Mohon tunggu...
Angelita Zefanya J
Angelita Zefanya J Mohon Tunggu... Lainnya - Student

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UAJY'19

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hidup Masyarakat Multikultural: Penyelesaian Konflik Rasisme di Kota Sorong

17 Desember 2020   16:46 Diperbarui: 17 Desember 2020   17:07 1311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi masyarakat multikultural (Sumber: freepik)

Terkait dengan kericuhan yang terjadi karena protes terhadap rasisme, tentu memerlukan penyelesaian secara kepala dingin dengan masyarakat asli Papua. Pada saat ini, peran komunikasi antara budaya sangat dibutuhkan sebagai pemecah masalah.

Menurut Baldwin, dkk. (2014, h. 281-282) ada 5 jenis manajemen konflik, yakni menghindar, akomodasi, bersaing, kolaborasi, dan kompromi. Manajemen konflik yang paling tepat digunakan menjadi acuan untuk menyelesaikan masalah kericuhan di daerah Papua adalah dengan cara kolaborasi. 

Kolaborasi merupakan suatu pendekatan yang menghasilkan win-win solutions (kedua belah pihak diuntungkan), pendekatan ini akan berjalan dengan baik apabila kedua belah pihak bersedia untuk bekerja sama dalam menyelesaikan konflik (Baldwin, dkk., 2014, h. 282).

Pertemuan deklarasi damai di Kota Sorong (sumber: .beritasatu.com)
Pertemuan deklarasi damai di Kota Sorong (sumber: .beritasatu.com)

Salah satu daerah di Papua yang mencerminkan adanya manajemen konflik menggunakan pendekatan kolaborasi adalah daerah Kota Sorong, Papua Barat. Dikutip dari BeritaSatu (Yud, 2019) pada bulan September 2019, Wali Kota Sorong mengundang aparat keamanan, seluruh kepala suku, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda, dan tokoh perempuan dalam pertemuan deklarasi damai. 

Pertemuan tersebut menandakan adanya partisipasi masyarakat dan pemerintah dalam menyelesaikan konflik. Seperti halnya dengan pendekatan kolaborasi, pada pertemuan pihak pemerintah mengajak masyarakat untuk bersama-sama mendamaikan diri dengan yang lain, dan mencari solusi untuk dapat menjaga perdamaian. 

Langkah tersebut merupakan langkah yang tepat untuk diterapkan, bahwa pemerintah secara terbuka juga mengadakan forum diskusi untuk berlangsungnya demokrasi dan mencari solusi penyelesaian masalah. 

Dengan demikian, melihat dari berita deklarasi damai di Kota Sorong, penyelesaian konflik diselesaikan dengan baik menggunakan pendekatan kolaborasi. Agaknya, segala konflik yang memang berpotensi mengancam NKRI harus diselesaikan dengan komunikasi terbuka, sehingga kedua belah pihak dapat mengutarakan pernyataan, dan kasus dapat terselesaikan tanpa ada yang dirugikan.

Nah itu tadi sekilas penjabaran mengenai konflik yang dapat terjadi dalam menjalin komunikasi antar budaya, beserta dengan salah satu bukti penyelesaiannya yang tepat. Masih banyak edukasi yang teman-teman dapat temukan untuk menambah wawasan dalam penyelesain konflik. Jangan pernah lupa bahwa kita, bangsa Indonesia, adalah masyarakat yang multikultur. Tetap jaga kesatuan dan persatuan kita!

Referensi:

Baldwin, J., dkk. (2014). Intercultural Communication for Everyday Life. UK: John Wiley & Sons Ltd.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun