan Bebas Najin-Sonbong” usaha itu mengalami kegagalan.
Insting bertahan hidup, melalui pasar gelap
Masyarakat yang lapar akhirnya mulai melakukan tindakan-tindakan yang melawan regulasi demi mengisi perut. Kepercayaan rakyat terhadap rezim pemerintahan sudah menurun dan tidak lagi menunggu situasi kembali seperti semula.
Korut sebagai negara dengan sistem ekonomi sosialis, melarang keras adanya pasar rakyat dan penjualan swasta, semua kegiatan jual beli di awasi dan di regulasi oleh pemerintah, namun sebagai Homo Sapiens yang dibekali insting bertahan hidup, para penjual dan pembeli bertransaksi di tempat rahasia. Dan pasar yang notabene produk kapitalis pun efektif untuk menahan laju kelaparan, banyak masyarakat terbantu dengan adanya pasar Jangmadang ini.
Selain tempat bertransaksi untuk mengisi perut, Jangmadang juga menjadi cara rakyat melihat keluar jendela, sebagai pasar gelap. Banyak barang barang terlarang yang dijual seperti USB dan CD berisi film, music, serial drama, bahkan culture dari negara saudaranya Korea Selatan, hal ini merubah perspektif generasi muda saat itu terhadap propaganda pemerintah yang menyebut Korea Utara tempat termakmur, dan Korea Selatan merupakan negara miskin.
Generasi muda melihat sebuah kenyataan yang berbanding terbalik, mereka sadar selama ini dibohongi, Korea Utara yang dipercaya menjadi tempat ter-aman, ter-makmur dan ter-kuat, menjadi tempat tanpa kebebasan dan tertutupi bayang-bayang utopia palsu.