Pelecehan seksual merupakan suatu tindakan tidak bermoral yang sangat tidak diharapkan dan tidak pantas dilakukan kepada orang lain, maupun dalam keadaan kita dekat dengan orang tersebut, apalagi kita yang jelas tidak dekat maupun kenal dengan orang tersebut. Pelecehan seksual banyak terjadi pada situasi atau bentuk seperti di lingkungan sosial, di tempat kerja, maupun di lingkungan pendidikan.
Pelecehan seksual sendiri terdiri dari beberapa contoh seperti, sentuhan yang tidak diinginkan oleh pihak korban, pengambilan gambar ataupun video yang tidak senonoh dan membuat risih korban, pemaksaan dalam melakukan tidakan seksual. Pelecehan seksual juga dapat dilakukan dalam bentuk verbal, contohnya dengan melontarkan komentar maupun lelucon yang tidak pantas secara seksual.
Korban pelecehan seksual memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental mereka. Hingga 94% korban melaporkan gejala seperti kecemasan, depresi, dan PTSD, dan 39% dari mereka mengatakan gejala tersebut mengganggu kehidupan sehari-hari mereka.Â
Selain dampak psikologis, studi ini juga menunjukkan bahwa korban pelecehan seksual mengalami dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Hingga 71% korban mengatakan mereka kesulitan mempercayai orang lain setelah dibuntuti dan 67% mengalami kesulitan dalam hubungan interpersonal. Selain itu, 36% korban mengatakan mereka kehilangan pekerjaan atau penghasilan karena pelecehan seksual.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi seorang pelaku pada akhirnya melakukan pelecehan seksual, namun disini kita akan membahas mengapa pelaku melakukan hal tersebut dalam kaitannya dengan aspek budaya saat ini. Akan ada budaya asing dan budaya dari Indonesia sendiri.
Budaya adalah seperangkat gaya hidup, nilai, kepercayaan, adat istiadat dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi dan membentuk identitas suatu kelompok atau masyarakat. Budaya juga mencakup seni, musik, sastra, dan cara hidup yang khas dari suatu kelompok atau masyarakat. Budaya memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena membentuk psikologi, perilaku, dan hubungan sosial antar individu dan antar kelompok. Budaya juga mempengaruhi bagaimana orang melihat diri mereka sendiri, lingkungan mereka, dan dunia di sekitar mereka.
Di Indonesia, budayanya sangat beragam karena negara ini terdiri dari banyak suku, agama, bahasa, dan budaya yang berbeda. Keanekaragaman budaya ini turut mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pelecehan seksual.
Di sini juga diperlihatkan bahwa pelecehan tidak hanya terjadi pada perempuan, tetapi juga sering terjadi pada laki-laki. Pelecehan pada laki-laki juga dapat disebabkan oleh faktor budaya tertentu, dalam budaya tertentu maskulinitas sering diukur dengan kriteria tertentu seperti kekuatan, dominasi dan kemampuan mengendalikan emosi. Hal ini dapat menyebabkan pria yang tidak memenuhi standar tersebut dianggap lemah atau tidak berharga.Â
Faktor budaya lain yang dapat mempengaruhi pelecehan laki-laki termasuk stigma dan ketakutan mengungkapkan pengalaman mereka. Dalam beberapa budaya, mengakui bahwa seseorang telah dilecehkan dapat dianggap sebagai penghinaan terhadap martabat atau kehormatan keluarga dan dapat menimbulkan stigma dan diskriminasi terhadap korban. Ada juga pandangan bahwa laki-laki lebih kecil kemungkinannya mengalami pelecehan seksual, yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk melaporkan pelecehan.
Pelecehan seksual itu sendiri bisa datang dari budaya luar, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, budaya luar bisa mempengaruhi tindakan individu dan masyarakat. Beberapa aspek dari budaya luar, seperti media, film, musik, dan internet, dapat memperkenalkan ide, nilai, dan citra seksual yang tidak sesuai dengan nilai dan norma tinta budaya lokal tersebut. Pengaruh budaya luar ini dapat menimbulkan perubahan perilaku dan tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai lokal.
Contoh budaya luar yang mempengaruhi penambahan pelecehan seksual di Indonesia adalah media dan pornografi yang tersedia di internet. Dalam beberapa tahun terakhir, akses internet di Indonesia berkembang pesat, memungkinkan akses mudah ke konten dan materi seksual eksplisit yang cenderung memperkuat budaya seksisme.Â
Pornografi yang disebarluaskan di Internet seringkali menampilkan citra seksual yang tidak realistis dan merugikan perempuan, misalnya dengan menghadirkan objektifikasi dan pemaksaan seksual. Ini dapat memperkuat citra seksual yang tidak sehat dan tidak pantas serta dapat memengaruhi sikap sosial tentang seks dan hubungan gender. Selain itu, konsumsi media Hollywood dan produk budaya Barat lainnya juga dapat mempengaruhi pandangan masyarakat Indonesia terhadap seks dan relasi gender.
Dalam beberapa film Hollywood, perempuan seringkali dilihat sebagai objek seksual dan maskulinitas seringkali diasosiasikan dengan kekerasan dan dominasi seksual. Hal ini dapat mempengaruhi sikap sosial tentang seks dan relasi gender, serta dapat memperparah masalah pelecehan seksual di Indonesia.
Namun perlu diperhatikan bahwa meskipun budaya luar seperti media dan pornografi dapat mempengaruhi isu pelecehan seksual di Indonesia, ada juga budaya Indonesia yang mempengaruhi munculnya pelecehan seksual. Â
Beberapa faktor budaya berperan dalam meningkatkan risiko pelecehan seksual di Indonesia, antara lain:
Konsep seksual patriarkal
Budaya patriarki yang kuat di Indonesia dapat memperkuat norma gender yang merugikan perempuan terutamanya dan membuat mereka lebih rentan terhadap pelecehan seksual.
Patriarki adalah sistem sosial yang menempatkan laki-laki pada posisi kekuasaan dan dominasi atas perempuan, sehingga menimbulkan ketidaksetaraan gender. Dalam sistem patriarki, laki-laki dianggap sebagai kepala rumah tangga dan memiliki kekuasaan lebih besar dalam mengambil keputusan, mengendalikan sumber daya, dan menentukan nilai dan norma sosial.
Sistem patriarki berdampak negatif terhadap perempuan seperti berkurangnya hak dan kesempatan, diskriminasi dalam pendidikan dan pekerjaan, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan pemaksaan peran gender tradisional yang merugikan bagi perempuan. Selain itu, sistem patriarki juga merugikan laki-laki yang tidak memenuhi standar maskulinitas yang ditentukan. Berikut beberapa contoh budaya patriarki di Indonesia yang dapat memperparah masalah pelecehan seksual:
Budaya Pelecehan Verbal:
Ekspresi atau kata-kata kasar tertentu sering digunakan untuk mempermalukan atau mempermalukan wanita. Hal ini dapat memperkuat budaya pelecehan dan stigmatisasi terhadap perempuan, serta dapat memengaruhi sikap sosial tentang seks dan relasi gender.
Budaya pernikahan anak:
Pernikahan dini masih menjadi praktik umum di Indonesia dan dapat berdampak serius pada kesehatan dan kehidupan seks perempuan. Pernikahan dini dapat meningkatkan risiko pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga.
Budaya menyalahkan korban:
Budaya menyalahkan korban, di mana korban pelecehan seksual sering dituduh berpakaian sugestif atau lalai, dapat memperkuat sikap yang merendahkan dan merugikan perempuan, serta dapat menghambat upaya pencegahan dan penindakan terhadap pelecehan seksual.
Stigma korban
Di Indonesia, masih terdapat stigma negatif terhadap korban pelecehan seksual sehingga mereka enggan melaporkan kejadian tersebut dan mencari pertolongan. Di Indonesia, masih terdapat stigma negatif terhadap korban pelecehan seksual.Â
Beberapa orang mungkin menyalahkan korban dan meminta pertanggungjawaban mereka atas kejadian tersebut, terutama jika korbannya adalah perempuan. Stigma ini dapat membuat korban ragu untuk melaporkan pelecehan seksual dan mencari pertolongan karena takut disalahkan atau ditolak oleh masyarakat. Selain itu, stigma ini juga dapat menimbulkan rasa malu, bersalah, dan depresi pada korban, serta memperparah dampak psikologis yang dirasakan dari pelecehan seksual. Ini dapat mempengaruhi kemampuan korban untuk berfungsi secara normal dalam kehidupan sehari-hari dan juga mempersulit proses penyembuhan dan pemulihan. Â
Norma seksual
Budaya yang lebih konservatif di Indonesia dapat memperkuat norma-norma seksual yang terkadang membuat orang enggan mendiskusikan topik seksual secara terbuka, sehingga pelecehan seksual dapat terjadi tanpa persetujuan.
Jarak sosial ekonomi:
Kesenjangan sosial-ekonomi di Indonesia mungkin memaksa mereka yang berada di kelas sosial dan ekonomi bawah seringkali memiliki kendala ekonomi dan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Situasi ini membuat mereka lebih rentan terhadap pelecehan seksual karena mereka mungkin dipaksa bekerja di tempat-tempat berbahaya dan berisiko mengalami pelecehan seksual.
Untuk mencegah tindakan pelecehan seksual kedepannya ada beberapa inovasi dan karya kreatif yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi kasus pelecehan seksual, antara lain:
Aplikasi untuk mencegah pelecehan seksual:
Melalui teknologi, aplikasi dapat dibuat untuk membantu mencegah pelecehan seksual. Misalnya, aplikasi dapat memberikan informasi tentang cara mencegah pelecehan seksual, memberikan akses ke hotline untuk melaporkan pelecehan, dan memberikan informasi tentang hak-hak korban pelecehan seksual. Â
Teknologi keamanan:
Teknologi seperti kamera pengintai atau alat pendeteksi gerakan dapat dipasang di tempat-tempat yang diketahui rawan pelecehan seksual. Teknologi ini dapat membantu mengidentifikasi pelaku dan memberikan bukti kuat untuk tindakan hukum.
Pelatihan pencegahan kekerasan seksual:
Melatih dan mengedukasi masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti anak-anak dan perempuan, dapat membantu meningkatkan kesadaran akan bahaya pelecehan seksual. Pelatihan ini dapat memberikan pengetahuan tentang langkah-langkah pencegahan, serta cara mengidentifikasi dan melaporkan pelecehan seksual.
Karya Seni dan Kampanye Sosial:
Karya seni seperti film, video, dan musik dapat digunakan untuk menginformasikan tentang bahaya pelecehan seksual. Selain itu, kampanye sosial seperti pawai, petisi online, dan kampanye media sosial dapat membantu memperkuat pesan tentang pentingnya mencegah pelecehan seksual dan mendukung korban pelecehan seksual.
Perkembangan hukum:
Mengubah dan memperluas undang-undang anti-pelecehan seksual dapat membantu meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan memberikan kepastian hukum bagi para korban. Ini bisa termasuk memperkenalkan undang-undang yang lebih keras dan hukuman yang lebih keras bagi pelaku pelecehan seksual.
Beberapa dari contoh karya inovasi pencegahan pelecehan seksual yang dapat dikembangkan adalah aplikasi pencegahan pelecehan seksual. Aplikasi dapat membantu korban pelecehan seksual melaporkan insiden secara anonim, serta menawarkan saran dan dukungan.Â
Aplikasi ini juga dapat membantu mengidentifikasi area berisiko tinggi untuk pelecehan seksual dan membuat rekomendasi untuk menghindari tempat tersebut. Sistem keamanan yang cerdas. Sistem keamanan pintar yang dilengkapi dengan teknologi pengenalan wajah dan suara dapat mengidentifikasi tindakan pelecehan seksual secara real time dan mengeluarkan peringatan kepada petugas keamanan atau pihak berwenang.
Semua inovasi dan penemuan ini dapat digunakan secara individu atau kombinasi untuk meningkatkan pencegahan dan pengurangan kasus pelecehan seksual. Namun, kesadaran publik dan partisipasi aktif dalam pengembangan dan penerapan inovasi dan karya berhak cipta ini adalah kunci untuk mencegah dan meminimalkan kasus pelecehan seksual.
Dalam membahas pelecehan seksual di Indonesia, perlu ditekankan bahwa faktor budaya berperan penting dalam meningkatkan risiko pelecehan seksual. Stereotip gender patriarkal, diskriminasi korban, norma seksual konservatif dan kesenjangan sosial ekonomi merupakan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dan diubah jika  pelecehan seksual ingin dikurangi pendidikan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H