Mohon tunggu...
Angel Verlin
Angel Verlin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/ Mahasiswa

Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Analisis Sosiologi Hukum Terhadap Fenomena Pernikahan Dini (Studi Kasus Pada Remaja di Kemacatan Sragen)

3 September 2024   20:20 Diperbarui: 3 September 2024   20:29 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Pernikahan dini merupakan fenomena sosial yang telah menjadi perhatian banyak pihak di Indonesia, termasuk di Kecamatan Sragen. Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang masih di bawah usia 18 tahun, yang dalam konteks hukum Indonesia, masih tergolong anak-anak. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada kehidupan individu yang terlibat, tetapi juga mempengaruhi tatanan sosial dan budaya masyarakat. Sosiologi hukum sebagai cabang ilmu sosiologi yang mempelajari hubungan antara hukum dan masyarakat, memberikan perspektif yang berharga dalam menganalisis fenomena ini.

Dampak dari pernikahan dini sangat berpengaruh terhadap kehidupan pelaku, keluarga, dan Masyarakat. Dimana dampak pernikahan dini bagi pelaku seperti karena mereka harus menikah muda maka pelaku harus putus sekolah sehingga Pendidikan mereka menjadi kurang, mengandung anak diluar nikah hal ini sangat merugikan bagi kaum wanita karena secara fisik mereka belum siap dan pelaku pihak wanita akan menerima sanksi sosial dari Masyarakat, rentan terhadap perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebab pelaku tidak siap secara mental sehingga emosional mereka terganggu, terjadi kemiskinan yang mana karena mereka belum siap secara finansial / keuangan menyebabkan mereka terjebak dalam kemiskinan, serta meresahkan masyarakat karena tidak jarang pelaku melakukan hubungan seksual ditempat umum.

 

Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini

1. Faktor Ekonomi

Faktor orangtua dalam pembentukan konsep diri remaja yang menikah dini, dari hasil wawancara mendalam terhadap ke 3 informan dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja yang sudah melakukan pernikahan dini hampir semuanya disetujui oleh orangtua mereka masing-masing. Pandangan orangtua msing-masing pun berbeda-beda, salah seorang orangtua informan beranggapan apabila calon suami yang ingin menikahi anaknya sudah mapan lahir batin dan sudah sanggup untuk berumah tangga, sehingga apa salahnya kalau manikah dinI dan ada yang beranggapan selama satu iman atau seagama maka orangtua membolehkan anaknya menikah dini ditambah kahidupan ekonomi calon yang sudah mencukupi.

2. Faktor Budaya dan Tradisi

Di beberapa wilayah, termasuk Sragen, masih kuat pengaruh budaya dan tradisi yang mendukung pernikahan dini. Faktor budaya berupa tradisi dan adat menganggap bahwa banyaknya tekanan dari di lingkungan masyarakat seperti anggapannegatif terhadap perawan tua, jika menikahmelebihi usia 20 tahun menjadi faktor yang mendorong tingginya jumlah perkawinan muda, Hal ini menimbulkan motivasi sebuah keluarga untuk menikahkan anak perempuannya lebih awal. Informasi kesehatan reproduksi danggap sebagai sesuatu yang tabu, dan porno menjadi salah satu alasan terjadinya pernikahan anak. Dalam hal ini ketabuan membicarakan terkait pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas pada anak menjadi salah satu penyebab anak tidak mengerti mengenai kesehatan reproduksi dan seksual.

3. Pendidikan yang Rendah

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan menikahkan anaknya yang masih dibawah umur.

 

Dampak Pernikahan Dini 

1. Dampak Hukum

Dari perspektif hukum, pernikahan dini sering kali melanggar undang-undang yang mengatur batas minimal usia pernikahan. Di Indonesia, Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 menetapkan batas usia minimum untuk menikah adalah 19 tahun baik bagi laki-laki maupun perempuan. Namun, praktik pernikahan dini masih terjadi akibat rendahnya penegakan hukum dan ketersediaan dispensasi yang memungkinkan pernikahan di bawah usia minimal.

2. Dampak Sosial

Dilihat dari sisi sosial, pernikahan usia muda akan berdampak pada perceraian dan perselingkuhan. Hal ini dikarenakan adanya perubahan emosi yang belum stabil pada diri remaja sehingga mudah terjadi pertengkaran diantara keduanya. Selain itu, kekerasan dalam     rumah tangga (KDRT), kekerasan ini meliputi kekerasan seksualyang dialami oleh istri karena adanya relasi hubungan yang tidak seimbang. 

3. Dampak Ekonomi

 Secara ekonomi, pernikahan dini sering kali menyebabkan siklus kemiskinan yang berkelanjutan. Pasangan muda biasanya tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga mereka lebih rentan terhadap kemiskinan. Hal ini diperparah dengan beban ekonomi yang harus ditanggung setelah memiliki anak.

Dari perspektif sosiologi hukum, fenomena pernikahan dini di Kecamatan Sragen dapat dilihat sebagai hasil dari interaksi antara struktur hukum dan kondisi sosial-ekonomi. Meskipun ada undang-undang yang melarang pernikahan dini, penerapan hukum tersebut sering kali terbentur oleh norma-norma sosial yang kuat dan kondisi ekonomi yang mendesak. Dalam hal ini, hukum formal tidak sepenuhnya efektif dalam mengubah perilaku sosial tanpa adanya perubahan dalam struktur sosial yang lebih luas.

Pemerintah dan lembaga terkait perlu mengadopsi pendekatan yang lebih komprehensif untuk mengatasi pernikahan dini, termasuk pemberdayaan ekonomi, peningkatan akses pendidikan, dan kampanye sosial untuk mengubah norma-norma yang mendukung pernikahan dini. Pendekatan ini harus dilakukan secara holistik, dengan melibatkan masyarakat lokal dan memperkuat penegakan hukum untuk melindungi hak-hak anak.[9]

 

Kesimpulan

Pernikahan dini di Kecamatan Sragen merupakan fenomena yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk ekonomi, budaya, dan pendidikan. Dampaknya sangat signifikan, baik dari segi hukum, sosial, maupun ekonomi. Analisis sosiologi hukum menunjukkan bahwa penegakan hukum saja tidak cukup untuk mengatasi fenomena ini; diperlukan pendekatan yang menyeluruh yang melibatkan perubahan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian, upaya untuk mengurangi pernikahan dini harus melibatkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan individu untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan remaja yang sehat dan sejahtera.

 

Referensi

Almahisa, Y. S., & Agustian, A. (2021). Pernikahan Dini Dalam Perspektif Undang-Undang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam. Jurnal Rechten: Riset Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 3(1), 27-36.

 Arikhman, N., Efendi, T. M., & Putri, G. E. (2019). Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Dini di Desa Baru Kabupaten Kerinci. Jurnal Endurance, 4(3), 470-480. 

Hikmah, N. (2019). Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Pernikahan Dini Di Desa Muara Wis Kecamatan Muara Wis Kabupaten Kutai Kartanegara. EJournal Sosiatri-Sosiologi, 7(1), 261-272.

Octaviani, F., & Nurwati, N. (2020). Dampak pernikahan usia dini terhadap perceraian di Indonesia. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial HUMANITAS, 2(2), 33-52. 

Jawadwipa, B. (2024). ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP FENOMENA PERNIKAHAN DINI (STUDI KASUS PADA REMAJA DI KECAMATAN PONOROGO) (Doctoral dissertation, IAIN Ponorogo). 

Irwanto, D., & ASY-SYAKHSIYYAH, A. A. (2016). Problematika Pernikahan Dini di Kecamatan Padureso Kabupaten Kebumen (Analisis Sosiologi Hukum Islam). Universitas Sunan Kalijaga. HAL 3

Redjeki, R. D. S. S., Hestiyana, N., & Herusanti, R. (2016). Faktor-faktor penyebab pernikahan dini di Kecamatan Hampang Kabupaten Kotabaru. Dinamika Kesehatan: jurnal kebidanan dan keperawatan, 7(2), 30-42.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun